Pages

Jumat, 09 Desember 2016

Kajian Dasar Rukun Islam





KAJIAN DASAR RUKUN IMAN





A.     BERIMAN KEPADA ALLAH SWT
Beriman kepada Allah swt, sebagai “prima causa” telah diuraikan pada Bab sebelumnya, bahwa pokok ajaran aqi-dah Islam adalah beriman dengan sebenar-benarnya kepa-da Allah swt.[1]
Dalil nakli mentauhidkan Allah dalam (QS. Al-Ikhlas/-112 : 1-4):
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qムÇÌÈ öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ   

(1)     Katakanlah: Dia-lah Allah, yang Maha Esa;
(2)     Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu;
(3)     Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan;
(4)     dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

Dalam pembuktian tentang wujud Allah, Sayid Sabiq menjelaskan tiga teori yang menjelaskan asal peristiwa alam semesta yang mendukung keberadaan Allah, yaitu:
1.        Paham yang berpandangan bahwa alam semesta itu ada dari yang tidak ada (areation ex-nihilo) atau ter-jadi dengan sendirinya.
2.        Paham yang berpandangan bahwa alam semesta ini berasal dari sel (jauhar) yang merupakan inti karena dari sanalah muncul segala sesuatu yang terdapat di alam semesta.
3.        Paham yang berpandangan bahwa alam semesta ada yang menciptakan, yaitu Allah swt Yang Maha Pen-cipta.[2]
Dalam pembuktian tentang adanya Allah, Ibn Rusyd menggunakan dua dalil, yaitu:
Pertama, dalil al-Inayah, intinya bahwa kesempurnaan struktur susunan alam semesta menunjukkan adanya tu-juan tertentu pada alam. Tidak mungkin alam semesta yang kita lihat terjadi secara kebetulan, pasti telah ditentukan tujuannya. Alam adalah natijah, dari hikmah ketuhanan yang sangat mendalam.
Kedua, dalil Ikhtira’, intinya bahwa yang ada (maujud) adalah makhluk (ciptaan), terutama pada makhluk hidup.[3]
Keutamaan Asmaul Husna
Asmaul Husnah, adalah nama-nama Allah yang Maha Mulia atau indah. Bagi seorang muslim sangat dianjurkan untuk mengamalkan Asmaul Husna untuk senantiasa menyebutnya (zikrullah) dalam renungan dan menyakini keagungan asma Allah tersebut, dengan demikian maka iman seseorang semakin tak tergoyahkan. Oleh karena itu, menurut pandangan Islam disunnahkan dalam pemberian nama kepada setiap bayi yang baru lahir dengan nilai-nilai Asmaul Husna.
Keagunagan amalan Asmaul Husna disebutkan dalam firman Allah swt, (QS. Al-A’raf/7 : 180).
¬!ur âä!$oÿôœF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# çnqãã÷Š$$sù $pkÍ5 ( (#râsŒur tûïÏ%©!$# šcrßÅsù=ムþÎû ¾ÏmÍ´¯»yJór& 4 tb÷rtôfãy $tB (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÑÉÈ  
Terjemahnya:
Dan hanya milik Allah Asmaul Husna, Maka bermo-honlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyim-pang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan .

Dalam konteks hadis disebutkan “Allah itu mempunyai sembilan puluh sembilan nama. Barang siapa yang meng-hafalnya, ia masuk surga. Sesungguhnya Allah itu Maha Ganjil dan (Allah) amat cinta kepada yang ganjil” (HR. Jama’ah).
Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziah, dengan mengetahui, memperyai, dan menetapkan hakikat sifat-sifat Allah dalam hati, adalah langkah menuju Allah swt.[4]
Berdasar uraian tersebut dapat dipahami, bahwa me-yakini keagungan Allah dengan segala sifat-sifat-Nya ha-ruslah dengan suatu keyakinan yang kuat dalam hati.
B.     BERIMAN KEPADA MALAIKAT-MALAIKAT ALLAH
Malaikat adalah makhluk gaib yang diciptakan oleh Allah swt, asal kejadiannya diciptakan dari Nur atau Cahaya yang memiliki kekuatan dengan wujud dan sifat tertentu dan senantiasa mengabdi dan sangat taat kepada Allah swt para Malaikat tidak pernah membantah perintah Allah.[5]
1.     Hakikat Beriman Kepada Para Malaikat
Beriman kepada Malaikat di dasarkan pada dalil Nakli (al-Qur’an), antara lain pada (QS. Al-Baqarah/2 : 285):
z`tB#uä ãAqߧ9$# !$yJÎ/ tAÌRé& Ïmøs9Î) `ÏB ¾ÏmÎn/§ tbqãZÏB÷sßJø9$#ur 4 <@ä. z`tB#uä «!$$Î/ ¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur ¾ÏmÎ7çFä.ur ¾Ï&Î#ßâur Ÿw ä-ÌhxÿçR šú÷üt/ 7ymr& `ÏiB ¾Ï&Î#ß 4 (#qä9$s%ur $uZ÷èÏJy $oY÷èsÛr&ur ( y7tR#tøÿäî $oY­/u šøs9Î)ur 玍ÅÁyJø9$# ÇËÑÎÈ  
Terjemahnya:
Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak mem-beda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."

