BerandaAboutArtikel
Rozalinda’s Weblog
Just another WordPress.com weblog
Pengumpan: Tulisan Komentar« Perkembangan Perwakafan di IndonesiaKritik Terhadap Kinerja Pengelolaan Wakaf Uang di Indonesia »
Mei 4, 2010 oleh rozalindaTabung Wakaf Indonesia (TWI) merupakan badan unit atau badan otonom dengan landasan badan hukum Dompet Dhuafa Republika, berdiri pada tanggal 14 Juli 2005. TWI merupakan badan hukum yayasan yang telah kredibel dan memenuhi persyaratan sebagai nazhir wakaf sebagaimana dimaksud Undang-undang Wakaf. Yakni sebagai nazhir wakaf berbentuk badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan keagamaan Islam. Pendirian lembaga pengelola wakaf ini adalah untuk mewujudkan sebuah lembaga nazhir wakaf dengan model suatu lembaga keuangan yang dapat melakukan kegiatan mobilisasi penghimpunan harta benda dan dana wakaf guna memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat. Lembaga ini ikut mendorong pembangunan sosial dan pemberdayaan ekonomi. Kelahiran lembaga ini diharapkan dapat melakukan optimalisasi wakaf sehingga wakaf dapat menjadi penggerak ekonomi ummat. Sasaran lembaga pengelola wakaf adalah seluruh lapisan masyarakat yang memiliki kemampuan berwakaf dan masyarakat yang menjadi sasaran program pemberdayaan TWIDompet Dhuafa Republika merupakan institusi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat pada tanggal 8 Oktober 2001. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 439 Tahun 2001, Dompet Dhuafa Republika pun dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat. Itu berarti payung hukum yang dipakai sampai saat ini untuk legalitas lembaga pengelola wakaf uang masih sebagai amil zakat, belum sebagai nazhir.Kegiatan utama TWI, yang mempunyai visi “Membangkitkan peran wakaf sebagai penegak dan pembangkit ekonomi ummat”, dan misi “Mendorong pertumbuhan ekonomi ummat serta optimalisasi peran wakaf dalam sektor sosial dan ekonomi produktif “adalah melakukan kegiatan menghimpun harta benda wakaf baik berupa benda tidak bergerak, maupun benda bergerak dan melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang telah dihimpunnya untuk kepentingan ummat.Aspek organisasi TWI yang berorientasi pada kepentingan dan kemaslahatan masyarakat umum didisain dengan memperhatikan visi dan misinya. Kekuatan TWI dari segi organisasi dan manajemen muncul dari kualitas personil dan sistem serta manajemen yang amanah dan profesional dengan kriteria dan dimensi yang dibutuhkann sesuai dengan kompetensinya.Agar lembaga pengelola wakaf dapat berdaya guna, maka pengelolaan atau manajemennya harus berjalan dengan baik. Manajemen wakaf yang baik adalah suatu keniscayaan. Kualitas manajemen organisasi pengelola wakaf harus dapat diukur. Untuk itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya. Pertama, Amanah, sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap nazhir wakaf. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sitem yang dibangun. Kedua, Profesional sifat amanah belumlah cukup. Harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya. Ketiga, Transparan, dengan transparannya pengelolaan wakaf, sistem kontrol yang baik dapat diciptakan karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja tetapi juga akan melibatkan pihak eksternal. Dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.Ketiga kata kunci ini dapat diimplementasikan apabila didukung oleh penerapan prinsip-prinsip operasional manajemen wakaf. Prinsip-prinsip operasionalisasi lembaga pengelola wakaf antara lain. Pertama, dilihat dari aspek kelembagaan. Sebuah lembaga pengelola wakaf harus memperhatikan berbagai faktor, yaitu visi dan misi, kedudukan, dan sifat lembaga, legalitas dan struktur organisasi, serta aliansi strategis. Kedua, aspek Sumber Daya Manusia (SDM). SDM merupakan aset yang paling berharga, sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi nazhir wakaf harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu, perlu diperhatikan faktor perubahan paradigma bahwa nazhir wakaf adalah sebuah profesi dengan kualifikasi SDM yang khusus. Ketiga, aspek sistem pengelolaan. Lembaga pengelola wakaf harus memiliki sistem pengelolaan yang baik. Unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah lembaga pengelola wakaf harus memiliki 1) Sistem, prosedur, dan aturan yang jelas. 2) Manajemen terbuka. 3) Mempunyai activity plan. 4) Mempunyai lending commite. 5) Memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan, diaudit. 6) Publikasi. dan 7) Perbaikan terus menerus.Mekanisme yang dilakukan Tabung Wakaf Indonesia (TWI) dalam mengelola dana wakaf uang dapat dilihat dari beberapa aspek yakni penghimpunan dana wakaf, manajemen investasi serta pendistribusiannya kepada mauquf alaih.1. Manajemen Fundraising Dana WakafPenghimpunan dana (fundraising) merupakan kegiatan penggalangan dana dari individu, organisasi, maupun badan hukum. Fundraising termasuk proses mempengaruhi masyarakat (calon wakif) agar mau melakukan amal kebajikan dalam bentuk penyerahan uang sebagai wakaf maupun untuk sumbangan pengelolaan harta wakaf. Kegiatan pengerahan dana ini sangat berhubungan dengan kemampuan perseorangan, organisasi, badan hukum untuk mengajak dan mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan kesadaran, kepedulian dan motivasi untuk melakukan wakaf.Dalam melaksanakan kegiatan fundraising, banyak metode dan teknik yang dapat dilakukan. Pada dasarnya ada dua jenis yang bisa digunakan, yaitu langsung (direct fundraising) dan tidak langsung (indirect). Metode langsung adalah metode yang menggunakan teknik-teknik atau cara-cara yang melibatkan partisipasi wakif secara langsung. Yakni bentuk-bentuk fundraising di mana proses interaksi dan daya akomodasi terhadap respon wakif bisa seketika (langsung) dilakukan. Misalnya melalui direct mail, direct advertising, telefundraising dan presentasi langsung. Metode fundraising tidak langsung, merupakan suatu metode yang menggunakan teknik atau cara yang tidak melibatkan partisipasi wakif secara langsung. Metode ini dilakukan dengan metode promosi yang mengarah kepada pembentukan citra lembaga yang kuat, tanpa diarahkan untuk transaksi donasi pada saat itu. Misalnya advertorial, image campaign dan penyelenggaraan suatu kegiatan melalui perantara, menjalin relasi, melalui referensi, dan mediasi para tokoh.Fundraising mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan organisasi pengelola wakaf dalam rangka pengumpulan dana wakaf dari masyarakat. Dengan fundraising banyak hal yang dapat dilakukan oleh sebuah lembaga pengelola wakaf dalam rangka penggalangan dana, seperti pendekatan terhadap para calon wakif yang akan mendonasikan dananya kepada lembaga, meningkatkan citra lembaga, mencari sipatisan, dan lain sebagainya. Dengan fundraising, penghimpunan harta wakaf bisa dilakukan dengan berbagai cara yang positif untuk menarik calon wakif. Karena fundraising bertujuan untuk menghimpun dana, memperbanyak wakif, meningkatkan atau membangun citra lembaga, menghimpun simpatisan, relasi dan pendukung, serta meningkatkan kepuasan wakif.Secara makro, menurut Dian Masyita dalam laporan penelitiannya, dalam pengelolaan wakaf uang sektor fundraising dana wakaf uang adalah salah satu model yang dapat diterapkan. Tanggung jawab pada sektor ini adalah mengumpulkan dana wakaf uang dari wakif kemudian mendistribusikannya pada investasi portofolio. Keuntungan dari investasi didistribusikan pada program pengentasan kemiskinan. Keuntungan yang akan didistribusikan tergantung pada permintaan wakif, seperti pendidikan, infrastruktur, rehabilitasi keluarga, kesehatan, dan sanitasi kesehatan publik. Dalam sektor peningkatan wakaf uang, ada beberapa hubungan sebab akibat antara orang kaya yang mempunyai potensi sebagai wakif, pengumpulan dana wakaf uang, investasi dana ke berbagai portofolio, dan mendapatkan keuntungan dari investasi yang akan didistribusikan pada orang miskin.Kegiatan penghimpunan harta benda wakaf dilakukan oleh TWI dari para wakif yang mempercayakan harta bendanya untuk diwakafkan dengan menunjuk TWI selaku nazhirnya. Harta benda wakaf yang dimaksud sesuai dengan amanat Undang-undang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, berupa barang tidak bergerak, seperti tanah, bangunan, tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah. Harta benda wakaf berupa benda bergerak, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual.Dalam melakukan penggalangan dana umat, TWI menggunakan strategi media campaign, membership, special event seperti Qurban, dan galang dana lewat strategi modern lainnya. Ini menunjukkan upaya TWI untuk menghimpun dana wakaf uang secara profesional dan inovatif. Dari berbagai media campaign, media massa merupakan sarana yang paling efektif dalam menggalang dana publik. Upaya penggalangan dana dengan menggunakan media massa umumnya dilakukan dengan cara berkampanye di media massa. Melalui iklan, maupun pemberitaan untuk mendapat dukungan pendanaan atau bentuk-bentuk bantuan lain dari masyarakat. Seperti yang ditegaskan Hamid Abidin, peneliti PIRAC, dalam beberapa kasus, media massa memang terbukti efektif dalam menggalang dana.Seperti layaknya lembaga filantropi modern, Dompet Dhuafa Republika memilih Republika, Tabloid Adil dan Tabloid Tekad, news letter Tawadu dan Masakini sebagai sarana promosi dan penggalangan dana dari masyarakat. Media ini dipilih karena pembaca utamanya komunitas muslim. Semuanya menjangkau pembaca yang kebanyakan kelas menengah dengan penghasilan yang tinggi. Penyumbang juga dapat melihat nama mereka dalam daftar penyumbang yang dipublikasikan secara teratur oleh Dompet Dhuafa Republika melalui media tersebut. Mereka juga diberikan informasi ke mana sumbangan diserahkan. Dengan strategi penggalangan dana yang profesional dan inovatif inilah, Dompet Dhuafa berhasil menggalang dana milyaran rupiah dari masyarakat. Jumlah dana yang berhasil dihimpun lembaga ini dari tahun ke tahun terus bertambah.Dalam melakukan penghimpunan dana wakaf dari masyarakat, TWI membebankan tugas ini pada divisi fundraising. Dalam manajemen TWI, divisi ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan besar atau kecilnya penghimpunan dana wakaf dari masyarakat. Untuk menjadi nazhir yang profesional, TWI terus berusaha menata sistem pelayanan sebaik mungkin. Sejak berdiri, TWI terus melakukan edukasi kepada masyarakat tentang wakaf. Saat ini media-media yang digunakan sebagai fundraising tools-nya antara lain news letters (terbit periodik 4 bulan sekali), advertorial satu halaman di Dialog Jumat (media suplemen harian umum Republika) dengan frekuensi satu bulan dua kali yakni minggu ke-2 dan 4. Tak ketinggalan brosur-brosur yang disebarkan melalui masjid, komplek perumahan, even-even keagamaan dan lain sebagainya. Selain itu, pihak nazhir juga memberikan pencerahan di bidang perwakafan di berbagai acara pengajian, diskusi, seminar dan lain-lain.Kesan profesionalisme yang dilakukan TWI tampak dengan adanya divisi khusus penggalang dana atau divisi marketing yang menjadi ”mesin pencari” dana lembaga pengelola wakaf ini. Lewat divisi inilah berbagai program yang berkaitan dengan penggalangan dana digarap, seperti merancang strategi fundraising, melakukan kampanye, mencari wakif baru, menyusun data base, dan kegiatan lainnya. Untuk mendukung pelaksanaan tugas ini divisi fundraising dibantu oleh beberapa subdivisi, yakni marketing, yang melakukan penghimpunan dana dengan melakukan pendekatan pada calon wakif melalui pengajian di perkantoran, di komplek perumahan muslim elit maupun menengah, dan kepada komunitas muslim tertentu sebagai calon wakif yang potensial, maupun melalui spanduk, dan brosur.Dari direct fundraising yang dilakukan ternyata banyak masyarakat yang belum memahami wakaf uang. Sehingga dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat calon wakif ini, menurut Novianti yang mengemban tugas sebagai fundraising TWI, mereka terlebih dahulu menjelaskan tentang wakaf bahkan zakat. Menurutnya, masyarakat masih banyak yang belum paham dan mengerti wakaf. Mereka belum mempunyai kesadaran untuk mengeluarkan filantropi Islam ini. Untuk itu, yang dilakukan terlebih dahulu adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang wakaf uang sehingga diharapkan dari kegiatan tersebut akan muncul kesadaran masyakarat untuk menyumbangkan sebagian hartanya dalam bentuk wakaf. Di samping melakukan strategi fundraising dengan cara melakukan pendekatan secara langsung kepada masyarakat calon wakif, TWI juga melakukan kerja sama dengan lembaga instansi tertentu menjadi sponsor dalam suatu kegiatan. Kegiatan ini dilakukan oleh sub marketing communication (marcom). Pemasangan spanduk di tempat strategis juga dilakukan (TWI) dalam rangka menarik masyarakat untuk berwakaf.Untuk menjaga komunikasi dan loyalitas donaturnya, mereka juga berupaya menjaga hubungan baik dengan para donatur dengan cara mengirimkan kartu lebaran dan majalah gratis pada para donatur. Selain itu, lembaga ini juga memberikan pelayanan jemputan atau pengambilan bagi donatur yang ingin dananya diambil di rumahnya. Dengan begitu, mereka merasa lebih dihargai sehingga menjadi donatur yang loyal. Dengan strategi itulah lembaga pengelola wakaf ini berhasil meraih kepercayaan masyarakat dan menggalang dana dalam jumlah besar. Melalui dukungan dana umat inilah mereka bisa sustainable (menopang) dalam mendanai program lembaganya. Keberhasilan tersebut tentu membanggakan mengingat lembaga-lembaga sosial lainnya masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan danaSeperti yang diakui Rini Suprihartanti, Direktur Keuangan dan Operasional Dompet Dhuafa Republika, untuk menjaga loyalitas donatur, lembaga ini menerapkan prinsip customer service dalam bentuk transparansi dalam pengelolaan keuangan. Sejak berdiri tahun 2003, laporan keuangan Dompet Dhuafa diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Penilaian “wajar” selalu diberikan oleh auditor kepada lembaga ini. Fungsi reporting pada donatur memegang peranan yang sangat penting karena melalui media inilah komunikasi dengan donatur dapat dibina, baik dalam bentuk laporan mingguan, maupun bulanan. Bagi donatur yang terdaftar di Dompet Dhuafa Republika, akan mendapat news letter bulanan seperti Tawadu dan Masakini yang di dalamnya dimuat laporan kegiatan, laporan keuangan, dan reality show yang mengetuk hati donatur. Fungsi reporting yang diserahkan kepada donatur kadang dapat difungsingkan sebagai reminder/pengingat kepada donatur untuk segera mengeluarkan zakatnya atau menyalurkan wakaf uangnya. Reporting dalam bentuk news letter ini sangat mempengaruhi kepada donasi zakat atau wakaf. Jika terjadi keterlambatan mengirim news letter kepada donatur, bisa berakibat pada penurunan donasi yang diterima Dompet Dhuafa, donatur mengkonfirmasi tentang keterlambatan pengiriman news letter kepada mereka.Khusus untuk wakaf uang tunai, TWI melakukan kegiatan penghimpunan dana wakaf bekerja sama dengan lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya baik langsung maupun tidak ke dalam kegiatan operasional perbankan syariah dengan mengeluarkan produk bersama antara TWI dan perbankan syariah tertentu dalam bentuk simpanan dana wakaf masyarakat pada perbankan syariah tersebut.Dalam menyalurkan wakaf uangnya wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri. Sekarang sudah ada beberapa bank syari’ah yang sudah ditunjuk melalui SK Menteri Agama setelah ada rekomendasi dan pertimbangan dari BWI bahwa bank tersebut layak untuk menjadi bank penerima wakaf. Bank-bank tersebut adalah Bank Syari’ah Mandiri (BSM), Bank Muamalat Indonesia (BMI), BNI