Pages

Jumat, 09 Desember 2016

Kajian Dasar Aqidah Islam



 


KAJIAN DASAR AQIDAH ISLAM



 

A.     HUBUNGAN AQIDAH DENGAN AKHLAK
Aqidah merupakan bentuk keyakinan yang funda-mental yang harus dimiliki oleh seorang muslim, hubu-ngan aqidah dengan akhlak tidak dapat dipisahkan, karena keduanya bagaikan satu pohon, aqidah laksana akar, sedangkan batang, ranting, daun dan buah laksana akhlak.[1] Untuk itu, pohon akan mudah tumbang apabila akarnya rapuh. Secara filosofis aqidah dan akhlak laksana sebuah bangunan, kokoh tidaknya suatu ba-ngunan, ditentukan oleh paodasinya, dalam konteks ini, pondasi laksana aqidah.
Uraian tersebut menggambarkan, bahwa akhlak ada-lah cerminan aqidah, untuk itu, semakin baik aqidah se-serang maka akan tergambar pula pada kemuliaan akh-laknya. Hal itu searah dengan hadis Nabi saw:

Dari Abi Huraerah, Rasulullah saw bersabda, orang muk-min yang sempurna imannya ialah yang terbaik akh-laknya,.. (Riwayat, At-Tirmidzi)
Hubungan aqidah dengan akhlak dalam pendekatan sufistik digambarkan oleh Imam Muhammad Al-Gazali bahwa aqidah atau iman yang kuat mewujudkan akh-laqulkarimah, sedangkan iman yang lemah mewujud-kan akhlak yang jahat dan buruk.[2]
Berdasar uraian di atas maka dapat dipahami, bah-wa untuk bisa mewujudkan akhlak yang terpuji bagi se-orang muslim dalam kehidupannya, maka pembinaan aqidah menjadi sangat penting untuk ditanamkan kepa-da setiap orang sejak masih kanak-kanak. Oleh sebab itu, setiap bayi yang baru lahir disunnahkan untuk diazankan di arah telinga kanannya, dan iqamatkan di arah telinga kirinya, hal itu merupakan bentuk penyen- tuhan aqidah sejak dini.

B.     KAJIAN AQIDAH ISLAM
Secara etimologi aqidah berasal dari kata al’aqad, bermakna ikatan, pengesahan, penguatan atau keya-kinan yang kuat, dan pengikatan dengan kuat. Pada pe-ngertian yang lain, aqidah adalah keyakinan atau pene-tapan.[3]
Berdasarkan rumusan tersebut, aqidah dapat diarti-kan sebagai ketetapan hati yang tidak ada keraguan ke-pada orang yang mengambil keputusan, baik benar ma-upun salah.
Istilah aqidah dalam al-Qur’an maupun dalam ha-dis selalu dikaitkan dengan keimanan atau iman, yang dalam ajaran Islam keimanan tersebut tercakup dalam rukun iman (arkanul iman), yaitu, (1) beriman kepada Allah swt, (2) kepada Malaikat-Nya, (3) kepada Kitab-Nya, (4) kepada Rasul-Nya (5) kepada hari akhirat, dan (6) kepada takdir baik dan buruk.
Beriman dalam pendekatan aqidah, bukan hanya dalam bentuk ucapan saja, tetapi harus dengan keyakin-an yang kuat dalam hati, dan diwujudkan dengan peng-amalan sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan hadis atau Sunnah Rasulullah saw. Oleh karena itu, tidaklah seseorang itu dikatakan beriman, kalau hanya sebatas keyakinan dan ucapan, tanpa diwujudkan dalam bentuk tindakan atau pengamalan yang benar  menurut syar’i.
Gambar: 1
DESKRIPSI HAKIKAT IMAN
 









C.     SUMBER AJARAN AQIDAH ISLAM
Telah diuraikan terdahulu, bahwa aqidah merupa-kan instrumen yang sangat fundamental dalam kehi-dupan seorang mukmin, untuk itu, ajaran aqidah meru-pakan doktrin dasar yang disyariatkan Allah kepada para Nabi dan Rasul sejak nabi Adam as.  
Khususnya kalangan ulama Ahlusunnah Waljamaah mereka sepakat menetapkan tiga sumber ajaran aqidah Islam, yaitu:
1.      Al-Qur’an
2.      Hadis atau Sunnah
3.      Ijmak

