Ibadah Umrah Maret 2014 |
KONSEP KETUHANAN MENURUT ISLAM
Sebagai aspek
keimanan, masalah Ketuhanan mendapat perhatian dan pengkajian yang intensif di
lingkup masyarakat Islam. Dalam konteks ini, aspek yang akan dikaji adalah aspek kejiwaan dan nilai. Kecintaan kepada Allah, ikhlas beramal hanya karena Allah,
serta mengabdikan diri dan tawakkal
sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang ushuli (pokok) dalam menyempurnakan cabang-cabang keimanan (M.
Abduh Malik dkk, 2009:1).
Selajutnya diuraikan, sesungguhnya amalan
lahiriah berupa ibadah mahdhah dan muamalah akan mencapai kesempurnaan, jika
diramu dengan nilai keutamaan yang ushuli
tersebut sehingga nilai-nilai tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan
terwujud dalam setiap gerak serta perilaku umat Islam. Pendidikan
modern dimungkinkan telah berimplikasi negatif terhadap jiwa peserta didik
generasi penerus bangsa dari berbagai arah.
Untuk itu perlu
ditanamkan nilai-nilai keimanan dalam
nalar, pikir, dan akal budi mereka, agar mereka selamat dari pengaruh
negatif tersebut.
Islam agama ibadah.
Ajaran tentang ibadah didasarkan atas kesucian hati yang dipenuhi dengan
keikhlasan, cinta, dan dibersihkan dari dorongan hawa nafsu, egoisme, dan sikap
ingin menang sendiri. Seorang muslim tidak sempurna jika kehangatan
spiritualitas yang dimiliki tidak disertai dengan pengalaman ilmiah dan ketajaman nalar. Pentingnya budi bagi iman,
ibarat pentingnya mata bagi orang yang sedang berjalan.
Hemat penulis,
memahami urgensi iman kepada Tuhan sebagaimana telah diuraikan, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Iman kepada Tuhan bersifat ushuli atau
pokok.
2.
Iman kepada Tuhan bersifat kausa prima
(sebab akibat).
3.
Iman kepada Tuhan berpengaruh pada
nilai atau derajat iman pada rukun-rukun iman yang lainnya.
2. Filsafat
Ketuhanan dalam Islam
Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan Tuhan, dalam al-Qur’an
dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan dan/atau dipentingkan
oleh manusia, antara lain terdapat pada QS.
al-Jatsiyah, (45):23 dan QS. al-Qashash, (28):38.
Makna ila>h dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan, bahwa
perkataan ila>h bisa mengandung arti
berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) ataupun benda nyata
(Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ila>h dalam al-Qur’an juga
dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: Ila>hun), ganda (mutsanna:
Ila>haini), dan banyak (jama’: a>lihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti
tentang definisi Tuhan atau ila>h yang tepat berdasarkan penjelasan al-Qur’an
adalah sebagai berikut Tuhan (ila>h) ialah
sesuatu yang sangat dipentingkan oleh manusia, sehingga manusia merelakan
dirinya dikuasai oleh-Nya". Perkataan dipentingkan hendaklah
diartikan secara luas, tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan,
diharapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula
sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian (M. Abduh Malik
dkk, 2009:3).
Definisi Ilah menurut Ibnu
Taimiyah:
Ila>h (Tuhan) ialah: Yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk
kepada-Nya, merendahkan diri di hadapan-Nya, takut, dan mengharap- kan-Nya.
Kepada-Nya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan
bertawakkal kepada-Nya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari
pada-Nya, dan menimbul-kan ketenangan di saat mengingat-Nya dan terpaut cinta
kepada-Nya (M. Imaduddin, 1989:56 ).
Berdasarkan defmisi
tersebut dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa bentuk apa saja, yang
dipentingkan oleh manusia. Logikanya, manusia tidak mungkin atheis,
atau tidak ber-Tuhan.
Dalam ajaran Islam ditemukan pernyataan la>
ila>ha illa Allah. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu tidak ada Tuhan, kemudian baru diikuti
dengan penegasan melainkan Allah. Hal itu berarti bahwa, seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam keyakinan terhadap Tuhan, sehingga yang
ada dalam hatinya hanya satu Tuhan, yaitu Allah
swt.
3. Sejarah Pemikiran Tentang Tuhan Menurut Barat
Konsep Ketuhanan
menurut pemikiran Barat didasarkan atas hasil
pemikiran, baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan
adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, selanjutnya mengalami
peningkatan menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian oleh EB
Taylor,
Robertson Smith, Lubbock dan Jevens.
Proses perkembangan
pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme dalam M. Abduh Malik
dkk, 2009:4:
a. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman
primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Setiap benda diyakini mempunyai
pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif.
b. Animisme.
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga
mempercayai adanya roh dalam hidupnya. Setiap
benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang
aktif sekalipun bendanya telah mati. Menurut kepercayaan ini, agar manusia
tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan
kebutuhan roh berupa saji-sajian.
c. Politheisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme ternyata lambat-laun tidak
memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain, kemudian
disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya, misalnya dewa
cahaya, dewa air, dsb.
d. Henotheisme.
Politheisme tidak memberikan
kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa
yang diakui, diadakan seleksi,
karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lambat-laun kepercayaan
manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya
mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia
masih mengakui Tuhan bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu
bangsa disebut dengan henotheisme.
e. Monotheisme.
Kepercayaan henotheisme meningkat menjadi monotheisme. Hanya mengakui adanya satu Tuhan untuk
seluruh bangsa. Bentuk monotheisme ditinjau
dari filsafat Ketuhanan terbagi menjadi tiga paham, yaitu deisme, pantheisme, dan theisme.
0 komentar:
Posting Komentar