Pages

Sabtu, 19 September 2015

Karakter Islami dalam sufistik (kajian PAI)






PENCERAHAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ISLAMI
Kajian Pendidikan Agama Islam S1
 








1.        Memahami Karakter Islami
a.        Pengertian Karakter
Istilah karakter dalam berbagai literatur masih didefinisikan secara beragam, namun secara aksiologi telah dipahami secara mendasar bahwa karakter mempunyai peran dan kegunaan yang sangat penting dalam dimensi kehidupan manusia, karenanya studi tentang karakter selalu menjadi kajian aktual, khususnya  dalam dunia pendidikan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia 1976:445, karakter adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Menurut bahasa, karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai karaktristik atau ciri dan/atau bawaan sejak lahir (Sjarkawi, 2002:11).
Kalangan psikolog memahami bahwa karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarah-kan tindakan seorang individu (John W. Santrock 2010:268).
 Bertolak dari term atau pengertian karakter sebagai-mana telah dikemukakan tersebut dapat dipahami bahwa karakter adalah perilaku manusia, baik yang bersumber dari bawaan sejak lahir, kebiasaan, maupun perilaku yang terbentuk karena pengaruh lingkungan yang bersifat empiris dan non empiris. Selanjutnya penulis memahami, bahwa dari pendekatan bahasa prilaku yang dimaksud ada dua kategori yaitu perilaku yang terpuji dan perilaku yang tercela, dalam pendekatan Islam disebut akhlak mahmudah (akhlak terpuji) dan akhlak mazmumah (akhlak tercela). Dengan demikian karakter manusia harus diarahkan melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal agar sejalan dengan nilai-nilai agama.  
    Dr. Thomas Lickona mendefinisikan pendidikan karakter, adalah usaha sengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti”. Lebih lanjut dijelaskan, ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anak-anak kita, jelas bahwa kita ingin mereka bisa menilai apa yang benar, peduli secara mendalam tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang mereka yakini untuk menjadi benar bahkan dalam menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam (Mustafa Agus, 2008).”
     Pandangan tersebut memberi pemahaman, bahwa pendidikan karakter adalah upaya untuk mengarahkan perilaku manusia agar tabiat dan kebiasaan yang buruk dapat diminimalisir, dan/atau dihilangkan dalam diri manusia. Di samping itu pendidikan karakter harus bisa memfilter dan/atau mencegah pengaruh negatif yang datang dari lingkungan.
b.        Pengertian Karakter Islami
Islami berasal dari kata Islam, dengan akhiran huruf i (Islam-i) menjadi Islami. Al-Qur’an menyebut kata Islam sebanyak 8 kali dalam 7 surah. Islam berasal dari kata aslama  derivasi (asal mula) dari kata assalmu, assalamu, assalamatu yang artinya bersih dan selamat dari kecacatan lahir batin. Dari asal kata ini dapat diartikan bahwa dalam Islam terkandung makna suci, bersih tanpa cacat atau sempurna. Kata Islam juga dapat diambil dari kata assilmu dan assalmu yang berarti perdamaian dan keamanan. Dari asal kata ini Islam mengandung makna perdamaian dan keselamatan, karena itu kata assalamu ‘alaikum merupakan tanda kecintaan seorang muslim kepada orang lain, karena itu ia selalu menebarkan doa dan kedamaian kepada sesama.
Pada pembahasan ini, kata Islami dipahami sebagai kata sifat, sehingga segala sesuatu yang Islami dipandang sebagai yang baik dan benar menurut ajaran Islam, sebagaimana uraian di atas, Islam bermakna suci, bersih, damai dan selamat tanpa cacat. Berdasar uraian ini dapat dipahami bahwa karakter Islami adalah segala prilaku manusia yang terpuji baik lahir maupun batin berdasarkan ajaran Islam. Dalam pengertian ini maka prilaku dipandang baik atau buruk harus diukur dengan kebenaran agama (Islam), dan untuk itu menurut hemat penulis, karakter Islami dapat diidentikkan dengan akhlak perspektif Islam. Sementara karakter Islami dan akhlak dari segi sumber dan sifatnya berbeda dengan kebiasaan atau adat, moral dan etika. Dengan demikian membangun karakter bangsa, tujuannya adalah agar bangsa ini berkarakter Islami, walaupun hal-hal yang di pandang Islami itu terkadang dilakukan oleh non muslim, misalnya kejujuran, disiplin atau tepat waktu dalam bekerja dan sebagainya.  Kalau bangsa ini berkarakter Islami maka negara menjadi damai tenteram dan aman yang dalam konteks Islam disebut “Baldatun Thoyyibah wa Rabbun Ghofur”.
Gambar: 26
DESKRIPSI KARAKTERISTIK BERPIKIR ISLAMI


