PENCERAHAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ISLAMI
Kajian Pendidikan Agama Islam S1
1.
Memahami
Karakter Islami
a.
Pengertian Karakter
Istilah karakter dalam berbagai literatur masih
didefinisikan secara beragam, namun secara aksiologi telah dipahami secara
mendasar bahwa karakter mempunyai peran dan kegunaan yang sangat penting dalam
dimensi kehidupan manusia, karenanya studi tentang karakter selalu menjadi
kajian aktual, khususnya dalam dunia pendidikan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia 1976:445, karakter adalah
tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain. Menurut bahasa, karakter sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai karaktristik atau ciri dan/atau bawaan sejak lahir
(Sjarkawi, 2002:11).
Kalangan psikolog memahami bahwa karakter adalah
sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarah-kan tindakan seorang
individu (John W. Santrock 2010:268).
Bertolak
dari term atau pengertian karakter sebagai-mana telah dikemukakan tersebut
dapat dipahami bahwa karakter adalah perilaku manusia, baik yang bersumber dari
bawaan sejak lahir, kebiasaan, maupun perilaku yang terbentuk karena pengaruh
lingkungan yang bersifat empiris dan non empiris. Selanjutnya penulis memahami,
bahwa dari pendekatan bahasa prilaku yang dimaksud ada dua kategori yaitu
perilaku yang terpuji dan perilaku yang tercela,
dalam pendekatan Islam disebut akhlak mahmudah
(akhlak terpuji) dan akhlak mazmumah
(akhlak tercela). Dengan demikian karakter manusia harus diarahkan melalui pendidikan
formal maupun pendidikan non formal agar sejalan dengan nilai-nilai agama.
Dr. Thomas Lickona mendefinisikan pendidikan
karakter, adalah usaha sengaja untuk membantu orang memahami, peduli,
dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti”. Lebih lanjut dijelaskan,
ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anak-anak
kita, jelas bahwa kita ingin mereka bisa menilai apa yang benar, peduli secara
mendalam tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang mereka yakini untuk
menjadi benar bahkan dalam menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam (Mustafa
Agus, 2008).”
Pandangan
tersebut memberi pemahaman, bahwa pendidikan karakter adalah upaya untuk
mengarahkan perilaku manusia agar tabiat dan kebiasaan yang buruk dapat
diminimalisir, dan/atau dihilangkan dalam diri manusia. Di samping itu pendidikan
karakter harus bisa memfilter dan/atau mencegah pengaruh negatif yang datang
dari lingkungan.
b.
Pengertian Karakter Islami
Islami berasal dari kata Islam, dengan akhiran huruf i
(Islam-i) menjadi Islami. Al-Qur’an menyebut kata Islam sebanyak 8 kali dalam 7
surah. Islam berasal dari kata aslama derivasi (asal mula) dari kata assalmu,
assalamu, assalamatu yang artinya bersih dan selamat dari kecacatan lahir
batin. Dari asal kata ini dapat diartikan bahwa dalam Islam terkandung makna
suci, bersih tanpa cacat atau sempurna. Kata Islam juga dapat diambil dari kata
assilmu dan assalmu yang berarti perdamaian dan keamanan. Dari
asal kata ini Islam mengandung makna perdamaian dan keselamatan, karena itu
kata assalamu ‘alaikum merupakan tanda kecintaan seorang muslim kepada
orang lain, karena itu ia selalu menebarkan doa dan kedamaian kepada sesama.
Pada pembahasan ini, kata Islami dipahami sebagai kata
sifat, sehingga segala sesuatu yang Islami dipandang sebagai yang baik dan
benar menurut ajaran Islam, sebagaimana uraian di atas, Islam bermakna suci,
bersih, damai dan selamat tanpa cacat. Berdasar uraian ini dapat dipahami bahwa
karakter Islami adalah segala prilaku manusia yang terpuji baik lahir maupun
batin berdasarkan ajaran Islam. Dalam pengertian ini maka prilaku dipandang
baik atau buruk harus diukur dengan kebenaran agama (Islam), dan untuk itu
menurut hemat penulis, karakter Islami dapat diidentikkan dengan akhlak perspektif
Islam. Sementara karakter Islami dan akhlak dari segi sumber dan sifatnya berbeda
dengan kebiasaan atau adat, moral dan etika. Dengan demikian membangun karakter
bangsa, tujuannya adalah agar bangsa ini berkarakter Islami, walaupun hal-hal
yang di pandang Islami itu terkadang dilakukan oleh non muslim, misalnya
kejujuran, disiplin atau tepat waktu dalam bekerja dan sebagainya. Kalau bangsa ini berkarakter Islami maka
negara menjadi damai tenteram dan aman yang dalam konteks Islam disebut
“Baldatun Thoyyibah wa Rabbun Ghofur”.