2.     Nama-nama Malaikat dan Tugasnya

Hakikat jumlah Malaikat hanya Allah yang  menge-tahui, namun berdarkan petunjuk dalil Nakli dalam al-Qur’an dan hadis, ada sepuluh Malaikat yang hartus diketahui oleh setiap muslim, yaitu:
1.        Malaikat JIBRIL, atau disebut Ruhul Amin dan Ruhul Qudus, bertugas menyampaikan wahyu Allah kepada para Nabi dan Rasul.
2.        Malaikat MIKAIL, bertugas mengatur dan menyam-paikan rezki kepada seluruh makhluk-Nya, termasuk mengatur hujan, angin dan binatang.
3.        Malaikat ISRAFIL, bertugas meniup sangkakala pada saat manusia dibangkitkan dari kubur.
4.        Malaikat IZRAIL, bertugas untuk mencabut cawa selu-ruh makhluk, termasuk Malaikat, manusia, jin, dan mencabut nyawanya sendiri.
5.        Malaikat RAQIB, bertugas mencatat amal manusia sejak akil balig selama hidupnya.
6.        Malaikat ATID, bertugas mencatat amal kejahatan ma-nusia selama hidupnya.
7.        Malaikat MUNKAR, bertugas menjaga alam kubur dan memberi pertanyaan bersama malaikat NAKIR.  
8.        Malaikat NAKIR, bertugas menjaga alam kubur dan memberi beberapa pertanyaan, tentang Tuhan, agama, Nabi, Kitab Suci, qiblat, dan sahabatnya.  
9.        Malaikat MALIK, bertugas menjaga pintu neraka tem-pat manusia disiksa karena kedurhakaannya.
10.    Malaikat RIDWAN, bertugas menjaga pintu syurga tempat para hamba Allah menerima balasannya.[6]
Malaikat sebagai makhluk Allah yang ghoib mempu-nyai beragam bentuk dan sifat-sifat antara lain:
a.         Malaikat itu tidak berjenis kelamin laki-laki atau pe-rempuan.
b.         Malaikat tidak memiliki hawa nafsu, tidak makan, tidak minum dan tidak tidur.
c.         Malaikat tidak mati sebelum datangnya kiamat.[7]
d.         Malaikat dapat menjelma atau berubah bentuk, antara lain menyerupai manusia, dan selalu bersujud kepada Allah swt serta senantiasa memohonkan ampunan untuk orang-orang beriman.[8]
e.         Malaikat diciptakan dari Nur atau cahaya.[9]
Selain makhluk halus Malaikat, Allah juga menciptakan makhluk halus yang lain, yaitu jin, setan dan iblis. Ketiga makhluk tersebut merupakan makhluk halus yang dicip-takan Allah yang diberi sifat tersendiri sehingga dapat berubah wujud dengan bentuk yang bermacam-macam.
Ketiga makhluk tersebut dapat menampakkan diri dalam bentuk binatang, memiliki pemahaman dan kemam-puan melakukan hal-hal yang sulit, berbeda dengan ma-nusia. Sebagian ulama berpandangan, bahwa jin dan setan adalah makhluk yang berasal dari api yang halus. Jin diciptakan dari api, ada yang beriman dan ada yang kafir sebagaimana manusia, ada yang masuk surga dan yang masuk neraka, ada laki-laki dan perempuan. Jumlah jin dapat bertambah dan dapat berkurang, sebab jin bisa mati sebelum datang hari Kiamat, Jin juga membutuhkan makan dan minum serta bentuknya dapat berubah-ubah[10]
Selain jin, ada pula setan dan iblis. Makhluk iblis di-kenal sebagai musuh Allah swt. Dalam kamus Al-Misbah Al-Munir disebutkan ablasa min rahmatillah, yaitu putus asa dari rahmat Allah swt sehingga diberi nama iblis, pe-kerjaan iblis adalah menyesatkan manusia ke dalam jalan maksiat dan dosa. Bentuk iblis atau setan sangat halus se-hingga tidak adapat dilihat dengan pancaindra manusia. Ada sebagian ulama menyatakan, bahwa setiap nafsu buruk yang mengajak kepada kemungkaran dinamakan setan (iblis).[11]
Menurut Ibnu Aqil sebagaimana dikutif Asy-Syibli dalam bukunya Akam al-Marjan fi Akhkam al-Jann, bahwa jin menurut bahasa artinya tersembunyi, terhalang, ter-tutup. Disebut jin, karena karena mkhluk ini terhalang tidak dapat dilihat dengan kasat mata manusia.
Dapat disimpulkan, bahwa jin yang ingkar kepada Allah dinamakan setan, makhluk yang pertama kali disebut setan adalah iblis, dengan kata lain, iblis itu makhluknya sedangkan setan adalah sifatnya.
 Tentang penciptaan jin firman Allah dalam (QS. Al_Hijr/15 : 27).
¨b!$pgø:$#ur çm»uZø)n=yz `ÏB ã@ö6s% `ÏB Í$¯R ÏQqßJ¡¡9$# ÇËÐÈ  
Terjemahnya:
Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) da-ri api yang sangat panas.
Setan adalah musuh yang nyata bagi manusia, hal itu terdapat pada (QS. al-Baqarah/2 :168)
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ  
Terjemahnya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena Sesung-guhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
C.     BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
 Beriman kepada kitab-kitab Allah, berarti beriktikad atau menyakini tanpa keraguan bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan kitab sucinya kepada para Nabi dan Rasul-Nya.[12]
Kitab-kitab yang Allah turunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya yang wajib diketahui oleh setiap muslim, adalah sebagai berikut:
1.        Kitab Taurat, diturunkan kepada Nabi Musa as, wila-yah Israil dan Mesir sekitar abad 12 sM.
2.        Kitab Zabur, diturunkan kepada Nabi Daud as, di wi-layah Israil sekitar abad 10 sM.
3.        Kitab Injil, diturunkan kepada Nabi Isa as, di wilayah Yerusalem sekitar permulaan abad I.
4.        Kitab al-Qur’an, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw di wilayah Mekkah-Medinah pada abad ke-6 M.
Keempat kitab suci itu, disebut kitab-kitab langit (al-kutub al-samawiyah) karena kitab-kitab tersebut diyakini oleh umat Islam sebagai firman Allah swt yang diwahyu-kan kepada para Nabi dan Rasul. Namun, kitab-kitab se-belum al-Qur’an tersebut telah terkontaminasi oleh “ta-ngan-tangan kotor” manusia sebagaimana dijelaskan da-lam beberapa ayat dalam al-Qur’an.[13]
Selain Kitab-kitab yang Allah turunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya, Allah juga mewahyukan Shuhuf –Shuhuf (wahyu yang di tulis dalam lembaran-lembaran), sebagai berikut:
1.        Allah mewahyukan 10 Shuhuf kepada Nabi Adam as.
2.        Allah mewahyukan 50 Shuhuf kepada Nabi Syits as.
3.        Allah mewahyukan 30 Shuhuf kepada Nabi Idris as.
4.        Allah mewahyukan 10 Shuhuf kepada Nabi Ibrahim as.
5.        Allah mewahyukan 10 Shuhuf kepada Nabi Musa as.[14]

