Sejarah dan Perkem Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap
Tuhan yang melahirkan ilmu tauhid, ilmu kalam, atau ilmu ushuluddin, dikalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi
Muhammad saw. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat tengah-tengah (moderat). Sebab timbulnya aliran
tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami al-Qur’an dan
hadis dengan pendekatan kontekstual,
sehingga lahir aliran yang bersifat liberal. Sebagian umat Islam memahami
dengan pendekatan tekstual, sehingga
lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang
lainnya memahami dengan pendekatan antara
kontekstual dan tekstual, sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dan tradisional. Ke tiga
corak pemikiran tersebut telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu Ketuhanan dalam
Islam. Aliran-aliran tersebut adalah:
a. Mu’tazilah, adalah kaum rasionalis di kalangan umat
Islam, yang menekankan pemakaian akal
dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Orang Islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. la berada di antara posisi mukmin dan
kafir (manzilah bainal manzilataini).
Dalam menganalisis Ketuhanan, mereka
memakai bantuan ilmu logika Yunani, atau sistem teologi untuk mempertahankan
kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak rasional
adalah munculnya abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qodariah, sedangkan Qodariah
adalah pecahan dari Khawarij.
b. Qadariah
berpendapat
bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia
sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin. Hal itu yang
menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
c. Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah
berteori, bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan
berbuat. Semua tingkah laku manusia telah ditentukan oleh Tuhan.
d Asy’ariah dan Maturidiah
pendapatnya berada di antara Qadariah dan Jabariah. Aliran-aliran
tersebut mewarnai perkembangan pemikiran Ketuhanan dalam kalangan umat Islam.
Pada prinsipnya, aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan
ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja di
antara aliran-aliran tersebut sebagai paham teologi yang dianutnya, tidak
menyebabkan ia keluar dari Islam. Di antara aliran-aliran tersebut yang lebih
dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja
adalah aliran Qadariah.
2.
Tuhan Menurut Agama Wahyu
Pengkajian umat manusia tentang Tuhan, yang hanya di dasarkan atas
pengamatan dan pengalaman serta pemikiran semata, tidak akan pernah mencapai
kebenaran hakiki. Tuhan adalah sesuatu yang ghaib mutlak, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal
dari manusia walaupun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran
rasional, tidak akan pernah mutlak. Informasi tentang asal-usul
kepercayaan terhadap Tuhan antara lain dalam QS. Al-Anbiya, (21):92 dan QS. Al-Ikhlas, (112):1-4.
Sejak zaman Nabi Adam as., tidak pernah terjadi
perbedaan ajaran tentang ketauhidan Allah. Jika ternyata dalam kehidupan umat
manusia ditemukan perbedaan-perbedaan, maka hal tersebut karena ulah manusia
semata.
Berdasar ungkapan
ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim
jamid atau personal
name. Merupakan suatu
pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata Tuhan, karena
dianggap sebagai isim musytaq. Tuhan
yang haq dalam konsep al-Qur’an adalah Allah. (Lihat QS. Ali Imran, (3):62, dan QS. Shad, (38):35).
Keesaan Allah adalah
mutlak. la tidak dapat disejajarkan dengan yang lain. Sebagai manusia yang
mengikrarkan kalimat La> ila>ha illa Allah dalam syahadat, harus menempatkan
Allah sebagai prioritas utama dalam setiap gerak, ucapan, dan tindakannya.
Konsepsi La> ila>ha illa Allah yang bersumber dari
al-Qur’an, memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari
Tuhan yang lain selain Allah.
6. Pembuktian
Wujud Tuhan
Untuk membuktikan
ada-Nya Allah di luar petunjuk wahyu, dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan, antara lain:
a. Metode Pembuktian Ilmiah.
Tantangan zaman
modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode ini
mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama
berhubungan dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan
(agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal ini menyebabkan, menurut
metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.
Sebenarnya sebagian
ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah. Metode baru
tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Di
samping itu, metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak
terlihat dengan sesuatu yang terlihat, yang teramati secara empiris. Hal ini
disebut dengan analogi ilmiah, dan
dianggap sama dengan percobaan empiris.