 


 









2.   Paradigma Berpikir Islami dan Berpikir Sekuler
a.      Karakteristik berpikir Islami
       Berdasarkan uraian yang lalu dapat dipahami, bahwa berpikir Islami berarti berpikir selamat, dan ciri utama berpikir Islami adalah berpikir-zikir, berpikir mengenai sumber ilmu adalah wahyu, otoritasnya al-Qur’an yang pada hakikatnya sumber ilmu adalah Tuhan (Allah), berpikir non dikhotomi atau cara berpikir tidak memisahkan urusan dunia berdiri sendiri dan urusan akhirat berdiri sendiri, karena semua aktivitas manusia di dunia berimplikasi akhirat, aktivitas baik mendapat pahala, dan aktivitas buruk mendapat dosa. Dengan demikian secara filsafati Islami semua amalan (pekerjaan) harus diawali dengan niat suci karena Allah (pikir-zikir) agar berdimensi ibadah, karena itu tidak boleh kita berpikir ada aktivitas ibadah dan ada aktivitas bukan ibadah. Pikir-zikir adalah implikasi dari makna hakiki Iqra’ bismi Rabbik. Dengan demikian Iqra’ yang tidak dilandasi bismi Rabbik adalah Iqra’ sekuler.
b.        Karakteristik berpikir sekuler
Berpikir sekuler adalah lawan berpikir Islami, berpikir sekuler dalam pendekatan bahasa adalah berpikir serba keduniaan, ciri utamanya adalah berpikir dikhotomi, atau cara berpikir dengan memisahkan urusan dunia berdiri sendiri dan urusan akhirat berdiri sendiri, ada aktivitas ibadah dan ada aktivitas bukan ibadah. Berpikir mengenai sumber ilmu adalah indra, rasio dan intuisi yang hakikatnya sumber ilmu adalah manusia.
Pandangan tersebut merupakan implikasi pemikiran mazhaf Empirisme, Rasionalisme, dan Intuitionisme sekaligus berpandangan bahwa yang baik dan yang buruk parameter ukurannya adalah pengalaman pancaindera, kesesuaian rasio dan kekuatan insting batin.
Gambar: 27
DESKRIPSI KARAKTERISTIK BERPIKIR SEKULER








 


