Gambar: 26
DESKRIPSI KARAKTERISTIK
BERPIKIR ISLAMI
2. Paradigma
Berpikir Islami dan Berpikir Sekuler
a.
Karakteristik berpikir Islami
Berdasarkan
uraian yang lalu dapat dipahami, bahwa berpikir Islami berarti berpikir
selamat, dan ciri utama berpikir Islami adalah berpikir-zikir, berpikir
mengenai sumber ilmu adalah wahyu, otoritasnya al-Qur’an yang pada hakikatnya
sumber ilmu adalah Tuhan (Allah), berpikir non dikhotomi atau cara berpikir
tidak memisahkan urusan dunia berdiri sendiri dan urusan akhirat berdiri
sendiri, karena semua aktivitas manusia di dunia berimplikasi akhirat,
aktivitas baik mendapat pahala, dan aktivitas buruk mendapat dosa. Dengan
demikian secara filsafati Islami semua amalan (pekerjaan) harus diawali dengan
niat suci karena Allah (pikir-zikir) agar berdimensi ibadah, karena itu tidak
boleh kita berpikir ada aktivitas ibadah dan ada aktivitas bukan ibadah. Pikir-zikir
adalah implikasi dari makna hakiki Iqra’ bismi Rabbik. Dengan demikian Iqra’ yang tidak dilandasi bismi Rabbik adalah Iqra’ sekuler.
b.
Karakteristik
berpikir sekuler
Berpikir sekuler adalah lawan berpikir Islami,
berpikir sekuler dalam pendekatan bahasa adalah berpikir serba keduniaan, ciri
utamanya adalah berpikir dikhotomi, atau cara berpikir dengan memisahkan urusan
dunia berdiri sendiri dan urusan akhirat berdiri sendiri, ada aktivitas ibadah
dan ada aktivitas bukan ibadah. Berpikir mengenai sumber ilmu adalah indra,
rasio dan intuisi yang hakikatnya sumber ilmu adalah manusia.
Pandangan tersebut merupakan implikasi pemikiran
mazhaf Empirisme, Rasionalisme, dan Intuitionisme sekaligus berpandangan bahwa
yang baik dan yang buruk parameter ukurannya adalah pengalaman pancaindera,
kesesuaian rasio dan kekuatan insting batin.
Gambar: 27
DESKRIPSI KARAKTERISTIK
BERPIKIR SEKULER
3.
Macam-macam Nafsu Perspektif
Islam
Prinsip
dasar nafsu pada diri manusia ada dua klasifikasi, yaitu nafsu/jiwa yang
mendorong manusia melakukan kebaikan, dan nafsu/jiwa yang mendorong manusia
melakukan keburukan. Namun jika dilihat dari segi karakter sifatnya para ulama
membagi nafsu manusia menjadi delapan macam yaitu:
a.
Nafsu Amarah
Prinsip dasar kata amarah sebenarnya sudah menjadi bahasa Indonesia, amarah adalah salah
satu nafsu yang tercela. Ciri utamanya, yaitu adanya karakter jiwa yang
cenderung melanggar norma dan akhlak karena hilangnya kesadaran berpikir
Islami. Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasul tentang amalan apa yang
mesti aku lakukan (sebagai syarat utama) agar aku kelak menjadi penghuni syurga
? Rasulullah menjawab La>
Tagdhab, artinya
jangan marah, sahabat itu tetap bertanya (selain itu ya Rasulullah), tiga
kali pertanyaan jawabannya sama, La> Tagdhab, sesudah tiga kali, baru
Rasulullah menyatakan amalan yang lain, dan berbaktilah engkau kepada kedua
orang tua. Riwayat ini menggambarkan bahwa tidak mungkin seseorang bisa berbuat
baik dengan sempurna kepada kedua orang tuanya, kalau ia selalu dikuasai oleh
nafsu amarahnya.
b. Nafsu Lawwamah
Nafsu Lawwamah juga nafsu yang tercela, ciri
utanyanya adanya karakter jiwa yang cenderung serakah, mudah melakukan
kejahatan, namun sesudah melakukan kejahatan timbul penyesalan, tapi rasa
penyesalan itu tidak membuat dirinya jerah melakukan kejahatan.
c. Nafsu Musawwalah
Nafsu Musawwalah juga tergolong nafsu yang
tercela, ciri utamanya adanya karakter jiwa yang cenderung malu melakukan
kejahatan kalau diketahui orang, karenanya ia dengan sadar melakukan kejahatan
dengan sembunyi-sembunyi.
d.