1.     Ajaran Pokok Kitab Taurat.
Sepuluh firman (hukum) yang diturunkan Allah swt kapada nabi Musa as di bukit Thurisina, sebagai berikut:
1)       Keharusan mengakui keesaan Allah swt;
2)       Larangan menyembah patung dan berhala, karena Allah tidak dapat diserupakan dengan makhluk-Nya baik yang ada di langit, bumi maupun air;
3)       Larangan menyebut Allah dengan sia-sia;
4)       Memuliakan hari Sabtu;
5)       Menghormati ayah ibu;
6)       Larangan membunuh sesama manusia;
7)       Larangan berbuat zina;
8)       Larangan mencuri;
9)       Larangan menjadi saksi palsu;
10)   Larangan berkeinginan memiliki atau menguasai hak orang lain dengan cara yang tidak halal.[15]
Demikian telah disebutkan intisari isi Taurat yang se-sungguhnya (asli). Namun kitab Taurat yang sekarang di kalangan Yahudi, merupakan karangan Yahudi pada masa dan waktu yang berbeda.[16]
Menurut Sayid Sabiq, bahwa kitab Taurat yang bere-dar sekarang sudah tidak murni lagi dan terkontaminasi  karena sudah terdapat sejumlah penambahan dan pengu-rangan dari para pengikutnya.[17]
2.     Ajaran Pokok Kitab Zabur.
Ajaran pokok kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi daud as, antara lain dalam rangkuman berikut:
“Besarkan olehmu akan Allah, Wahai Jiwaku pujilah Allah. Maka aku akan memuji Allah seumur hidupku dan aku akan menyajikan puji-pujian kepada tuhanku selama aku ada. Jangalah kamu kepada raja-raja atau anak-anak Adam yang tiada mempunyai pertolongan. Maka putuslah nyawanya dan kembalilah pada tanah asalnya dan pada hari itu hilanglah segala daya upayanya. Maka berbahagia orang yang memperoleh Ya’kub sebagai penolongnya dan yang menaruh harapan kepada Tuhan Allah yang menja-dikan langit, bumi, dan laut serta segala isinya, dan mena-ruh setia sampai selamanya. Yang membela orang terani-aya dan memberi makan orang yang lapar. Bahwa Allah membuka rantai orang yang terpenjara.  Dan Allah mem-bukakan mata orang buta, Allah menegakkan orang yang tertunduk dan Allah mengasihi orang yang benar. Maka Allah memelihara orang dagang serta ditetapkannya anak yatim dan perempuan bujang, seperti jalan orang jahat itu dibalikkannya. Allah akan berkerajaan kelak sampai sela-ma-lamanya dan Tuhanmu, wahai Zion! Zaman berza-man. Berdasarkan Allah olehmu.[18]
3.     Ajaran Pokok Kitab Injil.
Kitab Injil adalah  kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa as, pada permulaan abad I di Yerusalem dan ha-nya disyariatkan kepada umat Nabi Isa as, yaitu kaum Nasrani. Oleh karena itu, masa pensyariatan Injil dibatasi oleh waktu, yaitu sampai saat datang dan diutusnya Nabi Muhammad saw.[19]
Injil berasal dari bahasa Ibrani yang artinya “kabar gembira”, maksudnya berita akan datangnya utusan Allah swt, yakni Nabi Muhammad saw untuk seluruh alam.[20]
Dalam kitab Injil yang original (asli) terdapat karangan yang benar dan yang nyata, yaitu perintah Allah swt ke-pada umat manusia untuk memahasucikan Allah serta melarang menyekutukan-Nya dengan benda atau mak-hluk lainnya. Injil asli masih memuat keterangan bahwa pada akhir zaman akan datang seorang nabi terakhir (Nabi Muhammad). Injil yang sekarang beredar dikenal dengan Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil Yohanes. Dari keempat Injil tersebut banyak terdapat perbedaan pendapat dan bertentangan satu sama lain. Menurut para ahli, Injil tersebut memuat tulisan dan catatan tentang kehidupan Nabi Isa as dan kepercayaan yang ada di dalamnya merupakan hasil pemikiran Paulus, bukan pendapat orang-orang Hawari (para pengikut Nabi Isa as).[21]
       Dalam Ensiklopei Islam, yang dikutip oleh Dasuki, Al-Maududi berkata, “Kaum Nasrani mengakui bahwa mereka tidak lagi memiliki kitab yang asli dan hanya memiliki kitab terjemahannya.[22]
4.     Ajaran Pokok Kitab al-Qur’an.
Pokok-pokok kandungan isi al-Qur’an, dapat di pilah sebagai berikut:
