Pages

Selasa, 29 September 2015

Sejarah dan Perkembangan Umat Islam

 
 
Sejarah dan Perkem Pemikiran Umat Islam

Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan ilmu tauhid, ilmu kalam, atau ilmu ushuluddin, dikalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad saw. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat tengah-tengah (moderat). Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami al-Qur’an dan hadis dengan pendekatan kontekstual, sehingga lahir aliran yang bersifat liberal. Sebagian umat Islam memahami dengan pendekatan tekstual, sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lainnya memahami dengan pendekatan antara kontekstual dan tekstual, sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dan tradisional. Ke tiga corak pemikiran tersebut telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu Ketuhanan dalam Islam. Aliran-aliran tersebut adalah:
a.                   Mu’tazilah, adalah kaum rasionalis di kalangan umat Islam, yang menekankan pemakaian akal dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Orang Islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. la berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilataini).
Dalam menganalisis Ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, atau sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak rasional adalah munculnya abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qodariah, sedangkan Qodariah adalah pecahan dari Khawarij.
b.    Qadariah berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin. Hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
c.    Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori, bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia telah ditentukan oleh Tuhan.
d    Asy’ariah dan Maturidiah pendapatnya berada di antara Qadariah dan Jabariah. Aliran-aliran tersebut mewarnai perkembangan pemikiran Ketuhanan dalam kalangan umat Islam. Pada prinsipnya, aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja di antara aliran-aliran tersebut sebagai paham teologi yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari Islam. Di antara aliran-aliran tersebut yang lebih dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah aliran Qadariah.
2.        Tuhan Menurut Agama Wahyu
        Pengkajian umat manusia tentang Tuhan, yang hanya di dasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran semata, tidak akan pernah mencapai kebenaran hakiki. Tuhan adalah sesuatu yang ghaib mutlak, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia walaupun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan pernah mutlak. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain dalam QS. Al-Anbiya, (21):92 dan QS. Al-Ikhlas, (112):1-4.
Sejak zaman Nabi Adam as., tidak pernah terjadi perbedaan ajaran tentang ketauhidan Allah. Jika ternyata dalam kehidupan umat manusia ditemukan perbedaan-perbedaan, maka hal tersebut karena ulah manusia semata.
Berdasar ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim jamid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata Tuhan, karena dianggap sebagai isim musytaq. Tuhan yang haq dalam konsep al-Qur’an adalah Allah. (Lihat QS. Ali Imran, (3):62, dan QS. Shad, (38):35).
Keesaan Allah adalah mutlak. la tidak dapat disejajarkan dengan yang lain. Sebagai manusia yang mengikrarkan kalimat La> ila>ha illa Allah dalam syahadat, harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap gerak, ucapan, dan tindakannya. Konsepsi La> ila>ha illa Allah yang bersumber dari al-Qur’an, memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah.
6.    Pembuktian Wujud Tuhan
Untuk membuktikan ada-Nya Allah di luar petunjuk wahyu, dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, antara lain:
a.    Metode Pembuktian Ilmiah.
Tantangan zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama berhubungan dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal ini menyebabkan, menurut metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.
Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah. Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Di samping itu, metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang terlihat, yang teramati secara empiris. Hal ini disebut dengan analogi ilmiah, dan dianggap sama dengan percobaan empiris.
Orang yang mempelajari ilmu pengetahuan modern berpendapat, bahwa kebanyakan pandangan pengetahuan modern, hanya merupakan interpretasi terhadap pengamatan, dan pandangan tersebut belum diuji sembilan planet tata surya, termasuk bumi, mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.
Matahari tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama dengan planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.000 mil per jam. Di samping itu, masih ada ribuan sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya sendiri. Galaxy di mana terletak sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya. Logika manusia memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang sempurna, akan berkesimpulan bahwa mustahil semua itu terjadi dengan sendirinya.
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah dalil ikhtira’. Di samping itu, Ibnu Rusyd juga menggunakan metode lain, yaitu dalil inayah. Dalil inayah membuktikan adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan manusia (Zakiah Daradjat, 1996 :78-80).
Keimanan dan Ketakwaan
Pengertian Iman
Kebanyakan orang mengatakan, bahwa kata iman berasal dari kata kerja amina, ya’minu, amnan, yang berarti percaya. Oleh karena itu, iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak di dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selain-Nya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun sikap dalam kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan atau kepatuhan kepada yang telah diperca- yai-Nya, masih disebut orang yang beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu urusan hati manusia adalah Allah, dan dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat telah menjadi muslim.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Majah dan Thabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan. Dengan demikian, iman merupakan kesatuan, atau keselarasan antara hati, ucapan, dan perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan hidup.
Wujud Iman
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islan merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala tindakan atau amalan. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung  akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang diperbuat akan bernilai sebagai amal shalih. Apabila tidak berakidah Islam, maka seluruh amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun amal yang diperbuat bernilai dalam pandangan manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam sehingga selurah hidupnya didasarkan ajaran Islam.
7.        Proses Terbentuknya Iman
Spermatozoa dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas dasar ketentuan yang digariskan dalam ajaran Allah, merupakan benih yang baik. Allah menginginkan agar makanan yang dimakan berasal dari rezki yang hala>lan thayyiban. Pandangan dan sikap hidup seorang ibu yang sedang hamil mempengaruhi psikis bayi dalam kandungan, termasuk sikap hidup suaminya.
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah, demikian pula dengan benih iman. Berbagai pengaruh akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan yang lain, kearah yang belum tentu baik. Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, amat berpengaruh terhadap iman sese orang. Dalam hadis Nabi Muhammad saw:  "Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi".
Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberapa prinsip dengan mengemukakan implikasi metodologisnya, yaitu:
a.        Prinsip Pembinaan Berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, secara terus menerus, dan berkesinambungan. Belajar adalah suatu proses yang memung-kinkan orang semakin lama semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya, diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur hidup.
b.        Prinsip Internalisasi dan Individuasi
Nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya melalui suatu peristiwa internalisasi, yakni usaha menerima nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya, dan individuasi, yakin menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya.
c.   Prinsip Sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup baru benar-benar mempunyai arti apabila telah memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu suatu bentuk tingkah laku terpola dan teruji secara tuntas apabila sudah diterima secara sosial.
d.   Prinsip Konsistensi dan Koherensi
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsisten, secara koheren, yaitu mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.
e.   Prinsip Integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh. Jarang sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri. Begitu pula dengan setiap bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial.

0 komentar:

Posting Komentar