1.     Al-Qur’an Sebagai Sumber Aqidah
Di dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang secara eksplisit maupun implisit mengandung ajaran aqidah dan atau ajaran yang bertalian dengan rukun iman. Oleh ka-rena itu para ulama sepakat, bahwa al-Qur’an adalah sumber aqidah Islam yang utama dan pertama, seba-gaimana al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam dan sumber hukum Islam. Di antaranya, firman Allah, (QS. An-Nisa/4: 136).
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãYÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur É=»tFÅ3ø9$#ur Ï%©!$# tA¨tR 4n?tã ¾Ï&Î!qßu É=»tFÅ6ø9$#ur üÏ%©!$# tAtRr& `ÏB ã@ö6s% 4 `tBur öàÿõ3tƒ «!$$Î/ ¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur ¾ÏmÎ7çFä.ur ¾Ï&Î#ßâur ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ôs)sù ¨@|Ê Kx»n=|Ê #´Ïèt/ ÇÊÌÏÈ  
      Terjemahnya:
       Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman ke-pada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turun-kan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa/4: 136).
       Al-Quran dan Sunnah sebagai sumber aqidah, antara lain tersebut dalam hadis Rasul saw:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا لَنْ تَضِلُّ بَعْدَهُ اِنْ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كَتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ.
       Artinya:
Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara, kamu tidak akan sesat selama-lamanya, jika kamu tetap berpegang kepada keduanya yaitu, Kitabullah (al-Qur’an) dan Sun-nah Rasul (hadis). (Riwayat Bukhari dan Muslim).

2.     Hadis Sebagai Sumber Aqidah
Hadis atau Sunnah Rasulullah saw pada hakikat-nya adalah wahyu. Oleh karena itu, hadis atau Sunnah antara lain berfungsi untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang masih memerlukan keterangan atau penjelasan lebih rinci. Misalnya perintah shalat (fardhu) lima kali (waktu) sehari semalam, juga hal-hal yang berkenaan dengan perintah thahara atau bersuci, maka dalam tata cara pelaksanaannya, umumnya dijelaskan dalam hadis atau sunnah.
3.     Ijmak Sebagai Sumber Aqidah
Ijmak adalah segala kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum. Kesepakatan ulama atau ijmak se-bagai sumber aqidah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.       Ijmak, yang dimaksud merupakan hasil kesepa-katan ulama yang ahli (pakar) pada bidang yang dikaji atau yang disepakati.
b.       Ijmak, atau kesepakatan para ulama tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip umum yang ditetapkan al-Qur’an dan hadis atau Sunnah.
c.       Ijmak, atau kesepakatan para ulama harus berka-itan dengan persoalan syar’i.

Gambar: 2
DISKRIPSI SUMBER AQIDAH ISLAM
                                                        
                






D.      TUJUAN AQIDAH ISLAM
Berdasar pada telaah dan kajian tiga sumber aqidah Islam yang telah diuraikan, dapat dipahami bahwa aqidah Islam mempunyai peran yang sangat fundamental bagi seorang muslim dalam beragama.
Toto Suryana dkk, dalam buku teks kajian Pendidikan Agama Islam mengurai tujuan aqidah Islam secara luas, sebagai berikut:                    
1.        Menuntun dan mengembangkan dasar ketuhanan yang dimiliki manusia. Sejak lahir, manusia telah me-miliki potensi keberagamaan (fitrah) sehingga sepan-jang hidupnya membutuhkan agama untuk mencari keyakinan terhadap Tuhan. Aqidah Islam berperan memenuhi kebutuhan fitrah manusia, menuntun dan mengarahkan manusia pada keyakinan yang benar tentang Tuhan, tidak menduga-duga atau mengira-ngira, tetapi menunjukkan Tuhan yang sebenarnya.
2.        Memberi ketenangan dan ketentraman jiwa. Agama sebagai kebutuhan fitrah manusia akan senantiasa menuntut dan mendorongnya untuk terus mencari-nya. Aqidah memberikan jawaban yang pasti sehingga kebutuhan rohaninya dapat terpenuhi sehingga mem-peroleh ketenangan dan ketentraman jiwa yang di-perlukannya, dan terhindar dari kecemasan, selain itu, aqidah akan menghubungkan orang mukmin de-ngan pencipta-Nya.
3.        Memberikan pedoman hidup yang pasti. Keyakinan kepada Tuhan memberikan arahan dan pedoman yang pasti, sebab aqidah menunjukkan kebenaran dan keyakinan yang sesungguhnya. Aqidah meberikan pe-ngetahuan tentang asal manusia datang, untuk apa hidup dan arah manusia akan pergi sehingga kehi-dupan manusia akan lebih jelas dan bermakna.
4.        Membebaskan akal dan pikiran dari kekeliruan yang timbul karena jiwa yang kosong dari aqidah. Orang yang jiwanya kosong dari aqidah kadang-kadang terjatuh pada berbagai kesesatan dan khurafat.[4]
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa prinsip da-sar tujuan aqidah Islam adalah untuk membentuk keya-kinan beragama yang kokoh dan istiqamah,[5] tidak ada ke-raguan sedikitpun dalam bertauhid dan dalam mewu-judkan iman, Islam dan ikhsan.