a.          Ajaran aqidah;
b.          Ajaran akhlak;[23]
c.          Ajaran dorongan dan bimbingan akan hikmah-hik-mah alam;
d.          Ajaran kisah-kisah umat terdahulu;
e.          Ajaran janji dan ancaman buruk yang datangnya dari Allah swt.
f.          Ajaran hukum-hukum ibadah dan muamalah.[24]
Nama-nama al-Qur’an yang Masyhur
1.        Al-Qrur’an, artinya Dibaca (selalu dibaca);
2.        Al-Kitab, artinya Mushaf (bentuk buku);
3.        Al-Dzikr, artinya Peringatan (dakwah);
4.        Al-Furqan, artinya Pemisah, (haq dan batil);
Hakikat Iman kepada Kitab (al-Qur’an), yaitu:
  a.       Menyakini dengan sungguh-sungguh dan sebenar-banarnya, bahwa al-Qur’an datangnya dari Allah.
 b.       Menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk atau pedo-man hidup.
  c.       Memahami pokok-pokok kandungan isi al-Qur’an.
 d.       Mengamalkan ajaran al-Qur’an sesuai denagn petun-juk syar’i.
       Kedudukan al-Qur’an terhadap Kitab-kitab  sebelum-nya antara lain dijelaskan dalam (QS. Al-Maidah/5 :48).
!!!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 šú÷üt/ Ïm÷ƒytƒ z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( ÇÍÑÈ   
Terjemahnya:
Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an de-ngan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan se-belumnya) dan batu ujian…
D.      BERIMAN KEPADA RASUL-RASUL ALLAH
Nama-nama 25 Nabi dan Rasul yang wajib diketahui, disebutkan dalam al_Qur’an, yaitu:
1.        Nabi Adam as.
2.        Nabi Idris as.
3.        Nabi Nuh as.
4.        Nabi Hud as.
5.        Nabi Shalih as.
6.        Nabi Ibrahim as.
7.        Nabi Luth as.
8.        Nabi Ismail as.
9.        Nabi Ishaq as.
10.    Nabi Yakub as.
11.    Nabi Yusuf as.
12.    Nabi ayub as.
13.    Nabi Syu’aib as.
14.    Nabi Musa as.
15.    Nabi Harun as.
16.    Nabi Zulkifli as.
17.    Nabi Daud as.
18.    Nabi Sulaiman as.
19.    Nabi Ilyas as.
20.    Nabi Ilyasa as.
21.    Nabi Yunus as.
22.    Nabi Zakaria as.
23.    Nabi Yahya as.
24.    Nabi Isa as.
25.    Nabi Muhammad saw.
Dari ke 25 Nabi dan Rasul tersebut, 5 di antaranya mendapat gelar atau julukan Ulul Azmi [25] yaitu:
1.         Nabi Nuh as.
2.        Nabi Ibrahim as.
3.        Nabi Masa as.
4.        Nabi Isa as.
5.        Nabi Muhammad saw.
Menurut Imam Al-Jazairi, beriman kepada para Nabi dan Rasul Allah, adalah percaya bahwa sesungguhnya Allah swt mempunyai utusan yang diutus karena belah kasih Allah swt dan keutamaan yang mana para utusan membawa kabar bahagia berupa pahala bagi orang-orang yang berbuat kebaikan, dan kabar buruk berupa siksa bagi orang yang berbuat keburukan (maksiat) dan menerangkan kepada manusia tentang sesuatu yang dibutuhkan dari beberapa kenikmatan agama dan dunia, dan memberikan manfaat kepada mereka tentang apa yang disampaikan para utusan dengan pangkat yang mulia, dan Allah swt telah memberikan kekuasaan kepa-da mereka berupa ayat-ayat (tanda) yang tampak, dan mukjizat-mukjizat yang jelas bahwa Nabi Adam as se-bagai Nabi pertama dan Muhammad saw sebagai Nabi penutup.[26]
       Beberapa sifat-sifat agung Rasulullah saw dan para Rasul Allah, sebagai berikut:
1.        Shiddiq, artinya jujur. Benar dalam segala ucapan-nya, mustahil bersifat kidzib atau dusta. Pasti benar dalam pengakuannya sebagai utusan Allah serta be-nar pula dalam segala yang disampaikannya.
2.        Amanah, artinya terpercaya, mustahil bersifat hianat, karena sifat rasul itu “maksum” yakni terjaga dari perbuatan maksiat dan dosa, serta terjaga dari ke-mungkaran lahir batin.
3.        Tabligh, artinya bersifat amanah dalam menyampai-kan segala yang datangnya dari Allah swt.
4.        Fathanah, artinya cerdas. Seorang Rasul itu memliki keagungan dan kecerdasan nalar dan qalbunya yang luar biasa.[27]
Gambar: 5
DESKRIPSI SIFAT-SIFAT RASULULLAH
 
















