Majlis Umrah Fak Taknik UMI Maret 2014 |
Fungsi Agama
Bagi Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, dari beberapa pemahaman tentang
makna agama, telah tergambar betapa pentingnya peran agama terhadap kehidupan
manusia. Dalam kehidupan manusia sehari-hari terdapat beraneka ragam corak
kebutuhannya, sesuai dengan tingkat kehidupan, lingkungan dan rasa kepuasan
masing-masing. Kebutuhan tersebut dapat disimpulkan dalam dua aspek, yaitu kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani.
Walaupun beraneraka ragam corak kebutuhannya, akan tetapi dapat dirasakan
ada kebutuhan yang harus ada pada setiap manusia seperti rasa ingin disayang,
rasa aman, harga diri, ingin tahu, rasa ingin sukses ini semua adalah kebutuhan
primer. Kebutuhan primer lain adalah mempercayai adanya zat Tuhan Yang Maha Esa.
Mempercayai adanya zat Tuhan Yang Maha Esa merupakan fitrah atau naluri
yang ada pada manusia sejak lahirnya, berupa pembawaan anugrah Tuhan kepada
setiap manusia. Firman Allah QS. al-A’ra>f:172
Terjemahnya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini
Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi". (Kamlakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (Keesaan Tuhan)".
Ayat di
atas secara tegas menyebutkan bahwa setiap jiwa manusia ditanya tentang kepercayaannya terhadap
eksistensi Tuhan: “Alastu Birabbikum”
(bukankah Aku ini Tuhanmu?), yang dijawab dengan tegas pula “Bala Syahidna” (betul
kami menyaksikan itu), inilah yang dimaksud fitrah. Firman Allah QS. Ar-Ru>m:30
Terjemahnya:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Maksud fitrah dalam ayat tersebut ialah bahwa manusia diciptakan Allah
mempunyuai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia yang tidak
beragama tauhid atau monoteisme, maka inilah akibat pengaruh lingkungan.
Kebutuhan manusia terhadap Tuhan yang Maha Esa dengan segala
peraturannya, dapat ditinjau dari aspek psikologi dan aspek sosiologi.
Secara psikologis orang dengan akalnya yang sehat, akan dapat pada
kesimpulan mengetahui zat Tuhan Yang Maha Esa. Dengan memperhatikan alam dan
lingkungannya timbul perasaan bahwa alam ini ada yang mengatur, yaitu zat Tuhan
Yang Maha Esa, akan tetapi akal manusia tidak dapat menjelaskan “apa, siapa dan
bagaimana Zat Tuhan Yang Maha Esa itu”. Hal ini harus dijelaskan oleh Nabi atau
Rasul kepada manusia itu.
Dari aspek sosiologis, maka manusia itu pada dasarnya makhluk hidup yang
selalu ingin bergaul dan/atau bermasyarakat. Keadaan masyarakat yang teratur
dan penuh kedamaian akan terwujud bila ada ketentuan-ketentuan atau peraturan
yang mengatur pergaulan hidup manusia itu, dalam hal ini yang tepat adalah
agama.
Di sisi lain, kita ketahui bahwa manusia lahir dalam keadaan lemah dan
tidak berdaya, dan selanjutnya manusia dalam kehidupannya pasti berhadapan
dengan berbagai tantangan dan ujian. Problem kehidupan individu, rumah tangga,
dan masyarakat, semua itu memerlukan metode atau solusi untuk pemecahannya.
Problem yang dihadapi manusia itulah yang terkadang membuat rasa tidak
tenang dan kegelisahan, sementara manusia dalam hidupnya akan senantiasa
mengharapkan ketenangan dan kebahagiaan.
Ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki tidak mungkin dapat dicapai,
kecuali dengan melalui petunjuk agama, karena ia adalah kalam Ilahi, dimana
dengan agama itu bisa melahirkan keimanan atau keyakinan adanya sang Khaliq
(pencipta) alam semesta, yang diimani atau yakini dengan “Haqqul Yakin”,
bahwa segalanya hanya ada pada keMaha Kekuasaannya, untuk itu manusia wajib
mengabdi (beribadah-menyembah) kepada-Nya serta senantiasa berdoa agar kita
dapat terhindar dari berbagai macam kedzoliman, dan memohon agar Allah akan
memberikan limpahan Rahmat dan Ridho-Nya. Disini besar sekali peran potensi
iman seseorang, dan hal itu akan bisa diwujudkan dengan baik, apabila manusia
beragama dengan baik pula.
Orang yang beriman akan senantiasa bertawakkal kepada Allah, berharap dan
berserah diri dengan jalan memperbanyak ibadah dan berdoa tanpa ada keraguan,
senantiasa syukur terhadap nikmat Allah, dan bersabar menghadapi segala musibah
yang datang, dan apabila menemukan kegagalan, maka selalu diambil hikmahnya,
bahwa dibalik kegagalan ada rahasia Allah yang lebih baik. Sifat yang demikian
akan membuat kita senantiasa hidup tentram, tidak berburuk sangka kepada sesama
manusia, terlebih kepada Allah swt.
AGAMA ISLAM
1. Arti dan Ruang Lingkup
Agama Islam
Apabila
dicari dari asal katanya, Islam berasal dari kata aslama yang
merupakan turunan dari kata assalmu,
assalamu, assalamatu
yang artinya bersih dan selamat dari kekacauan lahir batin.
Dari asal kata ini dapat diartikan bahwa dalam Islam terkandung makna suci,
bersih tanpa cacat atau sempurna.
