HUKUM, DAN SETRATEGI DAKWAH MERESPON
PROBLEMATIKA UMAT KONTEMPORER
Oleh:
H. Muh. Shaleh Suratmin,*
ABSTRAK
Mendakwakan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap berbagai
permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpanggil untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan yang sedang dan yang akan dihadapi oleh umat.
Dengan menggunakan strategi dakwah yang
profesional, diyakini dapat menjawab tantangan zaman, yang
meliputi; peningkatan Sumber Daya Muballigh (SDM),
pemanfaatan teknologi modern sebagai media dakwah, penerapan
metode dakwah fardhiyah, dan penggunaan pendekatan dakwah structural dan cultural, monitoring dan evaluasi dakwah serta penyusunan peta dakwah.
PENDAHULUAN
Karakteristik atau ciri kesempurnaan Islam dideskripsikan secara tekstual
maupun kontekstual dalam al-Qur’an dan hadis, termasuk konteks dakwah dari aspek
hukum, tujuan dan metodenya. Agama Islam adalah agama dakwah baik secara
teoritis maupun secara praktis.1 Sebagai agama dakwah kedudukan
Islam menurut Ismail Raji al Faruqi, bahwa Islam melebihi agama-agama dakwah
yang lain. Hal ini disebabkan oleh klaim Islam sendiri bahwa Islam merupakan
agama wahyu terakhir dan merupakan agama penyempurna dari agama-agama
sebelumnya terutama agama Yahudi dan Nasrani.2 Al Faruqi
menegaskan dengan mengutip ayat al Qur’an antara lain, QS. asy-Syuura: 15,
sebagai berikut:
Ï9ºs%Î#sù äí÷$$sù
( öNÉ)tFó$#ur !$yJ2 |NöÏBé&
( wur ôìÎ7®Ks? öNèduä!#uq÷dr&
( ...ÇÊÎÈ
Terjemahnya: Maka Karena itu Serulah (mereka kepada
agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah
mengikuti hawa nafsu mereka …(QS.
Asy-Syuura: 15).3
Berdasarkan ayat tersebut di atas, maka al-Qur’an sebagai sumber pertama
rujukan pelaksanaan dakwah Islam telah memuat gagasan-gagasan brilian untuk
mengubah wajah kehidupan manusia. Namun ajaran yang komprehensip itu mampu
dirumuskan secara sistematis dan canggih menurut bahasa bumi dan masih banyak
dibiarkan menjadi bahasa langit. Disinilah dapat dielaborasi bahwa Islam adalah
agama wahyu yang selalu berhadapan dengan zaman yang terus berubah. Untuk itu,
umat Islam selalu ditantang bagaimanamensi ntesakan keabadian wahyu dengan kesementaraan zaman.4
Mendakwakan Islam berarti memberikan jawaban jawaban Islam terhadap
berbagai permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpanggil untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dan yang akan dihadapi oleh
umat. Bertolak dari permasalahan tersebut berdakwah dalam pandangan Islam
hukumnya wajib, baik dalam pemahaman pendekatan fardhu a’in (kewajiban
individu) maupun fardhu kifayah (kewajiban kolletif).
Meskipun missi dakwah sejak perode klasik sampai masa komtemporer dewasa
ini tetap sama yaitu mengajak umat manusia ke dalam system Islam, namun
tantangan dakwah berupa problematika umat senantiasa berubah dari waktu ke
waktu.
Permasalahan yang dihadapi oleh umat selalu berbeda baik secara
kualitatif maupun kuantitatif, namun demikian permasalahan-permasalahan umat
tersebut perlu diidentifikasi dan dicarikan solusi pemecahannya yang relevan
dan strategis melalui pendekatan-pendekatan dakwah yang sistematis dan
porfesional.
Untuk itu, gerakan dakwah harus mampu mempertahankan dan membentengi
jamaah dari upaya penyelenggaraan yang dilakukan oleh pihak tertentu. Karenanya
kita harus menyiapkan perangkat yang mutakhir guna menenggulangi kerusakan yang
lebih dahsyat, yaitu dengan cara memperkuat kulitas juru dakwah atau dai,
muatan dakwah yang disampaikan lebih berkualitas dan memiliki wawasan ke depan serta memiliki akses jaringan yang lebih luas dan lebih cepat.
1. Hukum, Tujuan dan Sasaran Dakwah
a.