Nabi dan Rasul Muhammad saw mempunyai perbe-daan yang sangat prinsip atau mendasar dengan para Nabi dan Rasul yang lain. Menurut Imam Al-Jazairi, tiga perbedaan prinsip tersebut, adalah:  
1.        Risalah atau kerasulan Nabi Muhammad saw itu di- peruntukkan bagi seluruh umat manusia, sedangkan para nabi dan Rasul sebelumnya, diutus hanya untuk bangsa atau umat tertentu. Hal itu sesuai dengan firman Allah (QS. Saba’/34 : 28):
( !$tBur y7»oYù=yör& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽÏ±o0 #\ƒÉtRur £`Å3»s9u uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇËÑÈ  

Terjemahnya:
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi ke-banyakan manusia tiada mengetahui.

2.        Risalah Nabi Muhammad saw bersifat universal, ka-rena risalah kenabian yang dibawa oleh junjungan Nabi  Muhammad saw berupa agama Islam dinyata-kan telah sempuna, sehingga tidak perlu adanya ri-salah yang baru. Hal sesuai dengan firman Allah swt (QS. Al-Maidah/5 :3):
ô4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ 4  ÇÌÈ  
Terjemahnya:
…pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nik-mat Aku, dan telah Aku ridhai Islam itu Jadi agama bagimu…
3.        Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi dan Rasul. Hal itu sesuai dengan firman Allah (QS. Al-Ahzab/33 :40):
$¨B tb%x. î£JptèC !$t/r& 7tnr& `ÏiB öNä3Ï9%y`Íh `Å3»s9ur tAqߧ «!$# zOs?$yzur z`¿ÍhŠÎ;¨Y9$# 3 tb%x.ur ª!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« $VJŠÎ=tã ÇÍÉÈ  
Terjemahnya:
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari se-orang laki-laki di antara kamu., tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
       Berdasarkan uraian di atas, maka bagi seorang mus-lim tidak ada keraguan bahwa Rasulullah saw sebagai Uswah al-Hasanah (teladan terbaik), dan sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir (penutup), tidak lagi Rasul sesu-dahnya, untuk itu Nabi Muhammad Rasulullah saw men-jadi Rahmatan li al-Alamin, yakni Rahmat bagi Semesta Alam. Hal itu sesuai dengan firman Allah (QS. Al-Anbi-ya’/21 :107):
!$tBur š»oYù=yör& žwÎ) ZptHôqy šúüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ  

