Sekular berasal dari bahasa
Inggris, yaitu secular yang berarti: bersifat duniawi, fana, temporal,
yang tidak bersifat spiritual, abadi dan sakral; kehidupan di luar biara, dan
sebagainya. Secara istilah, sekular dapat
diartikan sebagai keterbebasan manusia pertama-tama dari agama kemudian
metafisika yang mengatur nalar dan bahasanya. Dalam pengertian lain adalah
keterlepasan manusia di segala sektor kehidupannya dari dominasi
lembaga-lembaga dan simbol-simbol keagamaan. Dua definisi tersebut menunjukkan
bahwa sekular adalah keterbebasan manusia dalam cara berfikirnya dan dalam
segala sektor kehidupan pribadi dan masyarakat yang berwujud dalam berbagai
aspek kebudayaan, dari segala yang bersifat keagamaan dan metafisika, sehingga
bersifat duniawi belaka.[1]
Pandangan sekular adalah sebuah
pandangan yang tidak mendasarkan diri pada keyakinan tentang Tuhan, alam gaib,
hari akhir dan segala sesuatu yang keberadaannya meniscayakan eksistensi Tuhan.
Pandangan ini berakibat langsung pada separatisasi pengetahuan dari dimensi
ke-Tuhanan. Oleh karena itu, sekularisme melahirkan sebuah pengetahuan yang
tidak memiliki nilai sakralitas. Keimanan dianggap sesuatu yang tidak penting
dalam masalah keilmuan dan karena itu iman tidak perlu ada dalam proses
pencarian, perumusan, serta aplikasi ilmu.
Dengan demikian, pandangan
sekular adalah sebuah pandangan yang tidak mendasarkan diri pada keyakinan
tentang Tuhan, alam gaib, hari akhir dan segala sesuatu yang keberadaannya
meniscayakan eksistensi Tuhan. Pandangan ini merupakan separatisasi pengetahuan
dari dimensi ke-Tuhanan. Oleh karena itu, sekularisme akan melahirkan sebuah
pengetahuan yang tidak memiliki nilai sakralitas. Keimanan adalah sesuatu yang
tidak penting dalam masalah keilmuan. Iman tidak perlu ada dalam proses
pencarian, perumusan, serta aplikasi ilmu.
[1]Lihat
Juhaya S. Pradja, Aliran-aliran Filsafat dari Rasionalisme hingga
Sekularisme (Bandung: Alva Gracia CV, 1987), h. 94.
0 komentar:
Posting Komentar