Hukum Dakwah
Para ulama berbeda pendapat dalam
hal menetapkan hukum dakwah atau menyampaikan dakwah Islam. Sebagian ulama
berpendapat berdakwah hukumnya fardhu kifayah, sedangkan sebagian lagi
berpendapat hukumnya fardhu
‘ain,
mereka sama-sama berdasar pada QS. ‘Ali Imra>n :104:
`ä3tFø9ur
öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt
n<Î)
Îösø:$# tbrããBù'tur
Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã
Ìs3YßJø9$# 4
y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Terjemahnya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS. ‘Ali Imra>n: 104).5
Kata “minkum”
dalam ayat ini oleh sebagian ulama dipandang
mengandung arti tab’id (sebagian), atas dasar itu berdakwah hukumnya fardlu
kifayah (kewajiban kollektif). Sebagian ulama pula berpandangan
berdakwah hukumnya fardhu ‘ain (kewajiban
individu) karena kata “minkum”
mengandung arti za’idah
(tambahan).
Menurut Muhammad Natsir dalam
“Fiqhud Dakwah” menyatakan, bahwa Islam adalah agama risalah dan dakwah
yang merupakan kewajiban yang harus dipikul oleh individu Muslim dan Muslimah (fardhu
‘ain) dan tidak hanya menyerahkannya kepada orang-orang tertentu yang
dipandang menguasainya. Beliau merujuk pada dalil al-Qur’an dan hadis sebagai
berikut:
¨óÇyèø9$#ur bÎ)Î ÇÊÈ z`»|¡SM}$# Å"s9 Aô£äz ÇËÈ wÎ)
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
(#öq|¹#uqs?ur
Èd,ysø9$$Î (#öq|¹#uqs?ur Îö9¢Á9$$Î ÇÌÈ
Terjemahnya: Demi masa,.. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian,. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (QS. al-Ashr :1-3).6
Selanjutnya hadis Nabi saw:
بلغوا
عنى ولو أيه
Atinya: Sampaikanlah apa yang (kamu terima) dari
padaku, walaupun hanya satu ayat (HR. Tirmidzi>).
Kemudian hadis tentang kewajiban
beramar ma’ruf dan nahi mungkar.
من راى منكم منكرا فليغير بيده فان لم
يستطع فبلسا نه فان لم يستطع فبقلبه وذالك
اضعاف الايمان
Artinya:
Barang siapa melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak
mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu juga maka rubahlah dengan
hatinya, dan yang demikian (hanya merubah dengan hati) merupakan
selemah-lemahnya iman (HR. Imam Muslim)7.
b.
Tujuan
Dakwah
Tujuan umum dakwah adalah melakukan
perubahan dari kondisi tertentu menuju kondisi yang lebih baik demi mewujudkan
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan akhirat yang diridhai
Allah swt.
1)
Pembentukan Pribadi Muslim yang Kafah
(utuh/sempurna)
Dakwah bertujuan untuk membentuk
pribadi muslim yang sempurna dan tangguh kepribadiannya, baik dari segi
kejiwaan, pemikiran, sikap dan sigap, memiliki kepribadian dan watak
keman-dirian dalam keyakinan. Dengan kepribadian semacam ini akan dapat melakukan
hubungan yang baik dan benar terhadap Rabb-Nya, terhadap dirinya dan terghadap
semua manusia yang beraneka ragam keyakinan, dengan tata hubungan dan tata
pergaulan yang sesuai dengan manhaj Islam.
2)
Pembentukan
Rumah Tangga Sakinah
Rumah
tangga ini harus ditegakkan di atas asasnya yang kuat dan kokoh; istri dan anak
keturunan yang saleh dan salehah yang komitmen pada al-Dien. Rumah tangga yang
dikendalikan dengan tata nilai dan akhlak islamiyah, masing-masing anggotanya
hidup secara Islam dengan mengindahkan hukum halal dan haram, dinaungi oleh
adab syari’at dan hukum Islam dengan masalah makanan, minuman, pakaian,
perlengkapan rumah tangga, serta bergaul dengan sanak kerabat, sahabat,
tetangga, karena rumah tangga ini merupakan persemaian masyarakat Islam.