Terjemahnya:
Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan un-tuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
E.     BERIMAN KEPADA HARI KIAMAT
Penyebutan hari Kiamat, kadang disebut sebagai al-Yaum al-Akhir  atau hari akhir, sekaligus merupakan ke-hidupan pertama pada kehidupan yang kedua, dan mem-punyai makna kebinasaan alam semesta dan terhentinya kehidupan seluruh makhluk-Nya secara total, dan meru-pakan tanda berakhirnya kehidupan dunia menuju kehi-dupan kekal di akhirat.[28]
       Dalam berbagai kajian tentang hari kiamat mempu-nyai banyak nama, terdapat lebih 20 nama yang masyhur dalam al-Qur’an, Imam Al-Ghazali dan Al-Qurthubi menyebut 50 nama, di antaranya, sebagai berikut:
1.        Yaum al-Qiyamah, atau Hari Qiamat, seperti dalam (QS. An-Nisa’/4 : 97).
2.        Al-Yaum al-Akhir, atau Hari Akhir, seperti dalam (QS. Al-Baqarah/2 :77).
3.        Yaum al_Ba’ats, atau Hari Kebangkitan), seperti dalam (QS. Ar-Rum/30 :56).
4.        Yaum ad-Din  atau Hari Pengadilan, seperti dalam (QS. al-Mursalat/77 :38).
5.        Yaum al-Hayr, atau Hari Dikumpulkan), seperti dalam (QS. Maryam/19 :39).
6.        Yaum al-Hisab  atau Hari Perhitungan, seperti dalam (QS. Shad/ :26).
7.        Yam al-Azifah atau Hari Penggoncangan Jiwa), se-perti dalam (QS. Ghafir/64 :18).
Macam, dan nama-nama Surga,[29] yaitu:
a.       Surga Firdaus.
b.       Surga And.
c.       Surga Na’im.
d.       Surga Ma’wa.
e.       Surga Darussalam.
f.        Surga Darul Muqamah.
g.       Surga Al-Maqam  al-Amin
Nama-nama Neraka, menurut al-Qur’an,[30] yaitu:
a.         Neraka Jahanna.
b.         Neraka al-Jahannam.
c.         Neraka al-Jahim.
d.         Neraka al-Hawiyah.
e.         Neraka Wail
f.          Neraka Lazha.
g.         Neraka Sa’ir.
h.        Neraka Saqar.
i.           Neraka al-Huthamah.
Hikmah Iman kepada Hari Akhir
Di antara hikmah kepada hari Akhir, dapat diurai-kan sebagai berikut:
1.        Meneguhkan tujuan hidup seorang muslim untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
2.        Menjadi sumber inspirasi untuk melahirkan etos beramal saleh dengan sebaik-baiknya. Karena me-nyadari hidup di dunia ini sangat singkat, kesem-patan, waktu, tenaga, pikiran, dan peluang yang ter-batas tersebut harus dijadikan modal yang amat baik untuk meraih kepuasan, kelezatan, dan kenikmatan di akhirat.
3.        Sumber generator yang senantiasa membangkitkan kekuatan moral dalam penegakkan keadilan dan ke-benaran.[31]

F.      BERIMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR
Secara etimologi, qadha’, artinya antara lain, memu-tuskan, menunaikan, membayar, mencegah. Secara termi-nology qadha dapat diartikan sebagai pengetahuan Allah tentang segala sesuatu yang sedang dan akan terjadi. Se-dangkan qadar menurut etimologi berarti, mengukur memberi kadar/ukuran. Jika anda berkata, “Allah menak-dirkan”, seharusnya dipahami, bahwa Allah memberi ka-dar/ukuran/batas tertentu dalam diri/sifat dan kemam-puan maksimal mahkluk-Nya.[32]
       Hubungan qadha’ dan qadar sangat erat. Qadha’ adalah rencana, ketentuan atau hokum Allah sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah pelaksanaan dari hokum atau ketentuan Allah. Jadi hubungan ini ibarat hubungan antara rencana dan pelaksanaan, atau qadar itu merupakan perwujudan dari qadha’.[33]
       Hubungan antara qadha’ dan qadar dengan ikhtiar, para ulama membagi qadar dalam dua macam, yaitu: qadar mubram dan qadar mu’allaq.
1.     Qadar Mubram
Qadar mubram adalah sesuatu yang sudah ditetap-kan sejak zaman azali dan tidak dapat diusahakan atau diubah oleh manusia. Ketetapan azali ini akan sesuai de-ngan apa yang terjadi. Inilah yang dimaksud dengan ung-kapan “wa tammat kalimatu rabbika” QS. Al-An’am/6 : 115.[34] Contoh, qadar mubram adalah, kematian. Setiap orang pasti mati, dan tidak ada satu makhluk hidup yang bisa terhindar dari kematian. Sebagaimana pada (QS. An-Nisa’/4 ;78).
$yJoY÷ƒr& (#qçRqä3s? ãNœ3.ÍôムÝVöqyJø9$# öqs9ur ÷LäêZä. Îû 8lrãç/ ;oy§t±B 3  ... ÇÐÑÈ  
Terjamahnya:                    
Di mana saja kamu berada, kematian akan menda-patkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh,…
2.     Qadar Mu’allaq
Qadar mu’allaq adalah ketentuan Allah bergantung pada ikhtiar dan doa seseorang, sebagaimana dalam (QS. Ar-Ra’d/13 :11):
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sŒÎ)ur yŠ#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß Ÿxsù ¨ŠttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrߊ `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ  
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah meng-hendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Berdasar uraian di atas, dapat dipahami bahwa pada hakikatnya qadar atau takdir mu’allaq itu bisa berubah karena ikhtiar (melakukan amalan yang terpuji) dan doa yang ijabah. Karena  hakikatnya manusia tidak tahu apa yang mungkin akan terjadi atau yang mungkin akan menimpa dirinya, oleh karena itu, manusia wajib untuk senantiasa berbuat kebajikan dan berdoa kepada Allah dengan mengharapkan rahmat-Nya.
Contoh, boleh jadi di suatu rencana perjalanan si pulan, ia dihadang oleh seorang perampok, namun men-jelang keberangkatan si pulan tadi, si pulan telah sepe-nuhnya berdoa kepada Allah agar dalam perjalanannya diberi keselamtan, walhasil karena doa si pulan makbul, maka ketika si pulan lewat di tempat penghadangan, ternyata perampoknya tertidur pulas, dan baru terba-ngun setelah si pulan tadi jauh melewati tempat peng-hadangan tersebut, maka selamatlah si pulan dari bahaya perampokan.     