Orang yang
mempelajari ilmu pengetahuan modern berpendapat, bahwa kebanyakan pandangan
pengetahuan modern, hanya merupakan interpretasi terhadap pengamatan, dan
pandangan tersebut belum diuji sembilan planet tata surya, termasuk bumi,
mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.
Matahari tidak
berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama dengan
planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.000
mil per jam. Di samping itu, masih ada ribuan sistem selain sistem tata surya
kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri.
Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya sendiri. Galaxy di mana
terletak sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan
edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya. Logika manusia
memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang sempurna, akan
berkesimpulan bahwa mustahil semua itu terjadi dengan sendirinya.
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan
keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd
diberi istilah dalil ikhtira’. Di samping itu, Ibnu Rusyd juga menggunakan metode
lain, yaitu dalil inayah. Dalil inayah membuktikan
adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan manusia (Zakiah Daradjat, 1996 :78-80).
Keimanan dan Ketakwaan
Pengertian Iman
Kebanyakan orang mengatakan, bahwa kata iman berasal dari kata kerja amina,
ya’minu, amnan, yang berarti percaya. Oleh karena itu, iman yang
berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak di dalam hati. Akibatnya,
orang yang percaya kepada Allah dan selain-Nya seperti yang ada dalam rukun
iman, walaupun sikap dalam kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan atau
kepatuhan kepada yang telah diperca- yai-Nya, masih disebut orang yang beriman.
Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu
urusan hati manusia adalah Allah, dan dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat telah menjadi muslim.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Ibnu
Majah dan Thabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam
hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan. Dengan
demikian, iman merupakan kesatuan, atau keselarasan antara hati, ucapan, dan
perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan hidup.
Wujud Iman
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islan merupakan
keyakinan yang menjadi dasar dari segala tindakan atau amalan. Seseorang
dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka
segala sesuatu yang diperbuat akan bernilai sebagai amal shalih. Apabila tidak
berakidah Islam, maka seluruh amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun
amal yang diperbuat bernilai dalam pandangan manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat
dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi
seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur
dalam ajaran Islam sehingga selurah hidupnya didasarkan ajaran Islam.
7.
Proses Terbentuknya Iman
Spermatozoa dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan
atas dasar ketentuan yang digariskan dalam ajaran Allah, merupakan benih yang
baik. Allah menginginkan agar makanan yang dimakan berasal dari rezki yang hala>lan thayyiban. Pandangan dan sikap hidup seorang ibu yang
sedang hamil mempengaruhi psikis bayi dalam kandungan, termasuk sikap hidup
suaminya.
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang
intensif, besar kemungkinan menjadi punah, demikian pula dengan benih iman. Berbagai
pengaruh akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari
lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan yang lain,
kearah yang belum tentu baik. Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung
maupun tidak langsung, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, amat
berpengaruh terhadap iman sese orang. Dalam hadis Nabi Muhammad saw: "Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang
tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi".
Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat
dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk
intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberapa
prinsip dengan mengemukakan implikasi
metodologisnya, yaitu:
a.
Prinsip Pembinaan Berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, secara terus
menerus, dan berkesinambungan. Belajar adalah suatu proses yang memung-kinkan
orang semakin lama semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya, diperlukan
motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur hidup.
b.
Prinsip
Internalisasi dan Individuasi
Nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk
tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya
melalui suatu peristiwa internalisasi, yakni usaha menerima nilai sebagai
bagian dari sikap mentalnya, dan individuasi, yakin menempatkan nilai serasi
dengan sifat kepribadiannya.
c. Prinsip
Sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup baru benar-benar mempunyai arti apabila
telah memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu suatu bentuk tingkah laku
terpola dan teruji secara tuntas apabila sudah diterima secara sosial.
d. Prinsip
Konsistensi dan Koherensi
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula
ditangani secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsisten, secara koheren,
yaitu mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.
e. Prinsip
Integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap
orang pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan
menyeluruh. Jarang sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri. Begitu pula
dengan setiap bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial.
0 komentar:
Posting Komentar