3)
Pembentukan
Masyarakat Marhamah (Damai)
Tegaknya masyarakat muslim juga
tergantung pada rumah tangga yang bernuansa muslim, karena unsur masyarakat
adalah terdiri dari rumah tangga. Apabila kondisi rumah tangga muslim
sebagaimana yang digambarkan diatas, maka masyarakat Islam merupakan himpunan
rumah tangga muslim yang dikendalikan dengan adab dan akhlak Islam. Rumah
tangga yang berpedoman pada hukum-hukum syari’at Islam dalam semua hubungannya,
berlandaskan tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa, menyayangi yang kecil
(muda) dan menghormati yang lebih tua, memiliki solidaritas yang tinggi,
tolong-menolong, terikat persaudaraan karena Allah, senantiasa menutupi
kebutuhan orang fakir, memelihara anak-anak yatim serta memberikan hak tetangga
sesuai dengan syari’at Islam. Hubungan jalinan kehidupan mereka ibarat satu
tubuh, satu sama lain saling menguatkan.
4)
Menggapai
Negara yang Paripurna (Thayibah)
Secara ringkas dapat dikatakan, jika
mereka menunaikan kewajiban dalam setiap aspek kehidupan, maka sudah barang
tentu yang terlibat dalam perundang-undanagan adalah mereka yang berperilaku
islami, termausk dalam proses pembuatannya. Hal ini merupakan langkah pokok
dalam mewujudkan hukumah islamiyah, karena insan hukum atau tokoh
pembuat undang-undang dan peraturannya dalam rangka berdakwah di jalan Allah,
atau mereka yang menerima seruan risalah dakwah. Demikian juga rumah tangga
muslim, masyarakat Islam, ahli pikir dan para pakar, kesemuanya tergolong
orang-orang yang memiliki ghirah dan kepedulian tergadap Islam.
c.
Sasaran Dakwah
Pengkajian tentang sasaran dakwah,
selalu mengacu pada konteks sejarah dakwah Rasulullah saw mulai fase awal-awal
Islam di kota Mekkah yang dikenal dengan Assabiqu>n al-awalu>n,
selanjutnya hijrah ke Yasrib (kota Medinah),
dan akhirnya kembali menaklukan kota Mekkah, maka sasaran dakwah dapat dides-kripsikan
sebagai berikut:
1) Dakwah kepada diri sendiri
Menurut Enjang AS dan Aliyudin,
dakwah kepada diri sendiri disebut dakwah nafsiah[1],
menurutnya sasaran dakwah yang utama adalah kepada diri sendiri. Adalah
nihil dan mustahil dapat meyakinkan ornag lain, bila diri sendiri tidak mampu
menjadi contoh atau teladan. Bagaimana kita memberikan kesan pertama yang
positif (how to give the first positive impression) kalau
kita tidak mampu menjadi profile exellence. Rasulullah saw
memiliki daya tarik yang kuat, karena mampu menjadi teladan yang baik (uswah-hasanah),
sebagaimana firman Allah:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu
«!$#
îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$#
tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$#
#ZÏVx. ÇËÊÈ
Terjemahnya:
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah[2].
Menurut
Imam Munawwir, seseorang akan tertarik untuk mengikuti, karena melihat
kelakuan dan bukan sekedar pengakuan, juga kenyataan dan bukan sekedar
pernyataan, juga amalan dan bukan sekedar omelan. Karena itu di samping seorang
da’i itu memiliki personal exellence (penampilan
yang terbaik), juga diperlukan the best attitude (sikap yang terbaik)[3].
2) Dakwah kepada keluarga terdekat
Keluarga terdekat merupakan lambang
kepercayaan terhadap dunia luar, sebelum jauh mengayuh atau mengayunkan langkah
dan menentukan arah. Pertahanan pertama yang harus dibangun terlebih dahulu. Ia
harus kokoh kuat laksana bangunan beton, bukan ibarat rumah karton, mudah roboh
bila diterjang angin kencang. Nampak dari luar seakan bersanding, akan tetapi
ternyata hatinya bertanding. Rasulullah saw juga diperingatkan, agar sebelum
melangkah ke luar, keluarga diri harus ditegakkan terlebih dahulu, sebagaimana
firman Allah:
öÉRr&ur y7s?uϱtã úüÎ/tø%F{$#
ÇËÊÍÈ
Terjemahnya:
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
Perintah di atas dilaksanakan secara
konsekuen
oleh baginda Rasulullah ketika mengumpulkan
keluarga dengan jalan melakukan jamuan makan bersama. Tetapi sebelum
menyampaikan risalah dakwah, tiba-tiba Abu Lahab berdiri, dengan kata-kata
lantang menentang apa yang hendak dilakukan oleh Rasulullah saw, seakan-akan apa
yang dilakukan olehnya akan menjerumuskan keluarga ke arah jalan yang sesat.