Gambar: 6
DESKRIPSI MACAM-MACAM TAQDIR
 







Pengaruh Keimanan Terhadap Takdir
       Menurut Umar Sulaiman Abdullah al-Asyqar, iman kepada qadha’ dan qadar atau takd ir mempunyai penga-ruh dalam kehidupan seorang mukmin, sebagai berikut:
1.        Giat berjuang dan berikhtiar. Apabila perjuangan dan usaha dilakukan dalam bentuknya yang benar niscaya manusia akan giat berjuang dan berusaha, sebab tanpa perjuangan dan usaha yang berpijak pada sunnatullah niscaya perjuangan dan usaha itu tidak sampai pada tujuan yang diinginkan.
Dengan memahami takdir dalam bentuknya yang te-pat, manusia akan terhindar dari sikap fatalis yang akan menjerumuskannya pada bencana dan keseng-saraan. Oleh karena itu setiap mukmin harus beri-badah, bertindak, berjuang dan berusaha dengan berpijak pada yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
2.        Terhindar dari kemusrikan. Ketauhidupan dicapai dengan keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan makhluk. Allah satu-satunya yang mengatur semua makhluk.
3.        Teguh bersikap dalam keadaan segala keadaan, baik ketika senang maupun susah. Menjadikan seseorang menghadapi persoalan hidupnya dengan keteguhan. Tidak terbuai ketika memperoleh kenikmatan dan tidak putus asa ketika memperoleh kesusahan. Meya-kini, bahwa kenikmatan atau musibah datangnya dari Allah swt.
4.        Senantiasa dalam kondisi waspada. Seorang mukmin akan senantiasa waspada agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan dan agar kehidupannya di dunia berakhir secara buruk.
5.        Menghadapi kesulitan dengan hati yang mantap. Hal ini disebabkan bahwa kesulitan yang sudah dihadapi sudah ditetapkan Allah. Seorang mukmin akan tetap menghadapi kesulitan hidupnya dengan hati yang mantap, bukan dengan perasaan putus asa.[35]
Dari uraian tersebut memberi pemahaman, bahwa dengan beriman kepada qadha’ dan qadar atau takdir secara benar, maka akan mebjadikan seorang mukmin semakin optimis untuk senantiasa berusaha dan berdoa dengan penuh harap dan keyakinan, bahwa Allah akan senantiasa melimpahkan sifat rahim-Nya. Hal itu dida-sarkan pada dalil nakli (QS. Ar-Ra’d/13 :11), bahwa se-sungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum, ke-cuali kaum itu sendiri yang berusaha merubahnya.        