3.        Macam-macam Nafsu Perspektif Islam
Prinsip dasar nafsu pada diri manusia ada dua klasifikasi, yaitu nafsu/jiwa yang mendorong manusia melakukan kebaikan, dan nafsu/jiwa yang mendorong manusia melakukan keburukan. Namun jika dilihat dari segi karakter sifatnya para ulama membagi nafsu manusia menjadi delapan macam yaitu:
a.        Nafsu Amarah
Prinsip dasar kata amarah sebenarnya sudah menjadi bahasa Indonesia, amarah adalah salah satu nafsu yang tercela. Ciri utamanya, yaitu adanya karakter jiwa yang cenderung melanggar norma dan akhlak karena hilangnya kesadaran berpikir Islami. Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasul tentang amalan apa yang mesti aku lakukan (sebagai syarat utama) agar aku kelak menjadi penghuni syurga ? Rasulullah menjawab La> Tagdhab, artinya jangan marah, sahabat itu tetap bertanya (selain itu ya Rasulullah), tiga kali pertanyaan jawabannya sama, La> Tagdhab, sesudah tiga kali, baru Rasulullah menyatakan amalan yang lain, dan berbaktilah engkau kepada kedua orang tua. Riwayat ini menggambarkan bahwa tidak mungkin seseorang bisa berbuat baik dengan sempurna kepada kedua orang tuanya, kalau ia selalu dikuasai oleh nafsu amarahnya.
b.    Nafsu Lawwamah
 Nafsu Lawwamah juga nafsu yang tercela, ciri utanyanya adanya karakter jiwa yang cenderung serakah, mudah melakukan kejahatan, namun sesudah melakukan kejahatan timbul penyesalan, tapi rasa penyesalan itu tidak membuat dirinya jerah melakukan kejahatan.
c.     Nafsu Musawwalah
 Nafsu Musawwalah juga tergolong nafsu yang tercela, ciri utamanya adanya karakter jiwa yang cenderung malu melakukan kejahatan kalau diketahui orang, karenanya ia dengan sadar melakukan kejahatan dengan sembunyi-sembunyi.
d.        Nafsu Mutmainnah
Nafsu Mutmainnah adalah nafsu yang mulia, ciri uatamanya adanya karakter jiwa yang cenderung untuk melakukan kebaikan dan melarang berbuat kemungkaran, membuat jiwa tenang, damai dan melahirkan perasaan Islami.
e.         Nafsu Malhamah
Nafsu Malhamah adalah nafsu mulia, ciri utamanya adanya karakter jiwa yang merasakan adanya ilham dari Allah, jiwa yang darinya melahirkan kesabaran, kesyukuran dan keuletan.
f.         Nafsu Radhiah
Nafsu Radhiah adalah nafsu yang mendapatkan ridha Allah, ciri utamanya adanya karakter jiwa yang berderajat syukur sangat tinggi terhadap segala nikmat yang dianugerahkan kepadanya.
g.     Nafsu Mardhiah
 Nafsu Mardhiah adalah nafsu yang terlimpah keridhaan Allah, ciri utamanya adanya karakter jiwa yang penuh dengan kemuliaan berupa kemurahan dan keikhlasan berderajat zikir-pikir.
4.        Nafsu Kamilah
Nafsu Kamilah adalah nafsu yang dipandang memiliki kesempurnaan, ciri utamanya adanya karakter jiwa yang telah memperoleh ilmu-ilmu “La-Dunni” dari Allah swt. Jiwa yang setiap saat telah siap kembali kehadirat Allah swt.
Apabila kita mencermati secara menyeluruh karakter atau sifat-sifat nafsu yang ada pada diri manusia (delapan macam nafsu), maka tiga jenis nafsu (Amarah, Lawwamah, Musawwalah), harus senantiasa dikendalikan agar tidak merusak hakikat kemanusiaan yang fitrah, dan lima jenis nafsu (Mutmainnah, Malhamah, Radhiah, Mardhiah dan Kamilah), harus tetap dipelihara dan dikembangkan agar derajatnya semakin tinggi guna mencapai insan kamil.

Gambar: 28
DESKRIPSI MACAM-MACAM NAFSU








 




















            Karakter nafsu amarah, lawwamah dan musawwalah senantiasa mendorong jiwa agar melakukan akhlak mazmumah (tercela), antara lain seperti:
a.         Takabbur, adalah karakter yang cederung melupakan kemahakuasaan Allah, sangat mengagungkan dirinya sendiri, identik dengan sifat sombong.
b.        al-Hasad, adalah karakter yang cenderung bersifat iri dan dengki terhadap kelebihan dan keberhasilan orang lain.
c.         Ana>niyah, adalah karakter yang cenderung serba dirinya, atau sifat egoistis tidak memahami orang lain.
d.        al-Kadzbu,  adalah karakter yang cenderung pada tipudaya atau sifat dusta/bohong. 
Sedangkan karakter nafsu Mutmainnah, Malhamah, Radhiah, Mardhiah dan Kamilah senantiasa mendorong jiwa untuk melakukan akhlak mahmudah (terpuji), antara lain seperti:
a.       al-Amanah, adalah karakter jiwa yang jujur, dapat dipercaya untuk mengemban sesuatu amanah sekecil apapun.
b.   al-Shiddiq, adalah karakter jiwa yang senantiasa cinta kepada kebenaran sehingga berimplikasi perkataan dan perbuatan yang benar.
c.         al-Shabr, adalah karakter jiwa yang senantiasa berlaku dan/atau bersifat sabar dalam menghadapi ujian hidup.
d.      al-Haya’, adalah karakter jiwa yang senantiasa mencintai rasa malu kepada diri sendiri, malu kepada orang lain dan malu kepada Allah swt.
e.       al-Tawadhu’, adalah karakter jiwa yang senantiasa bersifat rendah hati, bersih dari sifat sombong dan sangat menghargai orang lain.
f.         al-Syajaah, adalah karakter jiwa yang bersifat berani dalam kebenaran dan takut berbuat kesalahan.
g.        al-Qanaah, adalah karakter jiwa yang senantiasa merasa cukup sangat mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan kepadanya.
h.    al-Ikhlas, adalah karakter jiwa yang bersifat tulus karena Allah swt, apapun yang dilakukan tidak menimbukan beban yang memberatkan.

0 komentar:

Posting Komentar