Syari’ah, Bank Mega Syari’ah, dan Bank DKI Syari’ah. Bank-bank ini mengeluarkan sertifikat wakaf uang dan menerima wakaf dari wakif.Seperti yang dijelaskan MA Mannan, bank syari’ah sebagai pengelola dana wakaf uang menyediakan jasa layanan perbankan dengan menerbitkan sertifikat wakaf uang dan melakukan manajemen terhadap dana wakaf tersebut. Kemudian, bank menyalurkan benefit kepada masyarakat khususnya masyarakat miskin melalui optimalisasi sumber daya masyarakat. Dalam hal ini, bank membantu melakukan mobilisasi tabungan sosial dan melakukan tranformasi dari tabungan sosial menjadi modal. Yang berarti bank membantu perkembangan pasar modal sosial (sosial capital market). Lebih lanjut, menurut pendiri SIBL ini, wakaf uang dapat berperan sebagai supplemen pendanaan berbagai proyek investasi sosial yang dikelola oleh bank Islam. Bahkan sekarang di Bangladesh, wakaf uang memiliki arti penting dalam memobilisasi dana bagi pengembangan wakaf property. Bank Islam dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam mengaktifkan dan melembagakan kembali peran lembaga-lembaga sosial ekonomi Islam (baik yang wajib maupun yang sunat) serta berbagai instrument redistribusi pendapatan melalui penciptaan instrument keuangan, seperti waqf properties development bond, cash waqf certificate, zakat certivicate, hajj saving certivicate dan trust fund.Dalam menghimpun wakaf uang, disamping berpusat di kantor TWI di komplek perkantoran Margaguna Jakarta Selatan, TWI juga bekerjasama dengan beberapa bank Syari’ah. Seperti Bank Danamon Syari’ah cabang Ciracas, BNI Cabang Jakarta Selatan, Bank Syari’ah mandiri Cabang Pondok Indah, dan BII Syari’ah Platinum Acces Cabang Thamrin, dengan rekening atas nama Yayasan Dompet Dhuafa. Selain bank, gerai dan kantor kas, TWI membuka konter bergerak (moving counter) di pusat-pusat bisnis. Di antaranya Toko Buku Walisongo, Kwitang Jakarta Pusat, yang dibuka saat menjelang gajian demikian menurut Novianti Endang Mustaqimah, Manajer Fundraising TWI. Strategi fundraising ini dilakukan adalah untuk memudahkan wakif yang ingin berwakaf sehingga dirasakan lebih nyaman dan praktis. Jika dilihat dari peraturan perwakafan, kebijakan fundraising seperti ini sebetulnya kurang tepat, karena beresiko terhadap eksistensi dan akuntabilitas manajemen keuangan.Di samping menghimpun dana di bank-bank syari’ah yang ada, penerimaan dana wakaf juga dilakukan secara langsung di counter-counter yang bertempat di masing-masing kantor kas penerima wakaf uang yang berada dalam jaringan Yayasan Dompet Dhuafa Republika. Banyaknya kantor kas sebagai penerima dana wakaf uang ini di satu sisi memudahkan masyarakat menyalurkan dana wakaf uangnya sehingga dana wakaf yang terhimpun lebih banyak. Namun, penghimpunan dana seperti ini mengakibatkan kacaunya laporan keuangan, yang disebabkan oleh keterlambatan kantor kas melaporkan keuangan mereka yang menimbulkan beragamnya laporan keuangan wakaf uang. Kemudian, Dompet Dhuafa membuat kebijakan keuangan sistem satu pintu, seluruh dana wakaf uang yang terhimpun pada masing-masing kantor kas Dompet Dhuafa dan TWI, dipusatkan pada satu kas yaitu kantor pusat Dompet Dhuafa Republika. Masing-masing kantor kas Dompet Dhuafa dan TWI hanya berperan sebagai penghimpunan dana wakaf uang semata, sedangkan kebijakan dan pengelolaan keuangannya berada pada manajemen keuangan Yayasan Dompet Dhuafa.Dalam penghimpunan dana wakaf tahun 2008, TWI menargetkan penghimpunan dana sebesar 2 Milyar rupiah. Untuk tahun 2008, menurut Novianti, Manajer Marketing TWI, lembaga ini berhasil melewati target 2 milyar. Sekarang tahun 2009, target kegiatan yang dilakukan TWI adalah pengoptimalan program investasi dana wakaf karena tahun 2008 banyak dana wakaf yang menganggur (idle). Menganggurnya dana wakaf uang yang telah terhimpun pada TWI ini disebabkan oleh tidak adanya rencana strategis tahunan serta tidak adanya system operation procedure yang dibuat secara tertulis oleh TWI. Pada hal SOP ini mutlak diperlukan oleh lembaga pengelola wakaf uang. Karena untuk bisa efektifnya pengelolaan wakaf uang seperti yang ditegaskan oleh Sherafat Ali Hashmi, Direktur Institut Administrasi Business, Universitas Karachi, bahwa manajemen lembaga wakaf yang ideal, menyerupai manajemen perusahaan (corporate management). Dengan demikian, pengelolaan wakaf uang harus menerapkan sistem perencanaan dan pengawasan dengan efektif.Dalam menghimpunan dana wakaf uang menerapkan skema bank syari’ah hanya sebagai kasir Tabung Wakaf Indonesia yang dihimpun pada rekening Dompet Dhuafa. Dana wakaf yang dihimpun dikelola langsung oleh Tabung Wakaf Indonesia.Pada dasarnya pengelolaan harta wakaf, baik wakaf benda tidak bergerak, maupun wakaf benda bergerak telah dilakukan oleh Dompet Dhuafa Republika sejak tahun 2001. Hal ini terlihat dari berhasilnya Dompet Dhuafa Republika menghimpun dana wakaf uang sebesar Rp86.968.000,00 Penghimpunan dana wakaf uang ini meningkat tahun 2002, sebesar Rp822.451.600,00 Peningkatan ini nampaknya dipengaruhi oleh keluarnya fatwa MUI tentang wakaf uang 11 Mei 2002. Peningkatan jumlah dana yang berhasil dihimpun ini terus terjadi tahun 2004 di saat pembahasan dan pensahan undang-undang wakaf. Ini terlihat dari laporan keuangan Dompet Dhuafa tahun 1425 H yang menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan yakni Rp7.443.389.785,00 Hal ini berarti sejak ditetapkan sebagai lembaga yang khusus mengelola wakaf uang, TWI mencoba melakukan tanggung jawabnya secara profesional. Sejak peresmian TWI menjadi lembaga pengelola wakaf yang diberi kewenangan untuk mengakses potensi wakaf uang secara mendiri. Dana wakaf yang berhasil dihimpun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Untuk lebih jelasnya bagaimana perkembangan dana wakaf yang berhasil dihimpun TWI dapat digambarkan pada tabel di bawah ini:Tabel 2.4Penerimaan Wakaf UangTahun Jumlah keterangan2001 86,968,0002002 822,541,600 1 Jan 2002-4 Nov 20021423/1424 H 391,914,297 5 Nov 2002-25 Okt 20032004/1425 H 7,443,389,7852005/1426 H 1,099,145,5982006/1427 H 1,399,798,9252008/1428 H 1,943,819,3912009/1429 H 2,070,990,2991430 H 3,637,700,176 Sya’ban 1430/21 Agustus 2009Total 18,896,268,071Sumber: Laporan Keuangan Dompet Dhuafa, 2001-2009Berdasarkan tabel ini penerimaan dana wakaf pada TWI dari tahun ke tahun dapat dilihat pada grafik di bawah ini:Grafik 1.4Penerimaan Dana WakafSumber: Laporan Keuangan Dompet Dhuafa, 2001-2009Dari laporan keuangan ini, terlihat perbedaan yang signifikan pada jumlah dana wakaf yang berhasil dihimpun sebelum pengelolaan dana wakaf diserahkan secara penuh ke TWI. Dengan pelimpahan wewenang kepada TWI untuk mengelola wakaf secara semi independen dana wakaf yang berhasil dihimpun mengalami peningkatan.TWI dalam menghimpun dana wakaf menawarkan beberapa jenis peruntukan wakaf uang untuk beberapa sektor sesuai dengan program yang disusun, seperti Wakaf Produktif, Wakaf City, Wakaf Pertanian, Wakaf Sarana Niaga, Smart Ekselensia, LKC, Rumah Cahaya, Wisma Mualaf, dan sebagainya. Dari dana yang terhimpun ternyata kebanyakan wakif menyalurkan wakaf uangnya diperuntukan untuk sarana pendidikan, sedangkan wakaf produktif sangat sedikit. Untuk lebih jelasnya berapa prosentase peruntukan wakaf uang yang terhimpun pada TWI dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 3.4Peruntukan Dana Wakaf UangTahun Peruntukkan WakafWakaf Produktif Smart Ekselensia LKC Wisma Mualaf Rumah Cahaya2001 0 0 1.578.238.175 0 02004 0 6.800.000.000 50.325.2002006 140.000.0002007 141.000.0002008 101.629.726 474.732.700 745.174.000Total 382.629.726 7.274.732.700 1.578.238.175 745.174.000 50.325.200Sumber: Dompet Dhuafa, 2001-2008Berdasarkan tabel ini, prosentase peruntukan dana wakaf uang di TWI dapat dilihat pada grafik di bawah iniGrafik 2.4Peruntukan Dana WakafSumber: Dompet Dhuafa, 2001-2008Dari grafik di atas terlihat, kecenderungan masyarakat untuk menyalurkan wakaf uangnya didominasi untuk untuk sektor pendidikan yakni 73 %, untuk LKC sebanyak 16 %, sedangkan untuk wakaf produktif hanya 4 %.Sejak tahun 2005, telah berhimpun sebanyak 4.536 orang wakif, baik wakif tetap melalui nasabah di bank syari’ah maupun wakif lepas yang menghimpunkan dana wakafnya di TWI maupun di counter-counter Yayasan Dompet Dhuafa. Untuk jelasnya jumlah wakif dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 4.4Wakif Tabung Wakaf IndonesiaTahun Wakif Ket.2005 1522006 5282007 5992008 13192009 16722010 266 Sampai Februari 2010Total 4536Sumber: Tabung Wakaf Indonesia, 2010Dari tabel ini terlihat, terjadinya peningkatan jumlah wakif dari tahun ke tahun yang berhasil dijaring TWI. Hal ini menunjukkan berhasilnya menejer marketing meyakinkan masyarakat untuk bergabung mewakafkan sebagian dananya dalam rangka memberdayakan masyarakat miskin.Dalam operasionalnya, di samping mengelola wakaf uang, TWI juga mengelola wakaf property seperti tanah, rumah di antaranya dipergunakan untuk wisma muallaf dan institut kemandirian, kendaraan, saham, mesin jahit dan mesin obras yang diperuntukkan untuk wisma muallaf dan institut kemandirian. Untuk wakaf berbentuk aset, misalnya tanah atau gedung, menurut Hendra Jatnika, Manajer Program TWI, kadang kala TWI kesulitan mengelolannya, misalnya karena lokasi dan kondisinya yang kurang strategis dari aspek bisnis. Untuk itu, ketika menerima wakaf berbentuk aset TWI melakukan perjanjian dengan wakif bahwa harta wakafnya bisa dijual dengan ketentuan uang dari hasil penjualan dijadikan modal untuk program-program produktif. Atau bisa dibelikan lagi tanah dilokasi yang strategis. Untuk lebih jelasnya bentuk-bentuk wakaf non tunai yang dikelola oleh TWI dapat dilihat pada lampiran disertasi ini.2. Investasi Wakaf UangAda pun garis-garis besar operasional wakaf sertifikat wakaf uang yang merupakan standar operasional wakaf uang yang diterapkan SIBL adalah: 1) Wakaf uang harus diterima sebagai sumbangan sesuai syari’ah. Bank harus mengelola wakaf tersebut atas nama wakif. 2) Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu dan rekeningnya harus terbuka dengan nama yang ditentukan wakif. 3) Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan wakaf sebagaimana yang tercantum pada daftar yang telah dibuat ataupun tujuan lain yang diperkenankan syari’at. 4) Wakaf uang selalu menerima pendapatan dengan tingkat tertinggi yang ditawarkan bank dari waktu ke waktu. 5) Kuantitas wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh wakif. 6) Bagian keuntungan yang tidak dibelanjakan secara otomatis ditambahkan pada aset wakaf dan profit yang akan diperoleh akan terus bertambah. 7) Wakif dapat memberikan wakaf uang untuk sekali saja atau ia dapat juga menyatakan akan memberikan sejumlah wakaf berikutnya secara berulang. 8) Wakif juga dapat meminta kepada bank untuk merealisasikan wakaf uang pada jumlah tertentu untuk dipindahkan dari rekening wakif pada pengelola wakaf. 9) Setiap setoran wakaf uang harus diberikan tanda terima dan setelah jumlah wakaf tersebut mencapai jumlah yang ditentukan barulah diterbitkan sertifikat.Wakaf uang yang dikelola oleh lembaga ini dilakukan dengan jalan menginvestasikannya, baik dengan prinsip bagi hasil (mudhârabah dan musyârakah), sewa (ijârah), maupun murâbahah. Mengacu pada manajemen keuangan, nampaknya dalam manajemen investasi wakaf, memobilisasi dana (funding) lebih mudah dari pada menginvestasikan dana (investment). Seperti yang ditegaskan Monzer Kahf, bentuk baru pengembangan wakaf uang adalah melalui perusahaan investasi. Merujuk pada manajemen investasi wakaf uang dalam wacana fiqh, wakaf uang dapat dikelola dengan skema investasi mudhârabah, musyârakah, ijârah maupun murâbahah.Dalam melaksanakan kewajibannya selaku nazhir, TWI melakukan pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf yang dihimpunnya sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Pengelolaan wakaf uang yang dicanangkan TWI dilakukan berdasarkan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produktif, nonproduktif dan terpadu (gabungan pendekatan produktif dan non produktif pada satu objek wakaf).a) Pendekatan ProduktifDalam pendekatan ini, TWI mengelola harta wakaf untuk hal-hal yang sifatnya produktif dan menghasilkan keuntungan. Lalu keuntungan ini akan dimanfaatkan untuk kemaslahatan masyarakat banyak dengan tetap mempertahankan nilai pokok dari harta wakaf. Dalam hal ini, TWI mengalokasikan dana wakafnya untuk usaha peternakan, perkebunan, penyediaan sarana niaga dan bentuk usaha produktif lainnya. Dari hasil usaha tersebut, keuntungannya digunakan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin.Menurut Zaim Saidi, Direktur TWI, penempatan wakaf uang ke sektor produktif dilakukan agar prinsip “tahan pokok dan nikmati hasil” seperti yang digariskan dalam hadis Nabi, bisa terwujud. Dana wakaf dari wakif adalah “pokok”, sedangkan surplus dari pengelolaan dana wakaf adalah “buah”. Hasil inilah yang dialokasikan untuk program-program seperti pembangunan masjid dan sekolah. Untuk itu, dalam perwakafan yang harus diperhatikan adalah tetapnya nilai harta yang diwakafkan. Dalam waktu yang bersamaan wakaf tersebut juga dapat menghasilkan sesuatu yang dapat disalurkan kepada mauquf alaih.Menurut mantan Direktur Eksekutif Public Interest Research and Advokasy Center (PIRAC) ini, sejatinya ada tiga sumber surplus wakaf yang bisa dikembangkan, pertama, wakaf property, jenis wakaf ini dapat langsung disewakan, sehingga surplus yang didapat langsung berupa uang sewa. Kedua, produksi, wakaf produksi terbagi dua, yakni nonmanufaktur berupa lahan pertanian dan perkebunan dan manufaktur (industry). Ketiga, perdagangan, dari wakaf uang yang terkumpul dimanfaatkan untuk perdagangan dengan sistem mudhârabah.Nampaknya bentuk investasi wakaf uang seperti yang dilakukan TWI ini tidak berbeda dengan apa yang ditegaskan Muhammad ibn Abdullah al-Ansyari. Inovator bolehnya wakaf uang ini berpendapat wakaf uang dapat dilakukan dengan cara menginginvestasikannya dalam bentuk mudhârabah dan keuntungannya disedekahkan pada mauquf alaih.b) Pendekatan Nonproduktif,Berdasarkan pendekatan ini, TWI mengelola harta wakaf untuk hak-hal yang sifatnya tidak menghasilkan keuntungan (nonproduktif). Manfaat yang ditimbulkan dari harta benda wakaf yang bersangkutan adalah karena nilai manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai pemetik manfaat wakaf, misalnya TWI mengalokasikan dana wakafnya untuk investasi pendirian sebuah rumah sakit gratis seperti LKC. Ini berarti tidak ada pemasukan sama sekali. Dengan demikian, biaya operasional rumah sakit cuma-cuma tersebut harus dicarikan dari sumber lainnya. Di samping itu, TWI juga mendirikan sekolah gratis untuk kaum dhuafa seperti Smart Ekselensia, sedangkan seluruh biaya operasional dicarikan dari dana lain seperti zakat, infak, dan sedekah. Wakaf uang yang dialokasikan untuk program sosial, menurut direktur TWI Zaim Saidi,, sejatinya kurang tepat, karena asas-asas wakaf yaitu keswadayaan, keberhasilan dan kemandirian, kurang terpenuhi di sini.Pada dasarnya pendekatan nonproduktif yang dilakukan TWI ini tidak berbeda dengan apa yang ditegaskan Ulama Hanafiyah. Golongan ulama ini mensyaratkan pengelolaan wakaf uang dengan cara istibdal (penggantian). Yakni dengan mengalihkan dana wakaf menjadi property yang dapat dimanfaatkan sehingga nilai wakafnya kekal.c) TerpaduYaitu program penyaluran wakaf untuk sarana dan prasarana institusi pelayanan umat dikombinasikan dengan program wakaf dalam bentuk sarana niaga, properti, perkebunan, perdagangan, pertanian, dan lain-lain. Surplusnya disalurkan untuk kaum dhuafa dan atau untuk operasional institusi pelayanan umat dalam satu area program. Seperti Rumah Cahaya, sarana perpustakaan dan pelatihan penulisan bagi masyarakat umum yang dikombinasikan dengan aset properti yang disewakan. Kemudian surplusnya digunakan untuk mendukung program perpustakaan dan pelatihan penulisan. Wakaf perkebunan cokelat dan kelapa di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah pun merupakan bentuk program wakaf terpadu TWI. Hasil dari perkebunan cokelat dan kelapa ini digunakan untuk mendanai SMU Mansamat yang berada di daerah itu.Kegiatan operasional TWI senantiasa memperhatikan dan menggunakan kaidah-kaidah yang sesuai dengan syariah Islam dan rekomendasi fatwa dari Dewan Syariah. Di samping itu, lembaga ini juga menerapkan prinsip-prinsip operasional wakaf uang yakni 1) Seluruh harta benda wakaf, termasuk wakaf uang tunainya harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syari’ah. 2) Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu. 3) Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh wakif. 