Kata
Islam juga dapat diambil dari kata assilmu dan assalmu yang berarti perdamaian dan keamanan. Dari asal kata ini Islam
mengandung makna perdamaian dan keselamatan, karena itu kata assalamu ‘alaikum
merupakan tanda kecintaan seorang muslim kepada orang lain, karena itu selalu
menebarkan doa dan kedamaian kepada sesama. Dan dari kata assalamu, assalmu dan assilmu yang berarti menyerahkan diri, tunduk dan taat. Semua asal kata di atas
berasal dari tiga huruf, yaitu sin, lam
dan mim
(dibaca salima)
yang berarti sejahtera,
tidak tercela dan selamat.
Berdasar
pengertian sebagaimana diungkapkan di atas dapat disimpulkan, Islam mengandung
arti berserah diri,
tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak
Allah. Kepatuhan dan ketundukan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian kepada sesama manusia dan lingkung-annya.
Pengertian
Islam secara terminologis diungkapkan Ahmad Abdullah Almasdoosi (1962) bahwa
Islam adalah kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia
digelarkan ke muka bumi, dan terbina dalam bentuknya yang terarkhir dan
sempurna dalam al-Quran yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi-Nya yang terakhir,
yakni Nabi Muhammad Bin Abdullah, satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang
jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia, baik spiritual maupun material.
Bertolak
dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa Islam
adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya,
berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan
manusia, dan manusia dengan alam semesta. Agama diturunkan ke muka bumi sejak
Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw adalah agama
Islam. Firman Allah QS. Ali> Imra>n,
3:19
Terjemahnya:
”Sesungguhnya
agama di sisi Allah adalah Islam”.
Hemat
penulis, uraian di atas mempertegas bahwa semua agama wahyu sejak dari Nabi
Adam as sampai kepada Nabi Muhammad saw adalah ”Islam”, baik dalam pendekatan
bahasa (yaitu kata Islam) maupun pemaknaan terminologi berdasarkan ayat-ayat
al-Qur’an. Atas dasar itu maka lahirlah kelompok atau pembagian agama yakni, agama samawi dan agama ardhi, dan/atau agama wahyu
dan agama budaya. Agama wahyu sumbernya dari Tuhan, sedangkan agama
ardhi/budaya sumbernya dari manusia.
Menurut al-Qur’an semua Rasul
Allah swt mengajarkan keesaan Allah (tauhid) sebagai dasar keyakinan bagi umatnya.
Sedangkan aturan-aturan pengalamannya disesuaikan dengan tingkat perkembangan
budaya manusia pada zamannya. Karena itu di antara para rasul itu terdapat
perbedaan dalam syariat.
Setelah rasul-rasul yang membawanya wafat, agama Islam yang dianut oleh
para pengikutnya itu mengalami perkembangan dan perubahan baik nama maupun isi
ajarannya. Akhirnya
Islam menjadi nama bagi satu-satunya agama, yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad
saw sebagai penutup Nabi dan Rasul.
Agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah Islam yang
terakhir diturunkan Allah kepada manusia. Karena itu tidak akan ada lagi Rasul
yang diutus ke muka bumi. Kesempurnaan ajaran Islam yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw sesuai dengan tingkat budaya manusia yang telah mencapai
puncaknya, sehingga Islam akan sesuai dengan budaya manusia sampai sejarah
manusia berakhir pada hari kiamat kelak.
Agama Islam berisi ajaran yang komprehensip menyangkut seluruh aspek
kehidupan manusia, baik sebagai hamba Allah, individu, anggota masyarakat,
maupun sebagai makhluk dunia.
4. Kerangka Dasar
Ajaran Islam
Secara garis besar, kerangka dasar dan/atau lingkup agama Islam
menyangkut tiga hal pokok, yaitu:
1. Aspek
keyakinan yang disebut aqidah, yaitu
aspek credial atau keimanan terhadap Allah dan semua yang
difirmankan-Nya untuk diyakini.
2. Aspek norma atau hukum yang disebut syariah, yaitu
aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama
manusia, dan dengan alam semesta.
3. Aspek
perilaku yang disebut akhlak, yaitu sikap-sikap
atau perilaku yang nampak dari pelaksanaan aqidah dan syariah. Ketiga aspek
tersebut tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi menyatu membentuk kepribadian
yang utuh pada diri seseorang muslim. Firman Allah QS.
al-Baqarah, :208
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu
ke dalam Islam secara kese-luruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Antara aqidah, syariah dan akhlak masing-masing saling berkaitan. Aqidah
atau iman merupakan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk melaksanakan
syariah. Apabila syariah telah dilaksanakan berdasarkan aqidah akan lahir
akhlak. Oleh karena itu, iman tidak hanya ada di dalam hati, tetapi ditampilkan
dalam bentuk perbuatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aqidah
merupakan landasan bagi tegak berdirinya syariah dan akhlak adalah perilaku
nyata pelaksanaan syariah.
Gambar: 5
DESKRIPSI KEANGKA DAN PERAN
AQIDAH ISLAM
Uraian
di atas menggambarkan bahwa aqidah mempu-nyai peran yang sangat penting dalam
kehidupan beragama. Ibarat sebuah bangunan, aqidah merupakan pondasi dan/atau
tiang pancang yang mesti kokoh untuk menopang seluruh badan bangunan agar tidak
mudah roboh. Aqidah yang kokoh akan mampu melaksanakan syariah atau hukum-hukum
al-Qur’an dan hadis, yang kemudian berimplikasi melahirkan akhlakulkarimah.
0 komentar:
Posting Komentar