Nafsu Mutmainnah
Nafsu Mutmainnah adalah
nafsu yang mulia, ciri uatamanya adanya karakter jiwa yang cenderung untuk
melakukan kebaikan dan melarang berbuat kemungkaran, membuat jiwa tenang, damai
dan melahirkan perasaan Islami.
e.
Nafsu Malhamah
Nafsu Malhamah adalah nafsu
mulia, ciri utamanya adanya karakter jiwa yang merasakan adanya ilham dari
Allah, jiwa yang darinya melahirkan kesabaran, kesyukuran dan keuletan.
f.
Nafsu Radhiah
Nafsu Radhiah adalah nafsu yang mendapatkan ridha
Allah, ciri utamanya adanya karakter jiwa yang berderajat syukur sangat tinggi
terhadap segala nikmat yang dianugerahkan kepadanya.
g. Nafsu Mardhiah
Nafsu Mardhiah adalah nafsu yang terlimpah
keridhaan Allah, ciri utamanya adanya karakter jiwa yang penuh dengan kemuliaan
berupa kemurahan dan keikhlasan berderajat zikir-pikir.
4.
Nafsu Kamilah
Nafsu Kamilah adalah nafsu
yang dipandang memiliki kesempurnaan, ciri utamanya adanya karakter jiwa yang
telah memperoleh ilmu-ilmu “La-Dunni” dari Allah swt. Jiwa yang setiap
saat telah siap kembali kehadirat Allah swt.
Apabila
kita mencermati secara menyeluruh karakter atau sifat-sifat nafsu yang ada pada diri manusia (delapan macam nafsu), maka
tiga jenis nafsu (Amarah, Lawwamah, Musawwalah), harus senantiasa
dikendalikan agar tidak merusak hakikat kemanusiaan yang fitrah, dan lima jenis
nafsu (Mutmainnah, Malhamah, Radhiah,
Mardhiah dan Kamilah), harus tetap dipelihara dan dikembangkan agar
derajatnya semakin tinggi guna mencapai insan kamil.
Gambar: 28
DESKRIPSI
MACAM-MACAM NAFSU
Karakter nafsu amarah, lawwamah dan musawwalah senantiasa
mendorong jiwa agar melakukan akhlak mazmumah (tercela), antara lain seperti:
a.
Takabbur, adalah karakter
yang cederung melupakan kemahakuasaan Allah, sangat mengagungkan dirinya
sendiri, identik dengan sifat sombong.
b.
al-Hasad, adalah karakter
yang cenderung bersifat iri dan dengki terhadap kelebihan dan keberhasilan
orang lain.
c.
Ana>niyah, adalah karakter yang cenderung serba dirinya, atau
sifat egoistis tidak memahami orang lain.
d.
al-Kadzbu, adalah karakter yang cenderung pada tipudaya
atau sifat dusta/bohong.
Sedangkan
karakter nafsu Mutmainnah, Malhamah, Radhiah, Mardhiah dan Kamilah senantiasa
mendorong jiwa untuk melakukan akhlak mahmudah (terpuji), antara lain seperti:
a. al-Amanah, adalah
karakter jiwa yang jujur, dapat dipercaya untuk mengemban sesuatu amanah
sekecil apapun.
b. al-Shiddiq, adalah
karakter jiwa yang senantiasa cinta kepada kebenaran sehingga berimplikasi
perkataan dan perbuatan yang benar.
c.
al-Shabr, adalah
karakter jiwa yang senantiasa berlaku dan/atau bersifat sabar dalam menghadapi
ujian hidup.
d. al-Haya’, adalah
karakter jiwa yang senantiasa mencintai rasa malu kepada diri sendiri, malu
kepada orang lain dan malu kepada Allah swt.
e. al-Tawadhu’, adalah
karakter jiwa yang senantiasa bersifat rendah hati, bersih dari sifat sombong
dan sangat menghargai orang lain.
f.
al-Syajaah, adalah
karakter jiwa yang bersifat berani dalam kebenaran dan takut berbuat kesalahan.
g.
al-Qanaah, adalah
karakter jiwa yang senantiasa merasa cukup sangat mensyukuri segala nikmat yang
Allah berikan kepadanya.
h. al-Ikhlas, adalah
karakter jiwa yang bersifat tulus karena Allah swt, apapun yang dilakukan tidak
menimbukan beban yang memberatkan.
0 komentar:
Posting Komentar