4) Bagian keuntungan yang tidak dibelanjakan akan secara otomatis ditambahkan pada wakaf dan profit yang diperoleh akan bertambah terus. 5) Atas setiap setoran wakaf uang harus diberikan tanda terima dan setelah jumlah wakaf tersebut mencapai jumlah yang ditentukan diterbitkan sertifikat. 6) Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana tercantum dalam program yang ditawarkan TWI yang diperkenankan oleh syariah. 7) Wakif dapat meminta TWI mempergunakan keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan. 8) Wakif dapat memberikan wakaf uang untuk sekali saja atau ia dapat juga menyatakan akan memberikan sejumlah wakaf dengan cara melakukan deposit atau setoran baik untuk pertama kalinya, dan/atau selanjutnya dalam jumlah yang disepakati oleh Wakif. 9) Wakif dapat juga meminta kepada TWI untuk merealisasikan wakaf uang pada jumlah tertentu untuk dipindahkan dari rekening wakif di bank lain pada TWI.Dengan demikian, sebagai aset finansial Islam yang potensial untuk dikembangkan, wakaf khususnya wakaf uang harus dikelola oleh nazhir yang profesional. Dikelola dengan cara produktif yang ditujukan untuk kesejahteraan umat.Jadi, pertama-tama yang perlu diusahakan dari wakaf adalah membuahkan hasil dari yang diwakafkan, seperti susu, anak hewan yang baru dikandung induknya sesudah diwakafkan, buah dari tanaman yang diwakafkan dan sebagainya. Wakaf mempunyai sifat berupa substansi harta wakaf harus tetap dan manfaat dari harta wakaf dapat digunakan oleh siapa pun di bidang apa pun sepanjang sesuai dengan ketentuan syari’ah dan sesuai dengan ketentuan wakif. Sebagaimana halnya dengan wakaf uang yang telah dikenal pada zaman Dinasti Mamluk. Tentunya uang tersebut harus diinvestasikan terlebih dahulu. Kemudian, manfaat atas investasi tersebut barulah dapat dimanfaatkan oleh beneficiary (pengguna manfaat). Bisa juga uang tersebut dapat digunakan untuk dana operasional pemeliharaan harta wakaf, misalnya pada saat bersamaan seseorang mewakafkan rumah sakit sekaligus uang tunai sebagai dana untuk operasional rumah sakit tersebut. Terhadap wakaf uang, secara kuantitatif dana wakaf tidak habis, secara materi dana itu telah disalurkan dalam bentuk investasi ke beberapa sektor yang telah ditentukan, sehingga kegunaannya akan selalu dapat diterima oleh beneficiary.Menurut Monzer Kahf, konsep wakaf dalam Islam mengandung pengertian perlu adanya upaya pengembangan aset wakaf yang melibatkan proses akumulasi modal dan kekayaan di masa yang akan datang. Ide dasar wakaf mengandung pengertian penciptaan dan pengembangan sektor ketiga yang berbeda dengan sektor swasta yang bermotifkan laba, serta sektor publik yang berdasarkan kekuasaan. Dalam posisi sebagai sektor ketiga, pengelolaan wakaf diperlukan tanggung jawab yang lebih berat karena harus dikelola dengan baik sedangkan yang disalurkan untuk mauquf alaih semata-mata dari hasil investasinya. Hal senada juga ditegaskan Ahmad Muhammad Abdul Azhim al-Jamal bahwa karekteristik wakaf menjadi kekayaan investasi yang terus bertambah. Wakaf pada dasarnya adalah suatu kekayaan produktif yang ditempatkan dalam investasi dengan jalan pengekalan, tidak boleh menjual, memusnahkan nilainya, tidak boleh menyia-nyiakannya, serta haram mengurangi dan menyalahgunakannya. Dalam hal ini wakaf adalah sebuah investasi akumulatif (penumpukan) yang meningkat hari demi hari. Kemudian, wakaf-wakaf baru selalu melipatgandakan wakaf lama yang sudah ada, tanpa sedikit pun mengurangi wakaf lama. Oleh karena itu, kontiniunitas (kesinambungan) peningkatan wakaf adalah penting untuk menjaga kesinambungan harta wakaf tersebut.Secara organisasi, Tabung Indonesia masih berada di bawah naungan Yayasan Dompet Dhuafa Republika. Pelaksanaan program pada TWI masih disenergikan dengan dengan skema kegiatan Dompet Dhuafa lainnya, yakni mengikuti skema dana dari zakat infak dan sedekah. Begitu juga secara administrasi keuangan, TWI hanya berfungsi sebagai penghimpunan dana wakaf. Setiap program yang telah direncanakan TWI harus diusulkan dan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dompet Dhuafa. Seperti yang diakui Destria Meriana, Manajer Database TWI, setiap program yang memerlukan investasi wakaf uang di atas 100 juta harus mendapat persetujuan dari Dompet Dhuafa.Dalam melakukan pengelolaan wakaf uang untuk sektor produktif, TWI lebih cenderung melakukan investasi secara langsung (direct investment) ke objek wakaf Di samping ke sektor ril dengan menggunaka akad mudhârabah, muzara’ah, dan ijârah. Di antara bentuk pengelolaan wakaf produktif yang dilakukan TWI adalah dengan menyalurkan dana wakaf ke berbagai sektor yakni wakaf peternakan, pertanian, perkebunan, perdagangan, wakala (penjualan dinar dan dirham), dan sarana niaga.1) Wakaf PeternakanMenempatkan dana wakaf ke lembaga produktif adalah upaya TWI mengelola dana wakaf agar lebih berkembang manfaat sosialnya. Serta lebih mendekati penerapan asas-asas wakaf sebagaimana yang digariskan Nabi. TWI menginvetasikan dana wakaf untuk peternakan bekerja sama dengan jejaring Dompet Dhuafa lain, yakni Kampoeng Ternak di Bogor dan Sukabumi. Lembaga ini telah sukses memberdayakan peternak dan memiliki mitra di berbagai kota di Indonesia. Kampoeng Ternak juga aktif dalam program pendistribusian hewan qurban, serta melakukan serangkaian riset, pendidikan dan pelatihan (diklat) serta pendampingan sektor peternakan.Kemudian TWI pun bekerja sama dengan organisasi Tebar Hewan Kurban (THK) dengan menempatkan wakaf uang sebesar Rp100.000.000,00 di THK berdasarkan prinsip bagi hasil dari tahun 2007-2009. Pada masa qurban pertama tahun 2007, TWI sudah mendapat bagi hasil sebesar Rp5.531.000,00. Walaupun sistem yang melibatkan Kampung Ternak memperkecil bagi hasil TWI-THK, karena digunakan untuk pembelian hewan kurban dari Kampung Ternak serta biaya manajemen, tetapi setidaknya keuntungan ini lebih besar dibandingkan penanaman wakaf uang di bidang produktif lainnya seperti Bakmi Langgara. Untuk itu, menurut Herman Budianto, mantan Direktur TWI, usaha kreatif dan produktif di ranah pekurbanan mesti dilakukan, yakni dengan pengembangan herwan ternak kambing sediri oleh THK.2) Wakaf PerkebunanSaat ini TWI menjalankan program usaha perkebunan di dua daerah. Pertama, di Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan, untuk perkebunan karet. Kedua, di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, untuk perkebunan cokelat dan kelapa. Program wakaf pohon karet di Desa Lubuk Tuba Lahat Sumatera Selatan, kerjasama TWI dengan LPEU Insan Kamil dimulai penanamannya pada September 2007 sampai Januari 2008. Saat ini lahan karet seluas 20 ha yang berasal dari lahan pertanian masyarakat di danai oleh TWI. Program wakaf pohon produktif ini dilakukan dengan cara menghimpun kelompok tani yang berada di kawasan tersebut. Pada program itu terjaring sebanyak 39 orang miskin yang memiliki lahan perkebunan. Masing-asing mereka mendapat hak pengelolaan ½ ha dengan akad muzara’ah. Para petani di sini dalam usaha mereka mendapatkan pendampingan dan pembinaan dari lembaga tempat mereka bernaung. Baik pembinaan kewirausahaan maupun pembinaan mental spritual untuk berusaha secara halal dan motivasi untuk berwakaf. Kerjasama antara TWI dengan masyarakat Desa Lahat dan LPEU Insan Kamil tertuang dalam perjanjian kontrak kerjasama akad muzara’ah No.Reg.306/Baznas-Dompet Dhuafa Republika/ Corsec/JuAk/1428, yang ditandatangani tanggal 2 Juli 2007.Dompet Dhuafa, melalui jaringannya TWI, juga meluncurkan program pengembangan kebun produktif berupa pohon kakao dan kelapa di Kecamatan Totikum Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Hasil dari perkebunan yang dibiayai dari wakaf uang, disalurkan untuk biaya operasional SMU Pertama Mansamat. Bahkan, kebun tersebut juga menyerap tenaga kerja setempat. Ini berarti program yang diluncurkan TWI bersama jaringannya memberi kesempatan pada masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka sekaligus memberikan kesadaran akan makna wakaf. Untuk lebih jelasnya bagaimana bentuk investasi dana wakaf pada sektor perkebunan yang dilakukan oleh TWI dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 5.4Investasi Dana Wakaf Untuk PerkebunanTahun Lokasi Jenis Perkebunan Modal2007-2009 Desa Lubuk Tuba Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan Karet 315.648.0002007-2009 Kecamatan Totikum Kabupaten Banggai Kepulauan,Sulawesi Tengah Kakao dan Kelapa 141.000.000Sumber: Tabung Wakaf Indonesia (TWI), 20083) Wakaf Usaha PerdaganganDalam usaha perdagangan TWI bermitra dengan para pedagang, baik kecil maupun menengah. TWI mengelola kemitraan dagang dengan menerapkan kontrak qirad atau mudhârabah, yakni kerjasama dalam bentuk modal ventura yang diberikan kepada mitra terpilih sebagai pinjaman tanpa bunga, tanpa agunan, dan tanpa syarat ekuitas. Ketentuan bagi hasil hanya berlaku bagi usaha kemitraan dagang yang sukses dan memberikan surplus. Bila usaha gagal dan merugi, bukan disebabkan oleh kecerobohan mitra, risiko sepenuhnya ditanggung oleh TWI sebagai penyandang dana.Di antara program-program produktif yang dikembangkan TWI adalah dengan menggandeng entrepreneur yang sukses di bidang ini. Di antaranya Bakmi Langgara yang dipimpin oleh Wahyu Saidi. Bakmi Langgara merupakan salah satu mitra TWI yang berjalan dengan baik tahun 2007. Dengan wakaf uang sebesar Rp40.000.000,00 TWI menanamkan ke Bakmi Langgara yang ada di sekitar Rumah Sakit Persahabatan Jakarta Timur dengan sistem mudhârabah. Kerjasama TWI dengan Bakmi langgara ini ditandatangani tanggal 7 September 2006 dengan akad kerjasama mudhârabah antara TWI dengan Bakmi Langgara No. Reg. 233/Baznas-Dompet Dhuafa Republika/Corsec/Syaw/1427.Selama satu tahun berjalan, tiap bulan omset Bakmi langgara mencapai Rp45.000.000,00 sampai 50.000.000,00 Dari dana yang ditanamkan ini TWI mendapat bagi hasil sekitar Rp700.000,00 per-bulan. Meski nilai absolute perolehan (surplus) usaha masih terbilang kecil, tapi sinergi usaha TWI dan Bakmi Langgara bisa menjadi contoh penggunaan dana wakaf produktif secara lebih tepat. Sebagian surplus wakaf yang diperoleh dari kerjasama dengan Bakmi Langgara, oleh TWI sebagian diputarkan kembali untuk usaha produktif lainnya.Dalam pengembangan wakaf produktif ini, TWI juga menjalin kerjasama dengan BMT Nusya Tuban sebagai Koperasi Pondok Pesantren (KOPONTREN). Koperasi Pondok Pesantren ini mempunyai empat unit usaha yakni jasa keuangan syari’ah, pertanian dan peternakan, benner stock center retail dan penggilingan padi. Untuk unit usaha jasa keuangan syari’ah, Nusya bekerjasama dengan TWI menghimpun wakaf uang. BMT menghimpun dana wakaf dan mengelolanya berdasarkan sistem mudhârabah. Hasil keuntungan yang diperoleh disalurkan kepada Pondok Pesantren Ibnu Syakur yang digunakan untuk menutupi biaya operasional pondok. Kerja sama yang ditandatangani sejak tahun 2006 sudah memberikan surplus kepada pihak BMT dan TWI. Dana yang dikelola secara amanah dan profesional itu tahun 2008 memperoleh surplus sebesar Rp9.781.689.00 Surplus ini memberikan dampak ekonomi bagi pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.Untuk lebih jelasnya bagaimana bentuk investasi dana wakaf pada sektor perdagangan yang dilakukan oleh TWI dapat dilihat pada tabel di bawah iniTabel 6.4Investasi Dana Wakaf Sektor PerdaganganTahun Mitra Lokasi Jenis usaha Modal2006-2007 Wahyu Saidi Jakarta Timur Bakmi Langgara 40.000.000,-2006 BMT Nusya Tuban Koperasi 21.000.000Sumber: Tabung Wakaf Indonesia (TWI), 2008Dari keuntungan yang diperoleh dalam pengembangan wakaf uang, TWI mengucurkan surplus wakaf uang sebesar Rp16.000.000,00 untuk Masyarakat Mandiri (MM) sebagai Community Development-nya TWI. Dana ini digunakan untuk pengembangan usaha mitra dampingan di Duren Sawit, Cipinang dan Katulampa Bogor. Semua mitra dampingan Masyarakat Mandiri adalah produsen makanan. MM sebagai mitra dampingan TWI mempunyai misi mengedukasi masyarakat agar memproduksi makanan halal dan sehat (halalan thayyiban) yang dibuktikan dengan label halal yang dikeluarkan oleh LP-POM MUI.Di antara mitra dampingan yang mendapat surplus dana wakaf uang adalah pedagang mie ayam-bakso. Nama usaha yang diusung adalah “Vegemie Idola” dan “BasoCip”. Untuk menjaga kehalalan bakso yang diproduksi, “Masyarakat Mandiri” membuka usaha penggilingan bakso sehat dan halal yang berlokasi di Cipinang. Dari Rp16.000.000,00 dana wakaf yang dikucurkan TWI awalnya digunakan untuk pengembangan usaha mie ayam-bakso di tiga tempat yaitu Duren Sawit, Cipinang, dan Katulampa Bogor. Sementara itu, dana sebesar Rp14.000.000,- untuk Duren Sawit, dan Cipinang, sisanya untuk Katulampa, Bogor. Para pedagang yang mendapat bantuan dana dari wakaf uang ini pun mendapat pendampingan dan pembinaan dari lembaga tempat mereka bernaung. Mereka mendapatkan pembianaa kewirausahaan dan pembinaan mental spiritual untuk tetap berusaha dengan cara yang halal.Dari keuntungan yang diperoleh, pihak pengelola mendapat 75%, untuk MM mendapat 25%. Dari 75% yang diperoleh pengelola dibagi dengan kelompok usaha mereka sehingga masing-masing kelompok mendapat bagi hasil 15%. Kemudian, 25% yang diperoleh MM (setelah akumulasi) digulirkan lagi untuk calon-calon mitra dampingan lain.Kalau dilihat dari program wakaf di bidang perdagangan yang telah dilaksanakan TWI ini, tampaknya sangat berpengaruh terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat walaupun masih terbatas pada masyarakat yang berada dalam naungan mitra binaan Dompet Dhuafa. Akan tetapi, setidaknya hal ini dapat dirasakan masyarakat dalam menggerakkan usaha dan meningkatkan pendapatan. Namun, sangat disayangkan, setelah habis masa kontrak, program ini tidak lagi dijalankan oleh TWI. Sekarang lebih menfokuskan program investasi wakafnya pada wakaf property dalam bentuk pembelian aset-aset produktif yang dapat mendatangkan hasil (surplus) seperti penyediaan sarana niaga.4) Wakaf Sarana NiagaDi samping menerima wakaf uang, TWI juga diamanahi wakaf dalam bentuk property. Seperti tanah, rumah, kendaraan, dan wakaf nontunai lainnya. Dengan wakaf uang atau nontunai TWI membangun atau mengadakan berbagai sarana niaga, seperti pertokoan, permesinan, kendaraan, untuk disewakan kepada pihak ketiga. Hasil penyewaan sarana niaga ini disalurkan untuk beragam kegiatan sosial sesuai dengan permintaan wakifnya. Untuk program wakaf sarana niaga, TWI menyediakan rumah dan toko (ruko) untuk disewakan kepada masyarakat yang berlokasi di Mekar Sari Bekasi Barat dan di Graha Harapan Tambun Bekasi Timur. Ruko di Mekar Sari disewakan Rp20.000.000,00 pertahun yang disewakan selama tiga tahun sehingga keuntungan