Gambar: 3
DESKRIPSI TUJUAN AQIDAH ISLAM
                                                    M
                        












       Dengan demikian aqidah Islam akan sangat berpe-ngaruh terhadap kehidupan seorang muslim. Menurut Abu A’la Al-Maududi, pengruh positif dari aqidah yang baik (istiqamah), diuraikan sebagai berikut:
1.        Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik.
2.        Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan mengetahui harga diri.
3.        Menumbuhkan sifat rendah hati dan khidmat.
4.        Membnetuk manusia menjadi jujur dan adil.
5.        Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi.
6.        Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, keta-bahan, dan optimisme.
7.        Menanamkan sifat kesatria, semangat dan berani, ti-dak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak takut pada maut.
8.        Menciptakan sikap damai dan ridha.
9.        Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan perintah Allah swt.[6]

E.     OBYEK KAJIAN AQIDAH ISLAM.
Prinsip dasar obyek kajian aqidah Islam meliputi po-kok-pokok keyakinan yang terangkum dalam rukun iman dan merupakan azas ajaran Islam, yaitu:
1.        keyakinan kepada Allah swt;
2.        keyakinan kepada Malaikat-Malaikat-Nya;
3.        keyakinan kepada Kitab-Kitab-Nya;
4.        keyakinan kepada Nabi dan Rasul-Nya;
5.        keyakinan kepada hari akhirat;
6.        keyakinan kepada qada dan qadar-Nya.
Atas dasar rukun iman tersebut muhammad Yusry merangkun obyek kajian aqidah Islam dalam tiga pokok kajian, yaitu kajian tentang Dzat Allah swt, kajian ten-tang nubuwat, dan kajian tentang hal-hal yang gaib.[7]
Menurut Muhammad Daud Ali, rukun yang pertama, yaitu mentauhidkan Allah merupakan prima causa, arti-nya rukun-rukun yang lain hanyalah akibat logis (masuk akal) penerimaan tauhid tersebut. Jika seseorang bahwa Allah swt mempunyai kehendak, sebagai bagian dari sifat-Nya, kita yakin pula adanya para Malaikat yang diciptakan Allah untuk meleksanakan dan menyampaikan kehendak Allah swt.[8]
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa beriman kepada Allah swt atau mentauhidkan Allah disebut sebagai prima causa.[9]  Artinya, seorang yang sepenuhnya ber-iman kepada Allah, maka secara otomatis ia telah me-ngimani ruku n iman yang lainnya tanpa keraguan.   
F.      SIFAT-SIFAT ALLAH SWT.
Menurut Muhammad Daud Ali, kemahaesaan Allah dalam sifat-sifat-Nya tidak ada yang menyamai-Nya. Sifat-sifat Allah banyak dan tidak dapat diperkirakan. Meskipun demikian dari al-Qur’an dapat diketahui 99 nama sifat Allah yang disebut Asma’ul Husna.[10]
Pada kajian ini, para ulama membagi sifat-sifat Allah dalam tiga sifat, yaitu:
1.        Sifat wajib bagi Allah
2.        Sifat mustahil bagi Allah
3.      Sifat jaiz bagi Allah
1.     Sifat wajib bagi Allah.
Sifat wajib pada Allah, adalah sifat-sifat yang mesti  ada pada Dzat Allah sebagai kemahasempurnaan bagi-Nya secara mutlak. A. zainuddin dan Jamhari mengurai-kan, bahwa sifat wajib, adalah sifat yang harus ada pada Dzat Allahsebagai kesempurnaan bagi-Nya. Sifat-sifat wa-jib Allah tidak dapat diserupakan dengan sifat-sifat mah-luk-Nya. Sifat Allah wajib diyakini dengan akal (wajib akli) dan berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasul (wajib nakli).[11]
2.     Sifat mustahil bagi Allah.
Sifat mustahil merupakan lawan atau kebalikan dari sifat wajib bagi Allah swt. Oleh karena itu, sifat mustahil adalah sifat yang tidak mungkin ada pada Allah swt.  
Berikut 13 sifat wajib bagi Allah dan 13 sifat mustahil bagi Allah, sebagai berikut:
a.         Allah itu WUJUD, artinya ADA, mustahil Allah itu ber-sifat ADAM, artinya TIDAK ADA.
b.         Allah itu QIDAM, artinya DAHULU, mustahil Allah itu bersifat HUDUTS, artinya BAHARU.
c.         Allah itu BAQA’, artinya KEKAL, mustahil Allah itu bersifat FANA’, artinya MUSNAH.
d.         Allah itu MUKHALAWATU LI AL-HAWADITS, artinya BERBEDA DENGAN SEMUA MAHLUK-NYA, mustahil Allah itu bersifat MUMATSALATU LI AL-HAWADITS, artinya MENYERUPAI YANG BAHARU (MAkHLUK-NYA)
e.         Allah itu QIYAMUHU BINAFSIHI, artinya BERDIRI SENDIRI, mustahil Allah itu bersifat IHTIYAJU ILA GHAIRIHI, artinya Allah itu MEMBUTUHKAN PERTO-LONGAN.
f.          Allah itu WAHDANIYAH, artinya ESA, mustahil Allah bersifat TA’ADDUD, artinya BERBILANG.
g.         Allah itu QUDRAT, artinya MAHAKUASA, mustahil Allah itu bersifat AJZUN, artinya LEMAH.
h.        Allah itu IRADAT, artinya MAHA BERKEHENDAK, mus-tahil Allah itu bersifat KARAHAH, artinya TERPAKSA.  
i.           Allah itu ILMU, artinya MENGETAHUI, mustahil Allah bersifat JAHLUN artinya BODOH.
j.           Allah itu HAYAT, artinya HIDUP, mustahil Allah itu MAUT artinya MATI.
k.         Allah itu SAMA’, artinya MENDENGAR, mustahil Allah bersifat SHAMMAMUN, artinya, TULI.  
l.           Allah itu BASHAR, artinya MELIHAT, mustahil Allah bersifat UMYUN, artinya BUTA.
m.      Allah itu KALAM, artinya BERFIRMAN, mustahil Allah itu bersifat BUKMUN, artinya BISU.