Sikap Abu Lahab tersebut tidak ditanggapi oleh Rasul, karena menanggapi orang
yang sedang marah, tak ada gunanya, lantaran tak ada kontak batin, tak ada
jembatan rasa (mawaddah fi’l qurba). Barulah pada pertemuan yang
dilakukan di hari berikutnya, Rasulullah angkat bicara, karena saat itulah mmentum
yang paling tepat (selengkapnya, Bijak Dakwah).
Bila kehidupan rumah tangga dan
keluarga ditegakkan terlebih dahulu, maka ibarat bahtera, dimana antara
pengemudi dan penumpang terjadi persamaan arah dan langkah yang lebih
bergairah, menuju ke depan dalam suasana kehidupan yang lebih mapan.
3) Dakwah kepada lingkungan terdekat
Lingkungan adalah situasi dan
kondisi yang menunjukkan ancaman, juga memberi ruang, dan peluang untuk
berjuang. Lingkungan terdekat mudah akan diprediksi (predictable), sedangkan lingkungan jauh
sulit dan rumit untuk diprediksi (unpredictable) karena
belum mengenal kondisi geografis, analisis sosiologis, psikologis, kultural,
bahasa, perubahan situasi dan kondisi apakah cepat atau lambat serta
masalah-masalah lain-lainnya. Padahal, mudah atau tidaknya menerima suatu ide
atau gagasan adalah berdasarkan berbagai pertimbangan semacam itu. Tergesa-gesa
melakukan tindakan, hanyalah memakan energi, karena tidak memiliki strategi
serta hanya mengandalkan semangat yang tinggi. Memprioritaskan lingkungan yang
jauh, akan lebih berbahaya ketimbang memprioritaskan lingkungan terdekat.
Dakwah yang dilakukan Rasulullah saw
pun demikian pula, setelah memprio-ritaskan keluarga, dilanjutkan lingkungan
terdekat, yakni disekitar kota Mekkah. Meski kurang mendapat dukungan dan lebih
banyak ancaman, namun sudah bisa menemu-kan mana lawan dan mana kawan, mana
penghambat dan mana pendukung, sehingga mampu menakar dan mengukur kekuatan.
Paling tidak sudah mampu melakukan kristalisasi.
Meskipun pendukung Rasulullah saw
saat itu sedikit, akan tetapi amat potensial. Sayyidati Hadijah sebagai
isteri Rasulullah misalnya, melalui potensi sumber dana atau kekayaan yang
dicurahkan untuk kepentingan dakwah. Abu Bakar dengan kesetiaan dan
sekaligus kekayaan Ali bin Abi Thalib menguasai generasi muda, Bilal
mewakili budak atau kaum tertindas (mustadl’afien). Umar Ibn al
Khattab berwibawa terhadap kelom-pok arogan. Meski hanya sedikit,
kesemuanya memilik porsi dan posisi yang amat strategi. Ibarat pengembang lahan
pertanian, maka menguasai bendungan akan lebih berpengaruh dari pada menguasai
sekian ribu hektar sawah.
4) Dakwah kepada masyarakat luas
Perintah
berdakwah kepada masyarakat luas, seperti dalam firman Allah:
ôs)s9ur $oYö[4];tF2 Îû Íqç/¨9$# .`ÏB Ï÷èt/ Ìø.Ïe%!$# cr& uÚöF{$# $ygèOÌt yÏ$t6Ïã cqßsÎ=»¢Á9$# ÇÊÉÎÈ
Terjemahnya: Dan sungguh Telah kami tulis di dalam
Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai
hamba-hambaKu yang saleh[5].
Pengertian orang-orang saleh adalah
orang yang mampu melakukan berbagai perubahan, karya yang nyata dan terpuji (mahmudah)
berperan sebagai khalifah fi’ al-ardi, bermanfaat untuk kepentingan umat
dan masyarakat, bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri.
Menghadapi masyarakat luas, harus
memiliki gambaran secara sosiologis, psikologis, mana yang menolak dan selalu
mengelak dan mana yang terbuka untuk menerima kebenaran. Menurut pandangan Sun
Tzu dalam “War and Management” bahwa bila medan sudah diketahui di mana
letak kelemahan dan kelengahan, sedangkan lawan tidak mengetahui kekuatan kita,
maka kemungkinan untuk menang dalam pertempuran adalah jauh lebih besar.