yang diperoleh adalah Rp60.000.000,00 untuk ruko di Graha Harapan Bekasi Timur, juga disewakan ke perusahaan pengembang sebesar Rp13.000.000,00 untuk dua tahun sehingga keuntungan yang diperoleh adalah Rp26.000.000,00 yang disesuaikan dengan harga pasaran di lokasi ruko berada.Aset wakaf non tunai lain yang disewakan adalah ruko di jalan Keadilan Depok. Ruko ini juga dimanfaatkan untuk perpustakaan Rumah Cahaya. Namun, keadaan toko berada dalam kondisi rusak sehingga cukup lama terbengkalai dan tidak ada penyewanya. TWI memperbaikinya dengan dana wakaf uang yang ada. Hasil sewa yang diperoleh dari penyewaan ruko di Rumah Cahaya Depok ini digunakan untuk membiayai biaya operasional Rumah Cahaya itu sendiri, seperti biaya listrik, dan perawatan rumah. Untuk lebih jelasnya bagaimana bentuk investasi dana wakaf pada sektor sarana niaga yang dilakukan oleh TWI dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 7.4Investasi Dana Wakaf untuk Sarana NiagaTahun Lokasi Jenis usaha Sumber Keuntungan Ket.2008 Mekar Sari Bekasi Barat Penyewaan Ruko Wakaf uang 60.000.0002008 Graha Harapan Tambun Bekasi Timur Penyewaan Ruko Wakaf uang 26.000.0002004 Jl. Keadilan Depok Penyewaan Ruko di Rumah Cahaya Depok Wakaf Properti 6.000.000 Sewa 500.000/bulan2006 Jl. Keadilan Depok Penyewaan Ruko Wakaf Properti 7.200.000 Sewa 600.000/bulan2007 Jl. Keadilan Depok Penyewaan Ruko Wakaf Properti 9.000.000 Sewa 750.000/bulanSumber: Tabung Wakaf Indonesia (TWI), 2008Investasikan wakaf uang untuk sektor ril yang dilakukan TWI ini hampir sama dengan apa yang yang telah dilakukan di Mesir, negara yang terhitung sukses dalam pengelolaan wakafnya, di mana Mesir mengembangkan wakaf tanah pertanian untuk meningkatkan perekonomian umat. Kementerian Perwakafan (Wizarah al Awqaf) di negeri ini membangun tanah-tanah kosong yang dikelola secara produktif dengan mendirikan lembaga-lembaga perekonomian, Hasil pengelolaan wakaf ini disalurkan untuk membantu kehidupan masyarakat miskin, anak yatim piatu, pedagang kecil.5) WakalaWakala merupakan produk pengelolaan mata uang dinar dan dirham yang berada dalam jaringan TWI. Produk ini diluncurkan sejak Juli 2008. Wakala merupakan salah satu infrastruktur mendasar dalam sistem ekonomi Islam yang bebas dari sistem ribawi. Menurut Zaim Saidi, Direktur TWI, wakala adalah salah satu usaha TWI dalam mengembangkan nilai wakaf uang. Dari wakala ini nilai pokok dari wakaf uang semakin banyak menghasilkan “buah” yang pada gilirannya bisa dinikmati oleh masyarakat banyak. Selain itu, produk wakala ini diluncurkan sebagai respon atas penggunaan mata uang dinar dan dirham yang semakin memasyarakat di Indonesia.Dinar dan dirham diproduksi oleh PT Logam Mulia Indonesia, anak perusahaan PT Aneka Tambang dengan standar WITO (World Islamic Trading Organization). Ia dapat digunakan sebagai sebagai alat pembayaran zakat, investasi dan tabungan, sebagai alat tukar, dan mata uang yang bebas dari inflasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai tukar dinar ini yang mengalami apresiasi sekitar 25% per-tahun. Tahun 2004 nilai tukar dinar sebesar Rp540.000,00 tahun 2005 menjadi Rp625.000,00, tahun 2006 Rp785.000.00, dan tahun 2007 menjadi Rp947.000,00Investasi wakaf yang dilakukan TWI untuk program wakaf produktif adalah dengan menyalurkan dana wakaf ke berbagai sektor yakni wakaf peternakan, pertanian, perkebunan, perdagangan, wakala (penjualan dinar dan dirham), dan sarana niaga. Program yang dicanangkan TWI dengan mengelola dana wakaf dalam bentuk ini adalan dalam upaya agar harta wakaf lebih berkembang manfaat ekonomi dan sosialnya. Manfaat ekonomi yang dicanangkan terlihat dari banyaknya kelompok usaha kecil dan menegangah (UKM) yang berhasil diberdayakan dari kucuran dana wakaf. Seperti kelompok masyarakat yang terhimpun dalam Kampung Ternak yang ada di Bogor, kelompok tani yang ada di Lahat Sumatera Selatan dan Banggai Sulawesi Tengah, dan para pedagang yang kaki lima yang berada di Jabodetabek.Aspek sosial yang dikembangkan TWI dari program wakaf produktifnya terlihat dari banyaknya masyarakat miskin yang dapat menikmati daging kurban setiap tahun dari program kerjasama TWI dengan THK Dompet Dhuafa. Begitu juga dengan pembinaan mental dan spritual kepada kelompok tani yang berhimpun pada LPEU Insan Kamil Lahat Sumatera Selatan dan Masyarakat Mandiri jejaring Dompet Dhuafa. Kelompok masyarakat tersebut diberikan binaan kewirausahaan dan dorongan untuk berusaha dengan cara yang halal.Menilik Pasal 48 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan/atau instrumen keuangan syariah. Pasal ini bagi pihak manajemen TWI terkesan membatasi ruang gerak nazhir dalam pengelolaan wakaf uang, karena pengelolaan dan pengembangan wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui produk bank syari’ah, seperti deposito atau instrument keuangan syari’ah seperti reksadana, saham, sukuk.Tetapi jika dilihat dari Pasal 1 Peraturan Pemerintah ini yang menyatakan bahwa pengelolan dan pengembangan harta wakaf harus mengikuti peraturan BWI, nampaknya kekhawatiran terbatas ruang gerak nazhir dalam mengelola wakaf uang kurang beralasan. Dalam peraturan BWI dinyatakan bahwa investasi wakaf uang di samping ditujukan untuk proyek-proyek produktif bagi kemaslahatan umat melalui investasi langsung pada proyek-proyek yang dikelola oleh nazhir, juga dapat diinvestasi secara tidak langsung melalui lembaga keuangan syari’ah, seperti bank syari’ah, BMT, Koperasi syari’ah dan lembaga keuangan syari’ah lainnya. Ini berarti nazhir masih dapat melakukan investasi wakaf uang ke sector ril. Memang dana wakaf jika diinvestasikan pada sektor ril, pengaruh yang ada pada wakaf uang lebih dapat dirasakan oleh masyarakat di bidang ekonomi ketimbang investasi di sektor keuangan.Walaupun investasi wakaf uang menurut para ekonom muslim dapat dilakukan melalui sektor keuangan syari’ah, seperti saham, sukuk, reksadana syari’ah, akan tetapi investasi wakaf pada sektor ril lebih diutamakan. Seperti yang ditegaskan Ahmad ibn Abdul Azîz al-Hadâd dalam Waqf al-Nuqûd wa Istitsmaruhâ sebaik-baik pengembangan wakaf uang adalah disalurkan ke sektor perdagangan. Karena itu penyaluran wakaf uang ke sektor ril lebih diutamakan.Seperti yang ditegaskan Dian Masyita, model pengelolaan wakaf uang dapat dilakukan dengan cara investasi langsung dalam skala usaha besar dan menengah. Nazhir mengalokasikan dana wakaf uang pada perusahaan-perusahaan besar dalam bentuk saham di mana keuntungan akan diperoleh adalah dalam bentuk keuntungan atau capital gain dalam waktu panjang. Bentuk lain dari investasi secara langsung adalah membangun wakaf bangunan dan memelihara keberadaan aset wakaf yang lain untuk proyek sosial atau proyek komersil. Disamping itu, juga dapat diinvestasikan pada sektor microfinance. Program microfinancing dengan prinsip bagi hasil merupakan salah satu sektor yang penting untuk pengentasan kemiskinan. Hampir semua dana yang dikumpulkan melalui sertifikat wakaf uang dialokasikan sebagai pinjaman untuk usaha kecil. Program kredit usaha kecil ini diprioritaskan untuk membantu orang miskin membuka usaha mereka harus untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.Dari program-program wakaf produktif yang telah dilaksanakan TWI, tampaknya sektor ril menjadi perhatian lembaga ini. Padahal sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) selama ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah apalagi perbankan yang memandang sektor ini kurang menguntungkan. Dengan memberdayakan sektor ini berarti wakaf uang terbukti dapat memberikan model mutual fund melalui mobilisasi dana abadi yang digarap dengan profesional dan amanah, oleh fund manager-nya. Hal ini sangat tepat dilakukan untuk merangsang kembalinya iklim investasi kondusif yang dilatarbelakangi motivasi emosional teologis berupa niat amal jariyah, di samping pertimbangan hikmah rasional ekonomis melalui kesejahteraan sosial. Karena wakaf uang sangat potensial untuk memberdayakan sektor ril, dapat memperkuat fundamental perekonomian.Terlaksananya ide atau gagasan yang cukup fenomenal ini terbukti dapat mendatangkan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat kelas menengah ke bawah untuk berlomba demi pencapaian dan peningkatan taraf hidup yang lebih layak yang mampu menghidupi dirinya tanpa harus bergantung kepada yang lain. Di samping itu, juga dapat membuka peluang baru bagi semua masyarakat untuk turut berpartisipasi mewakafkan hartanya (menjadi wakif).3. Pendistribusian WakafSecara konseptual menurut Muhammad Anas Zarqa proyek wakaf dapat dibagi pada dua kategori, yaitu proyek penyedian layanan seperti penyediaan pendidikan gratis bagi yang membutuhkan dan poyek peningkatan pendapatan seperti model wakaf shopping center dengan sistem sewa di mana hasil sewanya digunakan untuk pemeliharaan sekolah. Kedua jenis proyek ini memerlukan kriteria tertentu untuk dapat mencapai tujuannya. Untuk kategori proyek penyedia jasa, tujuan proyek akan tercapai apabila pelayanan yang disediakan dapat dimanfaatkan secara efektif oleh mereka yang membutuhkan atau dengan ungkapan lain harus menghasilkan social benefit. Untuk kategori proyek peningkatan pendapatan, tujuan proyek akan tercapai apabila pendapatan yang dihasilkan melebihi target yang ditetapkan atas biayanya atau harus menghasilkan commercial benefit.Untuk menjamin kelanggengan harta wakaf, terus menerus memberikan pelayanan optimal sesuai dengan tujuannya, diperlukan dana pemeliharaan atas biaya-biaya yang dikeluarkan. Hal ini juga berlaku bagi proyek penyediaan jasa layanan dan proyek peningkatan pendapatan. Sehingga pada proyek wakaf penyediaan layanan, diperlukan persyaratan dapat menghasilkan pendapatan untuk menutup biaya pemeliharaan.Sektor distribusi keuntungan investasi wakaf uang menurut Dian Masyita, dapat dilakukan dengan cara menghubungkan dengan program pengentasan kemiskinan. Keuntungan yang diperoleh dari berbagai portofolio didistribusikan untuk orang miskin melalui program pengentasan kemiskinan, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pelayanan kesehatan, sanitasi, pendidikan, penanggulangan korban bencana, dan sebagainya.Dalam mendistribusikan wakaf uang, TWI, di samping menyalurkan untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, dan sosial. Hal ini dapat dilihat dari program-program wakaf untuk kepentingan umum yakni sarana pendidikan seperti Smart Ekselensia, kesehatan seperti LKC, dan sosial seperti wisma mualaf.1. Sarana PendidikanBerawal dari keprihatinan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia disertai dengan kegetiran terhadap fenomena semakin banyaknya jumlah anak putus sekolah karena tingginya biaya pendidikan, mendorong Dompet Dhuafa untuk mendirikan Smart Ekselensia. Smart Ekselensia Indonesia adalah sekolah model yang dibentuk Yayasan Dompet Dhuafa Republika dengan peserta didik yang berasal dari anak-anak yang memiliki potensi kecerdasan akademik dan kecerdasan lainnya. Lembaga pendidikan ini merupakan sekolah gratis yang pendiriannya dibiayai dari dana wakaf yang diperuntukkan untuk menampung anak-anak kaum dhuafa lulusan SD se Indonesia. Sekolah tingkat SMP dan SMU akselerasi ini diprioritaskan bagi siswa yang punya potensi akademik yang baik tetapi tidak ada biaya untuk sekolah.SMART Ekselensia yang berdiri tahun 2003 merupakan bagian dari manajemen program Lembaga pengembangan Insani (LPI) Dompet Dhuafa Republika, mempunyai visi menyelenggarakan model pendidikan menengah lima tahun, bebas biaya, berasrama dan akseleratif. Smart Ekselensia Indonesia ini didesain dengan sistem pendidikan unggul dengan misi melahirkan manusia belajar yang berbudi mulia, mandiri, dan berprestasi serta berjiwa sosial. Menurut Lathifah, kepala sekolah Smart Ekselensia Indonesia, saat ini sekolah menampung 175 siswa dari 20 propinsi yang berasal dari keluarga tidak mampu.Untuk menjadi siswa Smart Ekselensia Indonesia tentulah memenuhi criteria tertentu. Kemudian bagi siswa yang memenuhi kualifikasi secara adminstrasi dilakukan test potensi akademik, dan test pisikologi. Untuk angkatan 2008-2009, dari 900 anak yang mendaftar, hanya 41 orang yang diterima dengan sistem penyaringan yang cukup ketat. Perekrutan siswa yang akan masuk ke sekolah ini melibatkan 26 mitra daerah dari 26 propinsi. Sekolah tersebut dibiayai dari dana zakat, infak sedekah dan wakaf, serta sumbangan halal lainnya.Program pendidikan gratid di sekolah smart ekselensia yang dibeli dari wakaf uang tahin 2003 ini cenderung dikelola dalam bentuk wakaf sosial. Untuk itu bentuk pengelolaan wakaf seperti ini lebih tepat disebut sebagai wakaf sekolah melalui uang, bukan wakaf uang karena wakaf uang pengelolaannya harus produktif, menghasilkan keuntungan yang akan disalurkan ke mauquf alaih.Di samping Smart Ekselensia, TWI dengan surplus yang didapatkan dari program wakaf produktifnya, seperti perkebunan kakao dan kelapa di kecamatan Tinanggung Selatan Kab. Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah juga mendirikan SMA I Mansamat Terunggul. Itu merupakan SMA pertama (dan masih satu-satunya), yang dimiliki warga kecamatan ini. Ketika dirintis, sekolah ini berat beroperasi. Seorang dermawan terpanggil menyokong pembiayaannya dengan merelakan hasil panen lima pohon kakaonya. Tentu itu belum memadai. TWI meningkatkan dukungan untuk sekolah ini melalui wakaf produktif berupa pembelian 1,5 ha kebun kakao sejak 2005. Hasil kebun itu dapat meringankan biaya operasional sekolah. Namun dengan berkembang dan berjumlahnya siswa, biaya operasional sekolah ini semakin meningkat. Akhirnya area kebun diperluas dari 1,5 ha menjadi 5 ha kebun kakao dan kelapa, dari seorang wakif yang mengamanahkan dananya untuk wakaf produktif yang hasilnya didayagunakan sebagai penopang biaya pendidikan. Hasil kebun kakao dan kelapa di Banggai, didayagunakan untuk membiayai aktivitas sekolah sehingga dukungan dana pendidikan untuk sekolah ini semain baik.Dengan model long distance management (manajemen jarak jauh), aset wakaf benar-benar memberi manfaat panjang di tangan pengelola yang amanah. Performance pelaksana TWI di Banggai, Zulfan Kadim, mengakui pengelola aset wakaf berupa kebun kakao dan kelapa di Tinanggung Selatan terbilang baik. Pengelolaan aset yang optimal memperkuat kinerja para guru yang datang dari luar Tinanggung Selatan tersebut sehingga murid-muridnya lulus 100% dalam UAN tahun 2008. Selama periode Januari 2008 sampai Mei 2009, TWI melalui mitra pengelola wakaf perkebunan kakao dan kelapa, telah menyalurkan dana sebesar 10.440.000,- kepada sekolah SMA Negeri Tinanggung I (dulu bernama SMA Mansamat I Dompet Dhuafa).Program penyaluran surplus wakaf secara langsung untuk pendidikan oleh mitra TWI juga dilakukan oleh BMT Nusya Tuban. Surplus wakaf sebesar Rp9.781.689,00 yang didapat dari SHU BMT digunakan untuk biaya operasional Pesantren Ibnu Syakur, sebuah pesantren yang mencetak wirausahawan muslim dengan masa belajar satu tahun. Di samping itu, TWI juga menyalurkan bantuan beasiswa kepada seorang mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebesar Rp 1.200.000,00.2. Lembaga PelatihanUntuk membantu pemerintah dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan pengangguran Dompet Dhuafa Republika mendirikan Institut kemandirian. Institute ini merupakan lembaga pelatihan kewirausahaan dan keterampilan serta pendampingan untuk mengembangkan bisnis para pengusaha kecil. Institut Kemandirian adalah jaringan Dompet Dhuafa Republika yang merupakan lembaga pendidikan nonformal yang bergerak dibidang pelatihan kewirausahaan dan teknis secara gratis dirancang khusus untuk mencetak para pengusaha dari kaum dhuafa dengan sistem pelatihan short course. Institute itu bertujuan untuk mengubah pola pikir peserta pelatihan dari pola pikir dan mental pekerja menjadi pengusaha sekaligus memberi bekal usaha yang diminati seperti pelatihan elektro, pelatihan otomotif/mekanik motor, menjahit, dan membuat mainan anak. Dari program tersebut, alumni yang dihasilkan diharapkan mampu menjadi wirausahawan (entrepreneur). Lembaga ini dibiayai dari wakaf uang maupun wakaf non tunai dalam bentuk peralatan latihan seperti mesin yang disalurkan melalui TWI. Bentuk-bentuk pelatihan yang dilakukan adalah perbengkelan, percetakan, tata busana, bisnis, dan tata boga.Program yang dilaksanakan TWI, menyalurkan dana wakaf untuk sektor pendidikan mencoba mencontoh apa yang telah dilakukan oleh negara lain yang telah berpengalaman dalam pengelolaan wakaf seperti yang dilakukan oleh Kementerian Wakaf Mesir dan Kementerian Wakaf Yordan. Dengan wakaf yang amat besar, Universitas al-Azhar mampu membiayai operasional pendidikannya selama berabad-abad tanpa bergantung pada pemerintah maupun pembayaran Sumbangan Pendidikan dan Pembangunan (SPP) siswa dan mahasiswanya. Bahkan Universitas ini mampu memberikan beasiswa kepada ribuan mahasiswa dari seluruh penjuru dunia selama berabad-abad. Begitu juga dengan di Yordan Wizaratul Auqaf kerajaan Yordan mendidirkan lembaga pendidikan tinggi seperti fakultas Dakwah, Syari’ah dan Ushuluddin, mendirikan 53 tempat belajar Qur’an dan Hadis, mengalokasikan dana wakaf pada madrasah, dan rumah yatim piatu, dan memberikan beasiswa untuk belajar di Universitas Yordan.Wakaf untuk sarana pendidikan ini membuktikan bahwa wakaf mempunyai peranan penting dalam menunjang proses pembangunan secara menyeluruh termasuk dalam pembangunan sumber daya manusia. Setiap orang termasuk orang tidak mampu diberi kesempatan untuk mengecap pendidikan. Semua itu didanai dari wakaf.3. Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC)Layanan kesehatan gratis ini didirikan tanggal 6 November 2001 bertempat di Ciputat Tanggerang Banten. Klinik kesehatan ini dibangun Dompet Dhuafa bertujuan untuk membantu kaum dhuafa di bidang layanan kesehatan tanpa memungut biaya sepersen pun. Tercatat pada periode 2007-2008, LKC telah melakukan layanan medis kepada 56.000 jiwa atau 11.000 kepala keluarga. Sejak berdiri tahun 2001, klinik kesehatan yang dibeli dari wakaf uang ini sampai bulan Mei 2009 LKC sudah mempunyai peserta lebih dari 11.638 kepala keluarga yang memperoleh layanan kesehatan gratis. Setiap harinya, LKC melayani 70-200 orang perhari. Sumber dana LKC ditanggung sepenuhnya oleh Dompet Dhuafa yang bersumber dari zakat, infak, dan sedekah serta wakaf uang menghabiskan biaya operasional sebesar 4,8 milyar rupiah untuk tahun 2007 dan 5,5 milyar rupiah untuk tahun 2008. Unit kesehatan gratis ini dibantu oleh 5 unit ambulan yang merupakan sumbangan dari beberapa perusahan, laboratorium, ruang rawat inap di gedung yang berlantai empat. Untuk dapat menjadi anggota di LKC adalah orang miskin yang dibuktikan dengan surat keterangan miskin dari RT dan Kantor Lurah. Kemudian LKC akan melakukan Survei ke lapangan membuktikan apakah calon anggota memenuhi standar dhuafa yang ditetapkan LKC. Lembaga ini sudah melayani pasien dari kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi bahkan dari Tasikmalaya.Dalam hal wakaf uang, LKC berperan sebagai objek wakaf uang, berapapun nilainya, dikelola untuk membantu kaum miskin di bidang kesehatan. Besarnya wakaf uang yang ditawarkan LKC terdiri dari dua jenis yaitu wakaf uang atas nama dengan nilai 5 juta rupiah, dan wakaf uang atas unjuk dengan nilai nominal 1 juta rupiah. Menurut Ayu Yudistira seperti yang dikutip Muhammad Rofiq, pejabat Hubungan Masyarakat LKC, wakaf uang berfungsi untuk menggerakkan dan mengembangkan LKC. Itu merupakan bantuan alternatif untuk fakir miskin.Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, LKC mempunyai program, yaitu Pertama, LKC bermitra dengan masjid untuk mendirikan Pos Sehat (PS). Saat ini sudah ada 14 buah masjid di Jabodetabek yang mempunyai layanan Pos Sehat. Bentuknya adalah pengobatan gratis untuk dhuafa di setiap masjid dengan pihak masjid sebagai penyelenggaranya. Selanjutnya, pemberdayaan Posyandu. Ada empat lokasi yang sudah terbentuk, yakni wilayah Jakarta Barat, Jakarta Utara, Bekasi, dan wilayah Jakarta Timur. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, LKC juga melakukan pembinaan RW Siaga. Bantuknya adalah pendampingan masyarakat, menumbuhkan kelembagaan lokal yang peduli kesehatan serta membentuk Nursing Center. Target program ini adalah menumbuhkan semangat kerelawanan di setiap jiwa masyarakat.Kedua, Kemitraan Korporat, LKC telah membentuk Pusat Kesehatan Jiwa Masyarakat (PKJM) dan Pusat Kesehatan Paru Masyarakat (PKPM) di Aceh Utara. Mitra yang terlibat adalah dinas Kesehatan dan Exxon Mobil Oil. Selain itu, LKC melakukan kapasitas building Puskesmas di Kabupaten Bojonegoro bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Mobil Cepu Ltd. Ketiga, Pembiayaan pasien penyakit berat, LKC mengajak lembaga-lembaga untuk menjadi donatur bagi pasien penyakit berat dan menerima sumbangan alat medis. Disamping itu, LKC juga bertindak sebagai fundraiser untuk biaya operasional dalam bentuk infak dan program-program lainnya sebagai dana cadangan dan kesejahteraan karyawan. Keempat, Bakti sosial masyarakat, bekerja sama dengan PT PPA, Tip-Top dalam kegiatan poli umum, gigi, gizi, spesialis anak, penyakit dalam, bedah, dan kebidanan.Pada tahap selanjutnya, TWI Dompet Dhuafa merancang program pendirian Rumah Sehat Terpadu (RST) sebagai model pelayanan kesehatan masyarakat dhuafa terpadu. Sehingga dalam jangka panjang, Dompet Dhuafa Republika berencana untuk terus memperluas layanan kesehatan bagi masyarakat miskin di Indonesia.Investasi wakaf untuk pengadaan sarana layanan kesehatan yang dilakukan TWI ini hampir sama dengan yang dilakukan oleh negara-negara Islam lainnya seperti di Mesir dan Arab Saudi, Yordan, dan Bangladesh, kementrian wakaf di negera-negara ini mendirikan sarana pendidikan, asrama mahasiswa, dan rumah sakit. Semua itu dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Dari program wakaf uang untuk sarana pendidikan dan layanan kesehatan yang dilakukan TWI, nampaknya TWI lebih cenderung menginvestasikan dana wakaf uang dalam bentuk direct investment (investasi secara langsung). Bentuk investasi ini memang lebih aman dan lebih menjamin keutuhan harta wakaf. Pengelolaan wakaf dalam bentuk layanan pendidikan dan kesehatan tersebut merupakan wakaf sosial yang ditujukan untuk membantu kehidupan masyarakat miskin dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun sejatinya bentuk investasi ini cenderung bersifat konsumtif, sehingga tidak dapat menutupi biaya operasionalnya secara mandiri. Berdasarkan kebijakan pengelolaan wakaf uang seperti ini, nampaknya lebih tepat disebut sebagai wakaf rumah sakit melalui uang, karena pengelolaan wakaf ini bersifat konsumtif, sedangkan wakaf tunai harus dikelola secara produktif, menghasilkan keuntungan yang akan disalurkan ke mauquf ‘alaih4. Sarana Layanan SosialUntuk pelayanan di bidang sosial, TWI menyalurkan wakaf uang untuk wisma mualaf, rumah cahaya, pembangunan masjid dan zona madina.a) Wisma MualafWisma Mualaf didirikan di Bintaro Utara, merupakan wakaf nontunai yang dipercayakan seorang wakif kepada TWI. Program ini bertujuan ini untuk membantu para mualaf, yang diresmikan tanggal 30 Agustus 2008 bertepatan dengan tanggal 1 Ramadhan 1429 H. Program ini merupakan kerja sama Dompet Dhuafa dengan TWI dan Yayasan Ariematea. Sejak diresmikan, wisma ini telah berfungsi sepenuhnya sebagai tempat tinggal sekaligus pembinaan bagi para mualaf. Para mualaf yang tinggal ditanggung kebutuhan rohani dan jasmaninya oleh wisma. Sekeluar dari wisma diharapkan mereka menjadi diri dan da’iyah yang mandiri, kokoh akidah, teguh menegakkan syari’at, dan mulia dalam berakhlak.Menurut Dzulkifli Nur, Kepala Wisma Mualaf, wisma saat ini telah menampung enam mualaf. Selain kebutuhan dasar, para mualaf juga dibekali berbagai ketrampilan (ekstrakurikuler) seperti pelatihan computer, pijat refleksi, dan thibbun nabawi, ketrampilan lain seperti memasak dan menjahit juga diberikan kepada mereka. selain kebutuhan-kebutuha yang bersifat jasmani, para mualaf juga secara intensif dibekali ilmu akidah, akhlak dan syari’at Islam. Saat ini, TWI telah menerima wakaf berupa dua buah sarana usaha yakni sebuah mesin obras dan mesin bordir, yang diserahkan tanggal 22 Januari 2009. Mesin ini disalurkan untuk memperlancar program pelatihan keterampilan usaha konveksi di wisma mualaf.b) Rumah CahayaRumah Cahaya Depok (RCD) berdiri tahun 2004 atas kerja sama Dompet Dhuafa dengan Forum Lingkar Pena (FLP). RCD didedikasikan bagi masyarakat umum untuk mendapatkan sumber bacaan bermutu dan bermanfaat. Perpustakaan sekaligus pusat karya tulis. Anak-anak dan remaja kaum tak berpunya bisa menikmati bacaan berkualitas sekaligus mengasah kemampuan menulisnya. Sejauh ini, mayoritas pengunjungnya adalah anak-anak pelajar SD, SMP, dan SMU. Awalnya, untuk biaya operasional, RCD menyewakan lantai 2 gedung RCD ke FLP, yang memanfaatkannya sebagai Kantor Redaksi Penerbit Lingkar Pena Publishing House (LPPH). Dengan sewa Rp 500 ribu/bulan (2004), Rp 600 ribu/bulan (2006), dan Rp 750 ribu/bulan (2007). LPPH juga menanggung biaya listrik, air dan telepon. Di samping itu, RCD juga mendapat pemasukan dari program-program yang dibiayai oleh donatur atau sponsor. Namun, sejak LPPH keluar akhir tahun 2007, RCD mulai kesulitan dana. Zaim Saidi, Direktur TWI berpendapat, untuk mendapat dana rutin sebagian lahan dan gedung yang “tidur” dulu disewakan untuk LPPH dan toko buku yang juga tutup, dimaksimalkan untuk program produktif dengan sistem sewa.TWI menjadikan Rumah Cahaya sebagai salah satu program pengembangan wakaf terpadu. yakni program wakaf dengan memadukan aset sosial dan aset produktif. Aset sosial yakni Rumah Baca yang dikelola oleh FLP yang posisinya berada di lantai dua dan aset produktifnya adalah properti berupa ruko yang disewakan kepada pihak ketiga. Kemudian surplusnya digunakan untuk menyokong aset sosial yang ada di atasnya.c) Pembangunan MasjidProgram Wakaf untuk masjid di TWI dilakukan dengan menyalurkan dana wakaf yang diterima dari masyarakat yang meminta dana wakafnya disalurkan untuk rumah ibadah. Pada dasarnya, TWI tidak menghimpun dana wakaf secara khusus untuk wakaf masjid karena hal itu dapat dilakukan oleh masyarakat secara mudah. TWI hanya menyalurkan dana wakaf kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan pembangunan masjid tetapi sangat kesulitan mencari sumber dana. Dana wakaf telah disalurkan TWI untuk pembangunan masjid adalah untuk bantuan pembangunan masjid di Maumere Nusa Tenggara Timur sebesar Rp37.512.000,00 pada bulan Juli 2008, dan pembangunan Masjid al-Wafa di Yogyakarta, Rp454.767.200,00. Namun, penyaluran dana wakaf untuk pemberdayaan masjid yang sudah ada TWI sudah menyusun program berupa masjid mandiri dalam bentuk pembangunan unit usaha di masjid. Namun, program itu tidak mendapat persetujuan dari Dompet Dhuafa, sehingga program masjid mandiri tidak dapat dilaksankan. Penyaluran wakaf uang untuk pembangunan masjid yang dilakukan TWI, sebetulnya kurang tepat, karena wakaf uang harus disalurkan untuk kegiatan produktif, yang disalurkan untuk pembangunan masjid adalah hasil keuntungan investasi untuk sektor produktif. Untuk itu pengelolaan wakaf seperti ini lebih tepat disebut sebagai wakaf masjid melalui uang.d) Wakaf CityDi antara program yang dicanangkan TWI adalah proyek Wakaf City di Parung, Bogor Jawa Barat. Program ini menjadi bagian program Kawasan Pengembangan Masyarakat Terpadu Dompet Dhuafa Zona Madina. Pemilihan wilayah Parung, selain memadukan program yang sudah ada, seperti Lembaga Pengembangan Isani (LPI) dan program lain. Wilayah tersebut juga punya perilaku sosial yang bersumber dari kemiskinan, baik moral maupun ekonomi. Oleh karenanya, Dompet Dhuafa Republika merasa perlu membangun contoh sebuah kawasan/komunitas yang diberdayakan secara terpadu. Kawasan ini meliputi radius 5 km. Di dalamnya terdapat program pemberdayaan yang dilakukan secara terpadu, sekaligus sebagai wahana edukasi dan rekreasi sosial masyarakat.Kawasan yang merupakan Integrated Islamic Community Development ini merupakan lahan yang diperoleh dari wakaf uang, dirancang memiliki masjid, rumah sakit, sekolah menengah ungggulan, komplek rumah susun sederhana, area bisnis bagi UKM, perpustakaan digital, gedung pelatihan, arena outbond, sarana oleh raga, gedung pertemuan, pusat perkantoran, lembaga pemberdayaan, guest house, pom bensin, dan foodcourt. Wakaf City didesain sebagai area komersial yang akan mensuplai surplusnya untuk program-program sosial di wilayah Zona Madina. Kawasan ini adalah model pemberdayaan zakat dengan kombinasi wakaf uang dengan upaya pengembangan sektor ril, direncanakan selesai tahun 2013.Dari program-program wakaf sosial yang dilaksanakan TWI, sebagai bentuk pendisribusian peruntukan wakaf yang disalurkan oleh wakif maupun pendistribusian dari hasil investasi wakaf. Setidaknya ada tiga sektor utama yang menjadi sasaran utama TWI, yaitu bidang pendidikan, bidang layanan sosial, dan bidang ekonomi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 8.4Penyaluran Dana WakafTahun Wakaf bidang pendidikan Wakaf bidang ekonomi/ investasi Wakaf bidang sosial2001 0 0 02002 0 0 02003/1424 H 38.310.300 0 02004/1425 H 6.812.014.900 500.000.000 3.700.000.0002005/1426 H 1.306.430.000 70.282.000 02006/1427 H 1.207.904.000 0 02008/1428 H 600.000.000 190.000.000 563.367.2002009/1429 H 0 192.629.726 1.010.734.000Total 9.964.659.200 952.911.726 5.274.101.200Sumber : Laporan Keuangan Dompet Dhuafa Tahun 2001- 2009Dari tabel ini prosentase penyaluran dana wakaf pada tabung wakaf untuk sektor pendidikan, ekonomi dan sosial dapat dilihat pada grafik di bawah ini:Grafik 3.4Penyaluran Dana WakafSumber : Laporan Keuangan Dompet Dhuafa Tahun 2001- 2009Dari tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa hampir 61 % dana wakaf yang disalurkan untuk kepentingan pendidikan. Dana yang terhimpun untuk smart ekselensia dipergunakan untuk pembelian fasilitas pendidikan seperti gedung dan peralatan pendidikan lainnya. Dana wakaf yang disalurkan untuk sektor sosial sekitar 33 % sedangkan wakaf uang untuk sektor ekonomi pada tabel ini hanya disalurkan sebesar 6 %.Hal ini menunjukkan kecenderungan masyarakat untuk menyalurkan wakaf uangnya lebih didominasi untuk kepentingan peningkatan kualitas pendidikan, dan dan pelayanan sosial dari pada sektor ekonomi (produktif). Argumentasi yang dibangun atas kesimpulan ini didasarkan pada apa yang ditegaskan MA. Mannan, Cash Waqf Certificate Global Opportunity the Sosial Capital Market in 21-CenturyVoluntary-Sektor Banking,bahwa sertifikat wakaf uang merupakan investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Kenyataan ini jelas berbeda dengan pemikiran Dian Masyita, A Dynamic Model for Cash Waqf Management as One of The Alternative Instruments for The Poverty Alleviation in Indonesia, yang menyatakan bahwa dana wakaf uang dapat menjadi dana pengurangan kemiskinan di Indonesia, terutama melalui program microfinance. Kenyataanya, dana wakaf yang disalurkan oleh lembaga pengelola wakaf uang ke sektor ril masih sangat terbatas, yakni (6 %). Ini berarti wakaf uang sebagai modal kerja yang menjadi penggerak sektor ril belum tercapai.Apalagi BaitulMaal Muamalat (BMM) sebagai lembaga amil zakat yang menghimpun dana wakaf