[1]   Beriman kepada Allah adalah “prima causa”, artinya apabila seseorang telah beriman secara istiqamah kepada Allah, maka niscaya akan ber-iman pula kepada rukun-rukun iman berikutnya. 
[2]    Sayid Sabiq, Aqidah Islam; Pola Hidup Manusia Beriman, terj. Moh. Abdai Rathomy, Bandung: Diponegoro, 1999, hlm. 61.
[3]        A. zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, hlm. 65.
[4]        Lihat Muhammad Chirzin dan Sulaiman Yusuf, 40 Hiasan Muk-min; Jalan Mudah Menjadi Mukmin Sejati, Bandung: Mizan Pustaka, 2008, hlm. 26-27.
[5]        Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim Aqidah, Ban-dung:  Remaja Posdakarya, 1993 hlm, 31.
[6]    M. Quraish Shihab,Yang Tersembunyi, hlm. 268, dan lihat pula A. Zainuddin dan Jamhari, al-Islam I, hlm. 106. 
[7]   Lihat uraian M. Quraish Shihab, Yang Tersembunyi, hlm. 257, Ahmad Daudy, Kuliah Aqidah Islam, hlm. 94-101.
[8]     Lihat penjelasan (QS. Maryam/19 :16-17, Hud/11 :69, dan Al-Hijr/15 : 30, Al-Mukmin/40 :7).
[9]     Malaikat-Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah dite-rangkan kepadamu semua,..(H. Riwayat Muslim).
[10]    Lihat Muhamad Ali Ali Hamadussayyadabi, Haqiqat Al-Jinn wa Al-Syayathin fi Al-Qur’an wa Al-Sunnah, Sudan Khurtum: Dar Al-Harits, 1987/1407H, hlm. 9-10. Lihat (QS. Al-Jin/72 :27).
[11]  Abdul Zakiy Al-Kaaf dan Mannan Abdul Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, hlm. 110-111.
[12]  Lihat lebih lengkap,(QS. An-Nisa’/4:136), ayat ini mengingatkan bahwa seorang yang beriman kepada Allah swt atau orng muk-min itu, wajib menyakini kebenaran al-Qur’an, dan kitab-kitab sebelumnya.
[13] Lihat lebih lengkap, Muhammad Daud Ali,Pendidikan Agama Islam, h. 214-215, bahwa perubahan ayat-ayat dalam kitab  suci sebelum al-Qur’an, ada yang dilakukan dengan sengaja, ada yang tidak disengaja. Ketidaksengajaan terjadi, akibat terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain.
[14]  Hasbi Ash-Shiddieqi, Al-Islam I, Bandung: Pustaka Rizki Putera, 2001, h. 272. Lihat pula Zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, Ban-dung: Pustaka Setia, 1999, hlm. 125-126.
[15]   Zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, h. 126-127.
[16]   Al-Kaaf  dan Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, h. 116.
[17]   Sayid Sabiq,Aqidah Islam Pola hidup Manusia Beriman,Ban- dung: Diponegoro, 1999, h. 268. Lihat lebih lengkap, perubahan keaslian ajaran Taurat dalam (QS. Al-Baqarah/2 : 75) dan (QS. An-Nisa’/4 :46).
[18]   Zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, hlm. 127-128.
[19]   Hakim dan Mubarak, Metodologi Studi Islam, hlm. 119.
[20]   Zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, hlm. 128  
[21]  Lihat (QS. Al-Maidah/5 : 13-15), lihat pula Dasuki, Ensiklopedi Islam, hlm.224.
[22]    Lihat Dasuki, Ensiklopedi Islam, hlm. 224.
[23]    Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan Me-dia Uta-ma, 2013, hlm. 57.
[24]  Ibid.  hlm. 57.
[25]  Ulul Azmi, terdiri dari dua kata, Ulul dan Azmi, Ulul, artinya yang empunya (jamak), Azmi dari kata Azmi mengandung arti rasul-rasul Allah yang mempunyai keteguhan hati, tabah dan sabar yang luar biasa dalam mendakwahkan agama Allah swt.
[26]  Thahir bin Shalih Al-Jazairi, Jawahir Kalamiyah. Terjemah Moh. Thahir bin Abd. Rahman, Surabaya: Hidayah, tt., hlm. 32.
[27]    Atang Abd. Hakim dan jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004, hlm. 122.
[28]       Lihat Muhammad Ibn Jabir Al-Thabari, Jami’ Al-Bayan, Jilid 21, ed. Mahmud Muhammad Syakir, Kairo Dar Al-Kutub, t.t., hlm. 9. Menurut Al-Thabari, bahwa kehidupan akhirat itu kehidup-an kekal abadi tidak kematian di dalamnya serta tidak tipu daya sebagimana kehidupan duniawi.
[29]    Lihat (a) QS. al-Kahf/18 :107-108, (b) QS. al_Kahf/18 :30-31, (c) QS. Luqman/31 :8-9, (d) QS. As-Sajdah/32 :19, (e) QS. Yunus/10 :25, (f) QS. Fatir/35 :34-35, (g) QS. Ad-Dukhan/44 :51.
[30]   Lihat (a) QS. At-Taubah/9 :63; (b) QS. Ad-Dukhan/44 :56; (c) QS. Qariah/ 101 :8-11; (d) QS. Mutaffifin/83 :1-3; (e) QS. Al-Maa’-arij/70 :15-18; (f) QS. Al-Mulk/67 :5; (g) QS. Al-Muddassir/74 :26-30; (h) QS. Huzamah/104 :4-9;
[31]    Team Tafsir Tematik, Keniscayaan Hari Akhir, hlm. 24.
[32]    Lihat Umar Sualiman Abdullah Al-Asyqar, al-Qadha’ wa al-Qa-dar, Beirut: Dar Al-Nafa’is, 2005, hlm. 22.
[33]   Chirzin, Konsep dan Hikmah Aqidah Islam, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997, hlm. 105.
[34]    Lihat Jamaluddin Al-Qasimi, Mahasin Al-Ta’wil, Jilid 4, Beirut: Dar Al-Kutub, 1418H, hlm. 473.
[35] Lihat Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Al-Qadha’ wa Al-Qadar, 109, lihat pula Afif Muhammad, et.al., Tauhid, Bandung: Dunia Ilmu, 1986, hlm. 68.

0 komentar:

Posting Komentar