Nabi Muhammad saw memutuskan untuk
hijrah ke Madinah lantaran beliau mengetahui kekuatan, seberapa banyak para
pendukungnya yang sudah berada di sana, bila dibanding dengan ancaman, boikot
caci maki yang terus menerus dalam kondisi yang tidak seimbang. Tentu saja,
ibarat orang menanam, dari pada dilakukan di tempat yang tandus dan kering,
akan lebih baik pada tempat yang subur. Hijrah adalah satu-satunya jalan.
IDENTIFIKASI PROBLEMATIKA UMAT
Dinamisasi kehidupan global yang
semakin tinggi dan kompetitif telah menggiring
umat manusia senantiasa memandang persoalan hidup secara pragmatis, logis, serba instant, dan bahkan
matematis. Keadaan demikian ini di samping membawa manfaat berupa kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin mempermudah aktivitas manusia, juga
dapat berimplikasi negatif berupa
lemahnya semangat transcendental dan memudarnya hubungan-hubungan sosial. Implikasi ini berlangsung demikian
lama, sehingga dewasa ini telah melahirkan
berbagai kenyataan sosial yang cukup parados dengan cita-cita ideal Islam.
Jika dideskripkan, bahwa peta umat
Islam komtemporer dapat diklasifikasi ke dalam tiga kelompok yaitu; Pertama, kelompok Islam yang berjuang untuk menegakkan khilafah (pemerintahan) Islam; Kedua,
kelompok Islam yang mengagungkan
Kebudayaan Barat dan menentang gerakan untuk mewujudkan nilai-nilai Islam dalam Negara; dan ketiga, Kelompok
Islam yang tidak memiliki kepedulian terhadap
permasalahan umat Islam secara keseluruhan (kaffah)8.
Realitas sosial di
atas, ada yang tidak sesuai dengan cita-cita ideal Islam, karenanya harus diubah melalui dakwah Islam.
Mengingat kenyataan-kenyataan sosial tersebut
banyak dijumpai dalam beberapa komunitas Islam dengan permasalahan yang
berbeda-beda, maka diperlukan model dan atau beragam paradikma dalam melakukan dakwah Islam dengan mempertimbangkan jenis
dan kualitas permasalahan yang
dihadapi oleh umat. Mengelaborasi permasalahan tersebut, maka institusi-institusi
dan atau lembaga- lembaga dakwah
dituntut dapat melakukan usaha-usaha dakwah secara
sistematis dan profesional melalui langkah-langkah yang strategis,sebagaimana
diisyaratkan dalam al-Qur’an (QS. al-Taubah: 105):
È@è%ur (#qè=yJôã$# uz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( cruäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤¶9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
Terjemahnya: Dan Katakanlah:
"Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melilwt
pekerjaamnu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahni akan yang ghoib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu
apa yang Telah kamu kerjakan (QS.
al-Taubah: 105)9.
Kegiatan dakwah merupakan sebagai
aktivitas yang bernilai ibadah disisi Allah
swt dan merupakan tugas besar kaum muslimin yang mesti ditunaikan. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa untuk
menyampaikan dan memperjuangkan semangat
Islam yang terus membara dalam jiwa kaum muslimin.
Bahkan cita-cita seorang muslim yaitu membawa manusia ke dalam suatu kehidupan di mana Islam menjadi agama Allah
yang benar semua aspeknya, baik teologi, hukum, akhlak dan institusi-institusi
Islam dapat diterima dan menjadi agama
(system hidup) seluruh umat manusia.10
Strategi Dakwah Merespon Problematika Umat
Untuk memecahkan berbagai persoalan umat yang semakin kompleks
dan cebderung krusial, institusi dan atau lembaga dakwah
tidak cukup hanya dengan melakukan program dakwah yang kompensional, sporadis, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional,
strategis, dan proaktif. Menghadapi sasaran dakwah (mad’u)
yang semakin kritis dan tatangan dunia global yang semakin kompleks di zaman
kontemporer ini, maka diperlukan strategi dakwah yang multi dimensional,
sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan dapat bersaing secara
positif di tengah bursa informasi yang semakin kompetitif.
Ada beberapa rancanagan kerja dakwah yang dapat dilakukan
untuk menjawab permasalahan umat di zaman
kontemporer dewasa ini antara lain:
1.