melalu Waqaf Tunai Muamalat (Waqtumu), belum pernah menyalurkan dana wakafnya untuk sektor ekonomi. Seperti yang diakui Yayan Daryunanti Manajer Adminstrasi dan Keuangan Baitul Mal Muamalat, sampai April 2006, manfaat wakaf uang muamalat baru disalurkan untuk sektor pendidikan, yakni dalam bentuk besiswa kepada siswa Madrasah Ibtidiyah yang ada di daerah Bogor, yakni 4 orang untuk siswa MI Semplak Pilar Bogor, 2 orang untuk siswa MI Mathlaul Falak Bogor dan 5 orang siswa MI al-Falak Bogor dan 1 orang kepada MI Sirojul Huda Bogor. Menurut Yayan Daryunanti Manajer Adminstrasi dan Keuangan BMM, surplus investasi wakaf uang sampai saat ini baru disalurkan untuk sektor pendidikan dalam bentuk beasiswa pendidikan. Sedangkan penyaluran surplus wakaf untuk sektor pemberdayaan ekonomi, kesehatan, dan sosial belum dilakukan oleh Baitul Mal Muamalat. Dana wakaf uang yang terhimpun hanya dinvestasikan pada deposito Bank Muamalat saja. Belum diinvestasikan ke sektor lain.Walaupun pendapatan dari sektor ekonomi yang disalurkan TWI kecil, tapi efek yang dapat dirasakan masyarakat cukup besar. Selain mendidik masyarakat untuk berjiwa entrepreneurship, juga akan menciptakan lapangan kerja yang pada gilirannya dapat mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan. Karena efek pengelolaan wakaf uang terhadap pengentasan kemiskinan cukup tinggi, maka penyaluran dana wakaf uang ke sektor ini harus lebih banyak dari pada ke sektor lainnya. Seperti yang ditegaskan Ahmad ibn Abdul Azîz al-Hadâd dalam Waqf al-Nuqûd wa Istitsmaruhâ sebaik-baik pengembangan wakaf uang adalah disalurkan ke sektor perdagangan. Karena itu penyaluran wakaf uang ke sektor ril lebih diutamakan.Dana wakaf uang diinvestasikan dan disalurkan untuk memberdayakan masyarakat kecil melalui mikro finance dan pendampingan usaha. Bantuan keuangan mikro ini didampingi oleh sarjana pendamping yang akan memberikan konsultasi kepada penerima kredit mikro agar dapat pengetahuan cara berusaha dan berbisnis dengan baik. Dengan pemberian modal dan bantuan manajemen perlahan-lahan masyarakat miskin dapat terangkat derajatnya melalui usaha mikro yang pada akhirnya mampu hidup layak dan sejahtera. Perencanaan dan pengembangan program kredit mikro yang tepat akan memperkuat nilai-nilai kekeluargaan.Sektor micro finance seharusnya mendapat prioritas terbesar dalam penyaluran dana, karena di dalam model ini terdapat keberpihakan besar kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). UMKM mampu menyerap tenaga kerja produktif sehingga angka pengangguran dapat ditekan. Begitu juga menciptakan UMKM yang mandiri akan besar dampaknya terhadap pengentasan kemiskinan. Selain itu UMKM yang telah diberikan bimbingan selama ini memperlihatkan kemampuan tinggi dalam pengembalian modal.5. Manajemen Risiko Investasi Wakaf UangUntuk menjaga keberlangsungan dana wakaf dan menghindari kesalahan investasi, sebelum melakukan investasi, pengelola wakaf, selaku manajer investasi, tentu harus mempertimbangkan terlebih dahulu keamanan dan tingkat profitabilitas usaha guna mengantisipasi adanya risiko kerugian yang akan mengancam kesinambungan harta wakaf, yaitu dengan melakukan langkah-langkah: (1) Melakukan analisis manajemen risiko (risk management) terhadap investasi yang akan dilakukan, (2) Melakukan analisis pasar (market survey) untuk memastikan jaminan pasar dari output dan produk investasi, (3) Melakukan analisis kelayakan investasi yang dapat diukur dari average rate of return, payback period, internal rate of return dan indeks profitability, (4) Melakukan monitoring terhadap proses realisasi investasi, tingkat profitabilitas investasi, dan (5) Melakukan eveluasi.Pada lembaga keuangan Islam, dalam menyalurkan dana sektor ril perlu dilakukan analisis pembiayaan agar dapat menilai kelayakan usaha calon peminjam (feasible). Apakah usaha tersebut dapat mendatangkan keuntungan, dan apakah nasabah dapat tepat waktu melunasinya sehingga dapat menekan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan. Lembaga pengelola wakaf sebagai badan hukum yang wajib dikelola berdasarkan prinsip kehati-hatian, tidak terlepas dari ketentuan hukum yang berlaku agar dapat mengamankan dan melindungi kepentingannya serta wakif yang mempercayakan dana kepadanya.Dalam melakukan pengelolaan wakaf uang untuk sektor-sektor produktif, ketika akan mengucurkan dana wakaf uang untuk para mitra, TWI terlebih dahulu melakukan studi kelayakan usaha, melihat sisi manfaat dari usaha yang dilakukan mitra, mitra tersebut adalah orang yang dapat dipercaya dan mampu mengembalikan modal kepada TWI. Pada umumnya mitra yang menjadi objek investasi wakaf uang dari TWI merupakan mitra binaan Dompet Dhuafa. Dalam memberikan dana wakaf atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan kegiatan usaha lainnya tentulah TWI harus melakukan usaha berdasarkan prinsip kehati-hatian dan menjaga kepentingan wakif yang mempercayakan wakaf kepada TWI serta menempuh cara-cara yang tidak merugikan yang mengakibatkan berkuranghnya jumlah dana wakaf.Menurut Muhamad Anas Zarqa, nazhir harus mengelola proyek-proyek wakaf pada sektor pembiayaan yang menguntungkan. Dia harus melihat investasi yang dapat memberi keuntungan yang tinggi serta berada dalam bentuk yang diizinkan secara Islami. Pentingnya studi kelayakan proyek memudahkan pemahaman bahwa banyak proyek investasi dimulai dengan apa yang diistilahkan oleh Muhamad Anas Zarqa dengan “losses”. Lazimnya sebuah studi kelayakan bisnis maka proyek yang layak untuk penanaman modal dari wakaf uang adalah proyek yang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari biaya investasi dan biaya pemeliharaan.Tujuan analisis pembiayaan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keyakinan apakah mitra mempunyai kemauan dan kemampuan memenuhi kewajibannya secara tertib. Karena dalam penyaluran pembiayaan kepada mitra mungkin saja menghadapi risiko berupa tidak kembalinya dana yang disalurkan. Oleh karena, itu keadaan dan perkembangan mitra harus diikuti secara terus menerus mulai saat pembiayaan sampai pembiayaan itu lunas. Dalam menganalisis pembiyaan pertama-tama yang harus diperhatikan adalah kemauan dan kemampuan nasabah untuk memenuhi kewajibannya. Mengingat risiko tidak kembalinya dana kemungkinannya selalu ada, oleh karena itu, pembiyaan itu harus disertai jaminan yang sesuai dengan peraturan yang ada.Penerapan jaminan pada pengelola wakaf disebabkan karena dana yang disalurkan merupakan dana publik yang harus dilindungi, dipelihara, dan dikembangkan oleh lembaga pengelola wakaf seperti TWI. Secara fiqh, ketentuan jaminan dapat dibenarkan. Dalam fiqh jaminan pembiayaan yang berbentuk rekomendasi atau jaminan dari pihak lain dalam fiqh dikenal dengan istilah ad-dhaman atau kafalah.Namun, sampai saat ini, TWI dalam menyalurkan dana wakaf kepada mitra binaannya, tidak menerapkan adanya lembaga penjamin berupa asuransi syari’ah. Hal ini disebabkan adanya pandangan dari pihak manajemen bahwa operasional asuransi syari’ah sampai hari ini belum sesuai dengan prinsip syari’ah karena masih adanya unsur Maisir, gharar dan riba. Padahal Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 menegaskan bahwa dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf diperlukan penjamin, yakni lembaga penjamin syariah. Hal itu, ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 bahwa pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah. Ini berarti tingkat kepatuhan dan kesadaran TWI terhadap aturan perwakafan masih rendah. Lantas, bagaimana halnya bila terjadi risiko atau kerugian usaha, padahal dana wakaf yang disalurkan kepada masyarakat adalah dana publik, nilai nominalnya harus tetap dan tidak boleh berkurang.Harta wakaf adalah harta amanah yang terletak di tangan nazhir. Sebagai harta amanah, nazhir hanya boleh melakukan hal-hal yang mendatangkan kemaslahatan bagi harta wakaf. Berdasarkan pertimbangan ini, jika memilih pendapat yang membolehkan berwakaf dalam bentuk uang, yang perlu dipikirkan adalah bagaimana langkah yang mungkin untuk mengantisipasi adanya risiko kerugian yang akan mengancam eksistensi dan kesinambungan aset wakaf. Karena itu ulama yang membolehkan wakaf uang mensyaratkan bahwa uang itu harus diinvestasikan dalam usaha bagi hasil (mudhârabah), sedangkan skema investasi mudhârabah merupakan investasi yang berisiko tinggi.Pengelolaan wakaf uang dalam bentuk investasi ijârah, mudhârabah, musyârakah dan sebagainya, tidak luput dari kemungkinan terjadinya risiko. Apalagi usaha dengan akad mudhârabah merupakan kontrak kerja sama yang termasuk kategori risiko tinggi (high risk), karena modal kerja disalurkan oleh investor kepada pengusaha seratus persen. Pihak investor pun tidak boleh masuk ke dalam manajemen usaha. Dengan menimbang dan mengakomodir keberatan kelompok terhadap status hukum wakaf uang seperti kalangan mazhab Syafi’i yang mengkhawatirkan habisnya pokok wakaf. Maka sangat mendesak untuk dirumuskan dan diformulasikan model dan mekanisme semacam early warning. Tujuannya adalah mengontrol dan menghindari risiko pengurangan modal wakaf dalam konteks risk management, karena kemampuan menginvestasikan tidak akan lepas dari manajemen risiko.Cara-cara pengembangan wakaf produktif mungkin saja mengandung risiko kerugian bahkan kegagalan. Investasi dana wakaf di instrumen-instrumen investasi Islami seperti obligasi syariah atau pun saham-saham perusahaan Islami yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index, mengandung market risk berupa turunnya market value dari investasi tersebut. Penanaman modal langsung di sektor produksi, seperti agribisnis, real estate, perindustrian, perdagangan dan pertambangan, masing-masing memiliki karakteristik risiko yang berbeda, baik dari segi risiko usahanya, maupun risiko yang terkait dengan proses bisnis dan produksinya. Pertambangan, misalnya, termasuk sektor yang berisiko tinggi, memerlukan investasi yang besar. Namun, menjanjikan return yang seimbang dengan risikonya. Di sisi lain, real estate sangat terkait dengan keadaan ekonomi makro nasional dan daya beli masyarakat. Namun risiko bukan harus dihindari, justru harus dikelola agar potensi pengembangan dapat direalisasikan dengan memperhitungkan dan mengendalikan risiko-risiko yang mungkin terjadi. Karena tugas nazhir juga mencakup pengawasan dan perlindungan terhadap harta benda wakaf. Pengawasan dan perlindungan terhadap harta benda wakaf dimaksudkan untuk menjaga berkurangnya nilai harta benda wakaf, baik karena peristiwa-peristiwa force majeur maupun karena kerugian/ kegagalan investasi.Prinsip kehatihatian investasi harus tetap dijaga sehingga harta wakaf dikelola tetap sesuai dengan ketentuan pengelolaan wakaf secara syari’ah Harta wakaf yang diinvestasikan itu jangan sampai berkurang nilainya. Seperti yang ditegaskan Jalaluddin al-Mahally, nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf harus berusaha memelihara harta wakaf dan hasilnya secara hati-hati. Sebagai lembaga pengelola wakaf, seharusnya sikap hati-hati dalam penyaluran dana wakaf kepada masyarakat lebih diutamakan daripada menghindari cost karena adanya jaminan penjamin pembiayaan kepada pihak asuransi syari’ah.Lantas bagaimana TWI mengantisipasai jika terjadi risiko dalam usaha yang dilakukan oleh mitra TWI Menurut Destriana, sebelum mengucurkan dana, TWI dengan mitra binaan pengguna dana melakukan kesepakatan yang salah satu klausulnya berbunyi bahwa risiko usaha ditanggung oleh pihak pengguna dana, bukan oleh TWI. Kebijakan pembiayaan seperti yang dilakukan TWI ini, jelas bertentangan dengan konsep akad mudhârabah. Di mana jika terjadi risiko usaha yag disebabkan bukan atas kelalaian atau ketidak-jujuran, risiko itu ditanggung oleh shahibul mal (pemodal), bukan oleh mudharib (pengusaha). Ini berarti TWI harus menerapkan manajemen risiko yang tepat dalam mengelola harta wakaf yang diamanahkan kepadanya sehingga mismanagement dapat dihindari.Dengan kata lain, nazhir berkewajiban menjalankan pengelolaan risiko (manajemen risiko) terhadap harta benda wakaf yang dipercayakan wakif. Manajemen risiko merupakan pilar penting dalam tata kelola organisasi yang baik atau Good Corporate Governance (fairness, transparancy, accountability, responsibility, dan independency) mutlak harus diterapkan dalam pengelolaan wakaf. Di samping itu, pengelolaan wakaf uang dalam skala yang lebih besar yang merupakan tugas dari lembaga pengelola wakaf (nazhir) tentunya melibatkan jumlah dana yang tidak sedikit, serta memiliki efek ganda yang kuat. Dengan demikian, pengelolaan risiko pengelolaan dan pengembangan dana wakaf harus melibatkan proses manajemen risiko yang ketat dan profesional. Menjadi kewajiban TWI untuk memastikan bahwa pengelolaan dan pengembangan dana wakaf telah melalui proses manajemen risiko yang baik.Dalam suatu investasi, mutlak dilakukan manajemen risiko dari investasi. Tujuan manajemen risiko adalah mendiversifikasi risiko investasi berbagai portofolio investasi. Menurut Dian Masyita dalam Sistem Pengentasan Kemiskinan yang Berkelanjutan Melalui Wakaf Tunai, salah satu penilaian risiko investasi dilihat dari nilai variance-nya (standar deviasi kuadrat). Apabila variance-nya besar, investasi tersebut semakin beresiko. Di lain pihak, biasanya risiko besar diiringi dengan harapan return yang juga besar (high risk high return-low risk low return). Oleh karena itu pemilihan investasi dilakukan dengan mempertimbangkan 2 faktor yaitu standar deviasi dan return, kedua indikator ini diwakili oleh coefisien variansi (CV). coefisien variansi (CV) merupakan perpaduan antara return dan risiko. Semakin tinggi CV suatu investasi dibanding investasi lainnya semakin beresiko investasi tersebut. Nilai CV ini membantu nazhir dalam menentukan pilihan investasi portofolio dana wakaf uang.Manajemen risiko yang harus dilaksanakan dalam pengembangan wakaf produktif mencakup identifikasi risiko, analisa dan pengukuran risiko, penanganan dan pengendalian risiko, serta monitoring dan evaluasi. Manajemen risiko menurut Bramantyo Djohanputro, merupakan proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan risiko, dan memonitor serta mengendalikan implementasi penanganan risiko. Dalam menangani risiko perusahaan, pada intinya mengikuti tahapan sebagai berikut:1) Identifikasi RisikoPada tahap ini, analis berusaha mengidentikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan analisis pihak stakeholders seperti pemegang saham, kreditur, pemasok, karyawan, pemerintah, masyarakat, pihak manajemen perusahaan dan pihak lain yang berkepentingan terhadap perusahaan. langkah berikutnya adalah menggunakan 7S dari McKenzie yaitu; shared value, strategy, structure, staff, skills, system, dan style,Risiko utama dalam pengembangan wakaf produktif adalah berkurangnya nilai harta benda wakaf yang dikelola. Dalam perspektif manajemen risiko, perlu diidentifikasi secara rinci hal-hal yang dapat menyebabkan nilai harta benda wakaf produktif tersebut berkurang. Di sini akan diuraikan sedikit penyebab umum yang mungkin terjadi. Penyebab lain dapat bersifat khusus sesuai dengan bidang kegiatan pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif tersebut. Pengelolaan wakaf produktif di bidang pertanian, dan perdagangan, tentu memiliki risiko penyebab kerugian yang spesifik, berbeda dengan pengelolaan di bidang jasa atau investasi pada lembaga-lembaga keuangan syari’ah lainnya. Penyebab-penyebab umum yang dapat diidentifikasi adalah: a) Kerugian dari kegiatan usaha pengembangan wakaf itu sendiri. Kerugian dapat timbul karena risiko bisnis maupun risiko finansial. b) Depresiasi natural. Bangunan yang diwakafkan secara alamiah berkurang nilainya karena tidak pernah direnovasi, demikian pula wakaf uang dalam bentuk uang akan tergerus nilainya oleh inflasi. c) Terjadinya peristiwa-peristiwa force majeur seperti kecelakaan, bencana alam, kebakaran ataupun kebanjiran. d) Kelalaian atau ketidakamanahan nazhir.2) Pengukuran RisikoPengukuran risiko mengacu pada dua faktor,yakni kuantitas risiko yang terkait dengan berapa banyak nilai atau eksposur yang rentan terhadap risiko dan kualitas risiko yang terkait dengan kemungkinan suatu risiko terjadi. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya. Dari setiap jenis risiko yang mungkin menyebabkan berkurangnya sebagian atau seluruh harta benda wakaf produktif, perlu dilakukan perhitungan mengenai seberapa besar kemungkinan terjadinya serta seberapa besar dampak yang akan ditimbulkannya.Dampak yang diperhitungkan tidak hanya terbatas pada aspek finansial saja. Namun juga aspek nonfinansial seperti dampak reputasi, politis, dan lain sebagainya. Selanjutnya dipertimbangkan risk appetite (pertumbuhan) dan risk retention (penyimpanan) dari pengelolaan wakaf produktif tersebut, yakni tingkat risiko yang dapat diterima oleh nazhir terkait dengan keberlangsungan usaha produktif tersebut.3) Pemetaan RisikoRisiko itu ada yang perlu mendapat perhatian khusus, tetapi ada pula risiko yang dapat diabaikan, karena itu perusahaan perlu membuat peta risiko. Tujuan pemetaan ini adalah untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingan bagi perusahaan.4) Pengendalian dan penanganan RisikoSetelah mengetahui besarnya setiap risiko yang dihadapi, selanjutnya manajemen menyusun risk priorities, yakni menggolongkan risiko ke dalam risiko tinggi, menengah, ataupun ringan berdasarkan analisis frekuensi dan severity pada tahap sebelumnya. Risk priorities memudahkan pengelola menentukan langkah-langkah penanganan risiko. Pada dasarnya langkah penanganan risiko ada tiga, yakni mengurangi, mengalihkan, dan menanggung sendiri. Pengelola sedapat mungkin mengurangi kemungkinan terjadinya risiko dengan berbagai macam langkah, utamanya sebelum risiko itu terjadi. Hal ini yang dikenal dengan pencegahan. Akan tetapi, pengelola juga harus siap untuk meminimalisir kerugian apabila risiko itu betul-betul terjadi. Selanjutnya risiko yang masih tersisa dialihkan kepada pihak lain. Langkah ini disebut risk transfer atau risk sharing, melalui lembaga-lembaga seperti asuransi atau lembaga penjamin atau melalui instrumen-instrumen keuangan seperti option dan hedging.Dalam pengelolaan wakaf produktif, pilihan-pilihan pengalihan risiko ke pihak lain tidak boleh bertentangan dengan syariah. Bagaimana pun, tidak semua risiko dapat dialihkan. Risiko-risiko yang tidak dapat dialihkan tersebut mau tak mau harus ditanggung sendiri kerugiannya. Manajemen risiko yang baik adalah merencanakan besarnya risiko yang harus ditanggung sendiri setelah upaya mengurangi dan mengalihkan risiko dilakukan secara optimal.Aspek pengendalian risiko, dalam pengelolaan wakaf produktif, dimulai dengan memilih jenis-jenis investasi atau sektor-sektor usaha secara cermat dan menghindari sektor usaha yang berisiko tinggi. Hal ini terkait dengan kewajiban nazhir untuk mempertahankan nilai harta benda wakaf sehingga preferensi terhadap risiko kerugian usaha yang dapat berakibat kepada berkurangnya nilai harta benda wakaf tergolong rendah. Dalam hal ini, nazhir sebaiknya menunjuk pihak lain selaku fund manager, misalnya pihak perbankan syariah, perusahaan pengelola investasi syariah dan sebagainya.Begitu juga dengan pengelolaan wakaf produktif berupa instrumen investasi, peran penjaminan diperlukan dalam upaya menjaga agar dana wakaf tidak berkurang pokoknya. Di samping penjaminan terhadap kerugian pengelolaan wakaf produktif, salah satu langkah pengelolaan risiko adalah penanganan asuransi. Sudah tentu, seluruh aset fisik kecuali tanah yang diwakafkan oleh wakif wajib diasuransikan terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi. Melalui mekanisme asuransi, umat akan terlindungi dari tindakan tidak profesional atau tidak amanah dari nazhir atau pengelola wakaf produktif yang ditunjuk atau bekerja sama dengan nazhir.Secara alami, tidak semua jenis risiko dapat diasuransikan. Risiko berkurangnya nilai harta benda wakaf yang bersifat natural seperti depresiasi pada aset tetap atau tergerusnya nilai uang karena inflasi, tidak dapat diasuransikan. Bahkan, risiko yang diasuransikan pun pada umumnya menetapkan sejumlah porsi tertentu yang harus ditanggung sendiri oleh nazhir selaku nasabah. Untuk itu, perlu dipersiapkan cadangan dana yang diperhitungkan secara cermat. Cadangan dana ini seperti cadangan dana depresiasi terhadap aset tetap yang tidak secara fisik ada, akan tetapi tercadangkan dan tersedia manakala diperlukan. Selain itu, fenomena berkurangnya nilai harta benda wakaf secara natural mempertinggi urgensi untuk mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf secara produktif.5) Pengelolaan Risiko, Monitoring dan EvaluasiManajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana. Manajemen juga perlu memastikan bahwa model pengelolaan risiko cukup efektif. Kegiatan menajemen risiko merupakan kegiatan yang berkesinambungan serta memerlukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Pada dasarnya monitoring dan evaluasi bermaksud memastikan bahwa pengelolaan risiko dalam pengembangan wakaf produktif berlangsung dengan baik. Manfaat sesungguhnya adalah meningkatnya kepercayaan wakif dan umat secara keseluruhan akibat diterapkannya manajemen risiko secara baik dalam pengembangan wakaf produktif.Dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf uang, good corporate governance merupakan hal yang mutlak. Salah satu pilar penting dalam good corporate governance adalah manajemen risiko. Pengembangan wakaf produktif dalam dirinya membawa risiko berupa kemungkinan berkurang atau hilangnya nilai harta benda wakaf. Risiko-risiko tersebut dapat diakibatkan oleh kerugian usaha produktif yang dijalankan, risiko kehilangan nilai secara natural (inflasi dan depresiasi), risiko karena force majeur (bencana alam, kebakaran dan sebagainya), atau risiko karena kurang profesionalnya atau tidak amanahnya nazhir atau pengelola wakaf produktif yang ditunjuk oleh nazhir.Penerapan manajemen risiko memamg membutuhkan biaya. Namun, manfaat yang ditimbulkan berupa meningkatnya kepercayaan wakif dan masyarakat umum terhadap institusi wakaf tentu lebih diprioritaskan. Meningkatnya kepercayaan itu akan berdampak positif dalam penggalangan dana wakaf sehingga semakin memperluas perannya dalam meningkatkan kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf itu sendiri.Berdasarkan uraian di atas, khususnya dari aspek kegiatan operasionalnya, kehadiran TWI lebih mendorong program-program sosial keagamaan dan pemberdayaan masyarakat dalam berbagai bidang. Proyek-proyek yang dilaksanakan yang dilaksanakan TWI mempunyai peranan yang sangat penting. Program yang dijalankan memberikan dampak sosial dan pemberdayaan yang cukup strategis sebagai salah satu pilar pembangunan sosial dan ekonomi bangsa. Kondisi ini akan dapat terus meningkat dan berkembang seiring dengan peningkatan dan pengembangan peran serta TWI sebagai nazhir wakaf nasional yang mampu memikul beban dan amanah serta tanggung jawab sebagaimana diamanatkan oleh para wakifnya. Bagi wakif, dengan mempercayakan TWI sebagai nazhirnya, sekaligus ia mendapatkan manfaat berupa pemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi, kesejahteraan keluarga (dunia dan akhirat), pembangunan sosial dan pembangunan masyarakat sejahtera, jaminan sosial bagi si miskin dan jaminan keamanan sosial bagi si kaya.Walapun TWI mempunyai program-program wakaf produktif seperti wakaf sarana niaga, perdagangan, perkebunan dan peternakan, serta program wakaf pelayanan sosial, seperti LKC, Wisma Mualaf, Smart Ekselensia Indonesia, Rumah Cayaha. Namun sampai saat ini TWI belum mempunyai System Operation Procedure secara tertulis yang dijadikan acuan dan pedoman bagi organisasi serta mengontrol kinerja organisasi dalam mencapai tujuan dan target organisasi. Seperti yang diakui Manajer Program TWI, Hendra Jatnika, walaupun demikian adanya, masing-masing manajer tetap melaksanakan aktivitas sesuai tugas dan tanggung jawabnya.Diakui, pertumbuhan aset wakaf uang yang berhasil dihimpun TWI selalu meningkat dan program-program yang dilaksanakan sukses. Sebagai organisasi yang mengelola dana publik yang dikelola seperti manajemen perusahaan, tentu perangkat-perangkat seperti System Operation Procedure mutlak diperlukan. Dengan demikian, organisasi dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan target yang telah direncanakan. Penilaian dan kontrol terhadap kinerja organisasi pun dapat dilakukan.Berbeda halnya dengan Tabung Wakaf Indonesia, Baitul Maal Muamalat dalam operasionalnya, mempunyai buku Pedoman Wakaf uang Muamalat yang digunakan sebagai acuan operasional dan monitoring bagi pengelolaan dan pendistribusian wakaf uang. Dalam penyaluran dana wakaf yang diterima, sesuai dengan Pedoman Wakaf uang Muamalat.Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada TWI dapat disimpulkan, dalam melakukan penghimpunan dana wakaf TWI sudah melakukan strategi manajemen fundraising dengan baik, dengan menggunakan media kampanye melalui media elektronik, media masa, dan dakwak secara langsung kepada masyarakat. Manajemen pengerahan dana wakaf seperti ini berpengaruh positif terhadap peningkatan penghimpunan dana wakaf uang di TWI.Manajemen investasi wakaf uang yang dilakukan di TWI nampaknya lebih cenderung dalam bentuk direct investment. Lembaga ini menginvestasikan wakaf uangnya secara langsung untuk pembelian rumah sakit gratis, sekolah gratis, dan sarana sosial lainnya. Sedangkan investasi ke sektor ril, walaupun sedikit, masih mendapat perhatian. Investasi yang dilakukan TWI untuk sektor prduktif pada dasarnya sudah mengacu kepada manajemen investasi wakaf uang yang digariskan dalam ekonomi Islam. Investasi wakaf melalui pendekatan produktif di lembaga wakaf ini adalah bentuk investasi yang memakai akad ijârah untuk pengadaan sarana niaga, muzara’ah untuk wakaf perkebunan, mudhârabah dan musyârakah untuk sektor perdagangan. Namun pengelolaan dalam bentuk ini belum menerapkan aturan pengelolaan wakaf uang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan misalnya masalah penerapan auransi syari’ah. Pengelolaan wakaf uang melalui pendekatan nonproduktif yang dilakukan pada lembaga tersebut kurang tepat, karena prinsip pengelolaan wakaf uang yang digaris dalam ekonomi Islam tidak terpenuhi yakni menghasilkan surplus (return on investmen) dalam pengelolaannya. Yang disalurkan kepada mauquf alaih adalah surplusnya.Untuk investasi sektor keuangan (financial sector) tidak digunakan secara utuh oleh TWI. Lembaga ini menggunakan instrumen investasi dalam bentuk deposito mudhârabah di bank syari’ah hanya sebatas tempat penitipan sementara, karena dana wakaf uang yang terhimpun diinvestasikan secara langsung ke objek wakaf yang ditetapkan oleh wakif. Tidak diterapkannya sektor portofolio dalam menginvestasikan dana wakaf uang yang diterima oleh TWI, disebabkan adanya keraguan terhadap kesyari’ahan operasionalnya.B. Efektivitas Pengelolaan Wakaf Uang pada Tabung Wakaf IndonesiaEfektivitas organisasi pada dasarnya adalah efektivitas individu para aggotanya di dalam melaksanakan tugas sesuai dengan kedudukan dan peran mereka masing-masing dalam organisasi. efektivitas dan efisiensi dari organisasi bisnis, diukur dari pencapaian provit, di mana input maupun output yang berupa provit usahanya dapat dinilai dengan uang (materi). Efektivitas harus dinilai atas dasar tujuan yang bisa dilaksanakan, bukan atas dasar konsep tujuan yang maksimum. Efektivitas diukur dengan menggunakan standar sesuai dengan acuan.Efektivitas organisasi dapat diukur dari hal-hal yang berhubungan dengan biaya tenaga kerja, efisiensi produksi, kualitas kerja, pemeliharaan peralatan dan hal yang tidak kalah penting adalah program pelatihan dan pengembangan. Untuk itu efektivitas pengelolaan wakaf uang ini dapat diukur dengan mempergunakan beberapa unsur yaitu: produktivitas (efisiensi dalam arti ekonomi), dan multiplyer effects (pengaruh ganda) yang dirasakan oleh penerima manfaat wakaf.Habib Ahmed, menyatakan, sebagai institusi organisasi nonprofit yang menyertakan diri dalam aktivitas sumbangan sukarela, lembaga pengelola wakaf tentu harus didukung oleh organisasi yang mempunyai kemampuan dan fokus pada pencapaian tujuan. Menurut peneliti IRTI ini, penguasaan struktur dan prosedur manajemen adalah faktor yang penting dalam peningkatan kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan sosialnya dalam pengentasan kemiskinan. Ini akan membutuhkan efektivitas dan dukungan badan/pengurus dengan manajemen organisasi yang terpercaya. Selain itu, jaminan bahwa sistem yang relevan, proses dan prosedur yang tepat, perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana strategis dan perencanaan SDM, sehingga manajemen yang baik akan tergambar pada kapasitas operasional dalam upaya peningkatan jumlah dana dan penggunaannya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan institusi.Berkaitan dengan ini, hal yang esensial dalam pengelolaan wakaf adalah transpransi dalam operasionalnya. Ini dapat dilakukan dengan pemeliharaan integritas keuangan dan mekanisme kontrol institusi yang bersifat internal untuk menghindari penyalahgunaan dana, penggelapan, dan pemborosan. Kewajiban pemegang otoritas, pencatatan, dan pembayaran dana harus dipisahkan. Akuntabilitas, transparansi, dan rekonsilisasi serta audit tahunan. Laporan keuangan dibuat oleh auditor independen yang dengan mudah dapat diakses oleh masyarakat umum.Untuk menilai efektivitas pengelolaan wakaf uang dapat dilihat dari variabel-variabel sebagai berikut. 1) Keuntungan investasi wakaf uang. 2) Pengaruh pengelolaan wakaf uang dari aspek; a) Pergerakan sektor ril dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. b) Pelayanan sosial dalam bentuk layanan kesehatan dan subsidi pendidikan.Efektivitas pengelolaan wakaf uang pada TWI dapat dianalisis dengan dari tingkat pendapatan investasi wakaf uang dan pengaruh pengelolaan wakaf uang terhadap masyarakat dari sektor ekonomi dan sosial baik dalam bidang pendidikan, kesehatan dan keagamaan.1. Tingkat Pendapatan Investasi Wakaf UangMerujuk pada penilaian efektivitas SDM yang dirumuskan Robert L Mathias dan Jhon H Jakson dengan rumus return on investment/ROI (pengembalian atas investasi) dan economic value added/EVA (nilai tambah ekonomi), penghimpunan dana wakaf yang dilakukan TWI cukup efektif karena selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun dilihat dari pengembalian atas investasi wakaf uang yakni penerimaan dana wakaf dikurangi dengan dana wakaf yang disalurkan maka pengelolaan wakaf uang di TWI bermasalah. Kesimpulan ini dibuktikan dengan terjadinya defisit yang cukup tinggi yang dialami oleh TWI yakni sebesar 1 milyar lebih. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini:Tabel 9.4Pengelolaan Dana Wakaf UangTahun Penerimaan Dana Wakaf Penyaluran Dana Wakaf Surplus/(Defisit)2002 822.451.600 0 822.451.6002004/1425 H 7.443.389.795 11.012.014.900 (3.568.625.105)2005/1426 H 1.099.145.598 1.376.712.000 (277.566.402)2006/1427 H 1.399.798.925 1.207.904.000 191.894.9252008/1428 H 1.943.819.391 1.353.367.200 590.452.1912009/1429 H 2.070.990.299 1.203.363.726 867.626.573Total 14.779.595.608 16.153.361.826 -1.373.766.218Sumber: Laporan Keuangan Dompet Dhuafa, 2001-2008Menurut Rini Suprihartanti, defisit anggaran ini berawal dari proses pembelian gedung LKC tahun 2001 yang dibiayai dan dari dana wakaf uang. Tetapi, karena dana wakaf yang terkumpul ketika itu kurang, maka pembelian gedung LKC ditalangi juga dengan dana zakat atas nama hutang bagi TWI. Begitu juga untuk pembelian gedung sekolah Smart Ekselensia tahun 2003 yang dibiayai dengan dana wakaf, namun juga mengalami kekurangan dana sehingga pelunasan gedung pun dibantu dengan dana zakat atas nama hutang bagi TWI. Untuk gedung LKC, sudah dapat dilunasi, tetapi sekolah Smart Ekselensia masih belum dapat dilunasi oleh TWI.Memang wakaf uang mempunyai peluang yang besar bagi terciptanya investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Karena menurut Ahmad Muhammad Abdul Azhim al-Jamal, wakaf pada hakikaknya adalah investasi. Di mana pemiliknya ingin mewakafkan hartanya di jalan yang bisa dipanen hasilnya di hari akhir (yaum al-qiamah), dengan tetap memelihara pokoknya, seperti wakaf pohon dan kebun yang berbuah, hasil sewa pada barang-barang yang disewakan, atau berupa dividen atau pendapatan seperti yang ada pada wakaf uang. Bila memahami prinsip sedekah jariyah dalam wakaf, nazhir tidak saja harus meningkatkan kemampuan dan kualitas kerjanya, tetapi juga cara pandang (paradigm) terhadap wakaf yang dikelolanya. Keutuhan aset wakaf tidak musti dipahami secara harfiah dalam bentuk tidak boleh mengubahnya sedikitpun, tetapi dalam konteks yang diajarkan Rasulullah saw. yakni “menahan pokok dan mengalirkan hasil”.Dari pemahaman seperti ini para nazhir bertugas mengembangkan dan menjaga keutuhan harta wakaf. Dengan ungkapan lain, aset wakaf haruslah berputar, produktif, hingga menghasilkan surplus dan terus dialirkan surplusnya tanpa mengurangi aset. Atau ketika barang itu mengalami penyusutan secara alami akibat pemakaian, dapat diperbaharui kembali dari hasil surplus tersebut. Dalam wakaf uang yang harus diperhatikan adalah tetapnya nilai harta yang diwakafkan sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang dapat diberikan kepada mauquf ‘alaih. Ini berarti dana wakaf uang tidak boleh berkurang apalagi terjadi defisit. Dilihat dari kenyataan ini, manajemen investasi wakaf uang yang dilakukan TWI belum sesuai dengan prinsip manajemen investasi wakaf uang yang digariskan dalam ekonomi Islam.Namun, dilihat dari potensi dana wakaf yang berhasil dikelola TWI jika dibandingkan dengan dana wakaf yang dikumpulkan oleh BaitulMaal Muamalat (BMM), Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), tingkat keberhasilan TWI jauh melebihi kedua lembaga ini.Tabel 10.4Perbandingan Wakaf Uang di TWI, BMM, dan PKPUTahun TWI BMM PKPU KET.2001 86.968.000 0 02002 822.541.600 16.688.917 48.477.0001423/1424 H 391.914.297 18.723.009 61.857.0002004/1425 H 7.443.389.785 19.931.613 73.777.0002005/1426 H 1.099.145.598 101.350.353 260.952.0012006/1427 H 1.399.798.925 60.334.967 891.598.4482008/1428 H 1.943.819.391 84.157.614 7.229.1002009/1429 H 2.070.990.299 42.431.091 267.470.0001430 H 3.637.700.176 13.129.595 0 Sya’ban 1430/12 Agustus 2009Total 18.896.268.071 356.747.159 1.611.360.549Sumber: Laporan Keuangan Dompet Dhuafa, BMM dan PKPU tahun 2001-2008Perbandingan jumlah dana wakaf yang berhasil dikumpulkan oleh ketiga lembaga pengelola wakaf dapat dilihat pada grafik di bawah ini:Grafik 2.5Perkembangan Dana Wakaf UangSumber: Laporan Keuangan Dompet Dhuafa, BMM dan PKPU tahun 2001-2008Walaupun dana yang berhasil dikumpulkan TWI lebih tinggi, namun, jika dilihat dari potensi dana wakaf ada pada masyarakat muslim di Indonesia masih jauh dari potensi dana umat sebesar 3 triliun Rupiah. Seperti yang diakui oleh Rini Suprihartanti, Direktur Keuangan dan Operasional Dompet Dhuafa Republika. Dari sisi penghimpunan dana wakaf, efektivitas pengelolaan wakaf uang pada TWI belum mencapai target potensi ideal wakaf uang yang ada di Indonesia. Walaupun sudah ada pengelolaan wakaf uang, yang diatur dengan undang-undang, namun, sampai hari ini belum secara siginifikan merubah paradigma wakaf di kalangan masyarakat. Masyarakat kebanyakan masih memahami bahwa wakaf itu dalam bentuk aset tetap. Hal yang sama juga diakui oleh direktur Tabung Wakaf Indonesia Zaim Saidi, dari segi penghimpunan dana masih jauh dari potensi wakaf yang ada, tapi setidaknya tahap perubahan paradigma wakaf dari hanya wakaf aset tetap sudah menjurus pada wakaf produktif. Masyarakat sudah mulai tertarik untuk menyalurkan dananya untuk kegiatan wakaf. Dari segi kegiatan, TWI sebetulnya belum banyak melakukan kegiatan wakaf produktif karena pengelolaan wakaf uang tersebut masih didominasi oleh bentuk wakaf sosial (konsumtif) seperti LKC dan Smart Ekselensia. Sekarang yang sedang dilakukan adalah mengubah model pengelolaan wakaf uang itu menjadi aset tetap yang dapat dikelola secara porduktif. Misalnya membangun properti untuk disewakan, keuntunganya pasti dan risikonya rendah.2. Pengaruh Pengelolaan Wakaf UangUntuk mengukur pengaruh yang dimunculkan dari pengelolaan wakaf uang dapat dilihat dari indikator-indikator berupa pergerakan sektor ril dan pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pelayanan sosial dalam bentuk layanan kesehatan dan subsidi pendidikan, dan layanan sosial keagamaan lainnya. Berikut ini akan diuraikan kedua faktor tersebut.a) Pergerakan sektor ril dan pemberdayaan ekonomi masyarakatMenurut MA Mannan, salah satu indikator efektivitas wakaf uang adalah income redistribution (redistribusi pendapatan). Pengeluaran dana-dana yang diperoleh dari hasil pengelolaan wakaf berperan penting pada setiap redistribusi pendapatan secara vertikal. Pengeluaran dana-dana wakaf harus dikoordinasikan sehingga efek redistribusi pendapatan dapat berpihak pada golongan miskin, yakni dengan penyediaan jasa dan prasarana penting bagi orang miskin, misalnya sarana pendidikan. Berdasarkan apa yang telah dibuktikan MA Mannan di SIBL, dengan pengelolaan wakaf yang efektif, redistribusi pendapatan horizontal telah terjadi secara siginifikan dari satu kelompok pendapatan ke kelompok pendapatan yang lain. Seperti halnya zakat, Menurut Habib Ahmed, secara konsep semestinya wakaf memberikan pengaruh terhadap kegiatan ekonomi secara makro, mempunyai kontribusi positif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ummat.Dalam mengalokasikan investasi wakaf uang pada sektor ril, TWI lebih memilih kelompok masyarakat yang berhimpun dalam suatu usaha, ataupun wilayah/ kawasan yang masyarakatnya memiliki usaha yang sama. Misalnya, penyaluran wakaf uang untuk usaha perkebunan, melalui LPEU Insan Kamil mitra binaan TWI yang ada di Palembang. Begitu juga penyaluran surplus wakaf untuk para pedagang yang ada di Jakarta dan Bogor, melalui Masyarakat Mandiri yang juga mitra binaan TWI. Hal sama juga diberlakukan pada Kampung Ternak, sebuah kawasan yang masyarakatnya mempunyai usaha peternakan sapi atau kambing, mitra binaan TWI yang mendapat kucuran dana wakaf uang untuk penggemukan sapi atau kambing.Pengaruh pengelolaan wakaf uang telah dibuktikan TWI melalui pemberian modal kerja kerja kepada mitra binaannya seperi Bakmi Langgara, Masyarakat Madani, LPEU Insan Kamil, Kampung Ternak, BMT Nusya Pondok Pesantren Ibnu Syakur Tuban. Program wakaf produktif tersebut terbukti telah memberikan kesempatan kepada masyarakat yang bernaung di dalam lembaga yang menjadi binaan TWI untuk membuka usaha, ataupun membantu pengembangan usaha produktif masyarakat yang kekurangan modal.Manfaat yang dirasakan masyarakat melalui investasi dana wakaf ini cukup besar. Masyarakat mendapatkan modal pembiayaan dan bagi hasilnya. Mereka pun mendapat binaan baik dalam bentuk bisnis, maupun dalam bentuk mental spiritual dari kelompok binaanya seperti yang dilakukan pada produsen BaksoCip dan Vegemi Idola yang berada di bawah binaan Masyarakat Madani dan pengusaha Bakmi Langgara untuk melakukan usaha dan dengan cara yang halal. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah pendidikan mental dan moral masyarakat. Di mana masyarakat dalam kelompok usaha dibina untuk mempunyai jiwa entrepreneurship sehingga mereka yang sebelumnya mencari kehidupan dari cara yang tidak halal, dapat meninggalkan kebiasaan tersebut dengan mencari usaha yang halal.Begitu juga, masyarakat binaan diberikan semacam dorongan spritual untuk meninggalkan perbuatan maksiat. Seperti yang dilakukan pada anggota binaan LPEU Insan Kamil di Palembang untuk meninggalkan kebiasaan buruk menjadi bajing loncat dan mendorong masyarakat untuk bekerja pada sektor-sektor yang halal. Di samping itu, mereka juga dimotivasi untuk menyisihkan sebagai rizkinya untuk diwakafkan dan motivasi lainnya yang mengajak masyarakat kepada kebaikan.Program investasi wakaf uang ke sektor ril seperti yang dilakukan TWI ini merupakan bentuk pengejawantahan program pengentasan kemiskinan. Menurut Dian Masyita dana wakaf uang dapat diinvestasikan dan disalurkan untuk memberdayakan masyarakat kecil melalui mikro finance dan pendampingan usaha. Pemberian bantuan dan pendampingan oleh sarjana pendamping yang akan memberikan konsultasi kepada penerima kredit mikro agar dapat pengetahuan cara berusaha dan berbisnis dengan baik. Dengan pemberian modal dan bantuan manajemen perlahan-lahan masyarakat miskin dapat terangkat derajatnya melalui usaha mikro yang pada akhirnya mampu hidup layak dan sejahtera.Di samping itu, sistem penjaringan kelompok masyarakat yang dilakukan TWI ini, tentu akan lebih memudahkan melakukan monitoring usaha sehingga risiko usaha lebih dapat diminimalisir. Di samping itu sistem penjaringan kelompok masyarakat seperti ini, manfaat wakaf tentu juga dapat dinikmati oleh banyak orang. Betapa banyak orang miskin yang dapat diberikan bantuan modal dan betapa banyak pula orang miskin yang dapat menikmati hasil usaha dari investasi wakaf uang. Wakaf uang seperti yang diinvestasikan TWI, terbukti memberi kesempatan pada masyarakat untuk pengembangan usaha dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ini berarti investasi wakaf uang ke sektor ril berpengaruh positif pada peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat sekaligus memberikan kesadaran akan makna wakaf itu sendiri.Pada periode tahun 2008-2009, hasil dari pengelolaan wakaf produktif TWI sudah semakin dirasakan oleh masyarakat. Dari berbagai program pengelolaan wakaf produktif yang sudah berjalan seperti perdagangan, perkebunan, pengelolaan saham, peternakan, BMT, serta penyewaan ruko (rumah dan toko) menghasilkan surplus sebesar Rp27.461.769,00. Dari jumlah itu Rp8.218.080,00 disalurkan sendiri oleh mitra pengelola program.Dari keseluruhan dana wakaf yang disalurkan TWI, hampir 61% dana wakaf yang disalurkan untuk kepentingan pendidikan. Dana wakaf yang disalurkan untuk sektor sosial sekitar 33% sedangkan wakaf uang untuk sektor ekonomi hanya disalurkan sebesar 6%. Berdasarkan prosentase ini, kenyataannya dana wakaf yang disalurkan ke sektor ril masih sangat terbatas, yakni 6%. Ini berarti wakaf uang sebagai modal kerja yang menjadi penggerak sektor ril belum tercapai.Investasi wakaf uang untuk sektor ril yang dilakukan TWI ini mencoba mencontoh apa yang yang telah dilakukan di Mesir, negara yang terhitung sukses dalam pengelolaan wakafnya, di mana Mesir sejak disahkannya Undang-undang Nomor 152 Tahun 1957 mengembangkan wakaf tanah pertanian untuk meningkatkan perekonomian umat. Kementerian Perwakafan (Wizarah al Awqaf) di negeri ini membangun tanah-tanah kosong yang dikelola secara produktif dengan mendirikan lembaga-lembaga perekonomian, ataupun dalam bentuk pembelian saham di perusahaan-perusahaan. Hasil pengelolaan wakaf ini disalurkan untuk membantu kehidupan masyarakat miskin, anak yatim piatu, pedagang kecil.b) Pelayanan sosial dalam bentuk layanan kesehatan dan subsidi pendidikan, dan layanan sosial keagamaan lainnyaUniknya pengelolaan wakaf uang yang dilakukan TWI, tidak hanya disalurkan untuk kegiatan produktif, tetapi juga menyalurkan wakaf kepada kegiatan sosial seperti pendirian rumah sakit gratis, Wisma Mualaf, bantuan pendirian masjid dan sarana pendidikan gratis. Hal ini dilakukan tetap mengacu kepada peruntukan wakaf yang ditunjuk oleh wakif. Seperti yang ditegaskan MA Mannan, bahwa wakaf uang juga berfungsi sebagai investasi yang strategis untuk menghapus kemiskinan dan menangani ketertinggalan di bidang ekonomi serta bidang pendidikan, kesehatan, dan riset. Hal ini juga telah dirasakan oleh Pondok Pesantren Ibn Syakur Tuban yang bekerja sama dengan TWI dalam menghimpun dana wakaf. Keuntungan investasi wakaf uang digunakan untuk menutupi biaya operasional pondok pesantren. SMU I Mansamat pun mendapatkan surplus wakaf uang untuk menutupi biaya operasional sekolah yang diperoleh dari investasi perkebunan di Sulawesi Tenggara.Sama halnya dengan yang telah dibuktikan di Mesir dan Turki, wakaf telah memainkan peranan penting di negeri seribu masjid ini, terutama pada masa elite Mamluk (1250-1517). Contoh paling utama dari wakaf era ini adalah rumah sakit yang dibangun oleh al-Manshur Qalawun yang bisa berfungsi dengan baik hingga abad ke-19 dan juga Universitas al-Azhar. Singkatnya, pada masa Mamluk, wakaf telah berkembang dengan cukup baik, yang tercermin dari pemanfaatan wakaf untuk kesehatan, pendidikan, perumahan, penyediaan makanan dan air, dan tanah pemakaman.Idealnya biaya operasional wakaf ditopang dari dana wakaf itu juga. Akan tetapi lain halnya dengan TWI, menurut Rini Suprihartanti, Direktur Keuangan dan Operasional Dompet Dhuafa Republika, untuk wakaf dalam bentuk pelayanan sosial seperti LKC, Wisma Muallaf, wakaf sektor pendidikan seperti Smart Ekselensia, TWI belum dapat menutupi biaya operasional masing-masing objek wakaf dari surplus wakaf. Hal ini disebabkan dana wakaf yang terhimpun masih sedikit sedangkan biaya operasional untuk masing-masing program sangat besar. Untuk menutupi biaya-biaya tersebut Dompet Dhuafa melakukan subsidi dari zakat ataupun infak lainnya. Ini berarti, wakaf uang yang dikelola TWI, belum mampu membiayai setiap kegiatan yang dilakukan secara mandiri. Dilihat dari pengelolaan wakaf uang yang dilakukan TWI untuk sektor pendidikan dan kesehatan sebetulnya lebih tepat disebut dengan pengelolaan wakaf rumah sakit atau sekolah melalui uang karena wakaf yang dikelola tersebut tidak menghasilkan keuntungan dalam bentuk uang.Tidak dapat dipungkiri, bahwa dana wakaf yang disalurkan dalam bentuk investasi di sektor ril ke masyarakat terbukti memberi pengaruh positif bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat. TWI menyalurkan dana wakaf melalui jaringan mitra dan binaannya untuk kegiatan-kegiatan perdagangan pertanian, peternakan, perkebunan dan penyediaan sarana niaga kepada masyarakat yang menjadi Community Development Dompet Dhuafa, dengan kelopok usaha mereka seperti MM yang membuka usaha Ba’so Vegemie. LPEU Insan Kamil di Lahat dengan usaha pertanian karetnya.Berdasarkan cara yang dilakukan TWI dalam mengelola wakaf uang pada sektor produktif memberikan peluang kepada masyarakat untuk membuka lapangan pekerjaan sehingga pendapatan masyarakat dapat meningkat, dan memberikan nilai tambah bagi lembaga pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial keagamaan lainnya.About these adsDitulis dalam Uncategorized | Tinggalkan Sebuah KomentarKomentar RSS
Tinggalkan Balasan
Arsip
Juni 2012 (1)Juni 2011 (1)Juni 2010 (1)Mei 2010 (11)Oktober 2008 (1)Mei 2008 (1)
Kategori
Uncategorized (16)
Halaman
AboutArtikelBlog pada WordPress.com.Tema: MistyLook oleh WPThemes.Ikuti
Follow “Rozalinda's Weblog”
Get every new post delivered to your Inbox.Powered by WordPress.com
0 komentar:
Posting Komentar