3.     Sifat jaiz bagi Allah.
Jaiz secara etimologi berarti “boleh”. Sifat Jaiz Allah adalah sifat-sifat yang boleh ada, dan boleh tidak ada pada Allah. Sifat Jaiz Allah adalah Fi’lu kulli mukminin au tar-kuhu, artinya, memperbuat sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuatnya. Artinya, Allah itu berwenang untuk menciptakan dan berbuat sesuatu atau tidak sesuai dengan kehendak-Nya.[12]
       Jadi Sifat Jaiz adalah sifat “prerogatif” Allah swt, arti-nya Allah Maha memiliki kebebasan mutlak dalam ber-kehendak, tidak sama dengan ciptaan-Nya atau makhluk-Nya yang serba terbatas.
Gambar: 4
DESKRIPSI PEMBAGIAN SIFAT ALLAH

 












       Baca sifat wajib, sifat mustahil dan sifat jaiz bagi Allah sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. Namun yang penting untuk diketahui, bahwa sifat Allah itu tidak sama dengan dengan sifat-sifat makhluknya. Contohnya Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Melihat, kata Maha mendengar dan melihat bagi Allah, artinya pendengaran dan penglihatan Allah itu tidak sama dengan pendengaran dan penglihatan makhluknya, demikian pula dengan segala sifat-sifat Allah lainnya tidak sama dengan segala sifat-sifat makhluknya, karena sifat makhluknya mem-punyai keterbatasan.


[1]    Lihat lebih lengkap, dalam (QS. Ibrahim/14: 24-25),
[2]    Lihat Muhammad Al-Gazali, Al-Aqidah Islam, Kuwait: Dar Al-Bayan,1970, hlm. 17.
[3]   Lihat Ibnu Manzhur, Lisan Al-‘Arab, Jilid IX, Beirut: Dar Al-Shadr, t.t, hlm. 311.
[4]   Toto Suryana dkk., Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996, hlm. 69.
[5]   Istiqamah, artinya orang yang teguh pedirian dalam ketaatan pada perintah dan larangan Allah, seperti antara lain pada (QS. Fushshilat/41: 30)
[6]     Dikutip oleh Toto Suryana dkk., dalam, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, hlm. 69.
[7]    Lihat Muhammad Yusry, Silsilah Ilm At-Tauhid, hlm. 106.
[8]    Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, hlm. 199-200.
[9]  Prima Causa dalam Kamus Populer, adalah sebuah kalimat bahasa Latin yang berarti penyebab atau faktor utama tanpa diawali oleh faktor lain. Prima artinya pertama atau yang utama, causa artinya penyebab atau faktor dari sesuatu, hlm. 386.
[10]  Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 203.
[11]   A. zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, hlm. 78.
         [12]A. Zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, h. 94.

0 komentar:

Posting Komentar