Memfokuskan aktivitas
dakwah untuk mengentaskan kemiskinan umat.
2.
Menyiapkan
elit strategis muslim untuk disuplai ke berbagai jalur kepemimpinan bangsa sesuai dengan bidang keahliannya masing- masing.
3.
Membuat peta
sosial umat sebagai informasi awal bagi
pengem- bangan dakwah.
4.
Mengintegrasikan
wawasan etika, estetika, logika dan budaya dalam berbagai
perencanaan dakwah.
5.
Mendirikan
pusat-pusat studi dan informasi umat secara lebih professional.
dan berorientasi pada kemajuan iptek.
dan berorientasi pada kemajuan iptek.
6.
Menjadikan masjid
sebagai pusat kegiatan Ibadah dan kegiatan ekonomi.
kesehatan dan kebudayaan umat Islam.11 Sehubungan dengan hal tersebut, maka sistem manajemen kemasjidan perlu ditingkatkan.
kesehatan dan kebudayaan umat Islam.11 Sehubungan dengan hal tersebut, maka sistem manajemen kemasjidan perlu ditingkatkan.
7.
Menjadikan
Islam sebagai pelopor yang profetis, humanis dan transpormatif.
Karenanya perlu dirumuskan pendekatan-pendekatan dakwah yang progresif dan inklusif. Dakwah Islam tidak boleh hanya dijadikan sebagai obyek dan alat legitimasi bagi pembangunan yang semata-mata bersifat
ekonomis pragmatis berdasarkan kepentingan sesaat oleh para penguasa.12
Karenanya perlu dirumuskan pendekatan-pendekatan dakwah yang progresif dan inklusif. Dakwah Islam tidak boleh hanya dijadikan sebagai obyek dan alat legitimasi bagi pembangunan yang semata-mata bersifat
ekonomis pragmatis berdasarkan kepentingan sesaat oleh para penguasa.12
Untuk merancang strategi dakwah yang
multi strategis, maka diperlukan pembenahan secara
internal terhadap beberapa unsur yang terlibat dalam proses dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah; dai atau muballigh (aktivis
dakwah), materi dakwah, metode dakwah, dan instrumen
atau media dakwah. Pembenahan strategis terhadap unsur-unsur tersebut dapat
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Peningkatan Sumber Daya Muballigh
(SDM)
Untuk mencapai tujuan dakwah secara
maksimal, maka perlu didukung oleh para muballigh yang handal.
Kehandalan tersebut meliputi kualitas yang seharusnya dimiliki
oleh seorang juru dakwah yang sesuai dengan tuntutan umat kontemporer dewasa ini. Aktivitas dakwah dipandang sebagai kegiatan
yang memerlukan keahlian. Mengingat suatu keahlian memerlukan
penguasaan pengetahuan, maka para aktivis dakwah (dai atau muballigh) harus
memiliki kualifikasi dan persyaratan akademik dan
empirik dalam melaksanakan kewajiban dakwah.13
Dalam konteks ini, Dewan dakwah
Islamiyah Indonesia telah mendirikan Sekolah Tinggi
Ilmu Dakwah (STID), dan banyak perguruan tinggi Islam yang tersebar di seluruh
wilayah Republik ini, membuka jurusan atau Fakultas Dakwah yang membina dan mengkader para dai atau muballigh yang bertujuan untuk menyiapkan kader dai yang memiliki kapasitas dan kemampuan
serta skill yang mempuni
dalam menghadapi tantatangan dakwah yang semakin kompleks.
2. Pemanfaatan
Teknologi Modern Sebagai Media Dakwah
Salah satu sarana yang efektif untuk menyebarluaskan
ajaran Islam adalah alat-alat teknologi modern di bidang informasi dan
komunikasi. Kemajuan di bidang informasi dan telekomunikasi harus
dimanfaatkan oleh para aktivis dakwah sebagai media dalam menggencarkan dakwah
Islam, sebab dengan cara demikian ajaran Islam dapat
diterima dalam waktu yang relatif singkat oleh sasaran dakwah dalam skala massif.
Dalam hal ini disadari, bahwa lembaga-lembaga dakwah masih
banyak yang belum dapat dimanfaatkan akses teknologi informasi secara maksimal,
begitu juga dalam penyediaan media dakwah modern, seperti penyiaran televisi
dan internet yang hingga kini di kebanyakan negara masih menjadi impian belaka. Oleh karena itu, lembaga dakwah perlu membangun sinergis
antar negara guna merealisasikannya dalam rangka
mengimbangi laju informasi dan meredam program-program penyiaran
TV yang tidak mendidik dan cenderung merusak tatanan
masyarakat.
3. Pengembangan
Metode Dakwah Fardhiyah
Untuk menjawab tantangan dakwah global, maka perlu
dikembang- kan metode dakwah fardhiyah, yaitu metode dakwah
yang menjadikan pribadi dan keluarga sebagai sendi utama
dalam aktivitas dakwah. Dalam usaha membentuk masyarakat
yang dicirikan oleh Islam harus berawal dari pembinaan pribadi dan keluarga
yang Islami, sebab lingkungan keluarga merupakan elemen sosial yang amat strategis dan member corak paling dominan bagi penegembangan masyarakat secara luas.
Pembinaan pribadi dan keluarga yang Islami ini dapat
ditempuh melalui dua cara yaitu; Pertama, peningkatan fungsi orang tua (Ibu dan
bapak) sebagai tauladan dalam rumah tangga; Kedua perlunya
dibentuk lembaga konsultan keluarga sakinah (KKS) dan kelinik rohani
Islam (KRI) dalam setiap komunitas muslim. Untuk
pelaksanaan konsultasi keluarga sakina dan klinik rohani Islam ini diperlukan tenaga penyuluh dan konselor Islam yang handal baik
secara teoritis maupun secara praktis.
Disinilah peran lembaga dakwah untuk membina dan mendorong
anggotanya agar mengembangkan dakwah fardhiyah, sehingga
masing- masing keluarga dapat memantau dan terkendali,
sekaligus menjadi benteng kontrol sosial.
4. Penerapan Dakwah Kultural
Dakwah cultural adalah dakwah Islam dengan pendekatan
cultural, yaitu; Pertama, dakwah yang bersifat akomodatif
terhadap nilai budaya tertentu Kedua; menekankan pentingnya kearifan dalam
memahami kebudayaan komunitas tertentu sebagai sasaran
dakwah. Jadi dakwah cultural dakwah yang bersifat button up dengan melakukan pemberdayaan
kehidupan beragama berdasarkan nilai-nilai spesifik yang dmiliki oleh sasaran
dakwah. Lawan dari dakwah cultural adalah dakwah
structural, yaitu dakwah yang menjadikan kekuasaan, birokrasi,
kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam. Karenanya dakwah structural lebih bersifat top down arti nya dari atas ke bawah.
Secara sunnatullah, setiap komunitas
manusia, etnis, dan daerah memiliki kekhasan dalam budaya.
Masing-masing memiliki corak tersendiri dan menjadi kebanggaan komunitas
bersangkutan. Dalam melakukan dakwah Islam, corak budaya yang
dimiliki oleh komunitas tertentu dapat di jadikan sebagai media dakwah yang ampuh dengan mengambil nilai kebaikannya dan menolak kemungkaran yang terkandung di dalamnya.
Perbedaan penghayatan dan pengamalan agama selalu
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti; karakteristik individu, usia,
lingkungan sosial, dan lingkungan alam, kelahiran mazhab
dalam Islam pun turut dipengaruhi oleh faktor alam dan
geografis. Karena itu, akan selalu ada perbedaan cara beragama antara orang desa dan kota, petani dengan nelayan, masyarakat agraris dan
masyarakat industry dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan itu perlu dipahami oleh
para dai atau muballigh, supaya dakwah Islam yang di lakukan dapat menyesuaikan
diri dengan kondisi obyektif manusia yang di hadapi dan kecenderungan dinamika
kehidupan mutakhir.
Dalam melakukan dakwah cultural, para aktivis dakwah harus
menawarkan pemikiran dan aplikasi syariat Islam yang
kaffah dan kreatif. Materi-materi dakwah perlu disistematisasikan dalam suatu
rancangan sillabi dakwah berdasarkan kecenderungan dan
kebutuhan sasaran atau mad’u.
Dai atau Muballigh tidak boleh langsung menghakimi jamaah
berdasarkan persepsinya sendiri, tanpa mempertimbangkan kondisi
nyata apa sesungguhnya yang sedang mereka alami.
Karena itu materi dakwah cultural tidak semata-mata bersifat fiqh sentries, melainkan juga materi-materi dakwah yang aktual dan bernilai
praktis bagi kehidupan umat kontemporer dewasa ini.
Kaidah formal ketentuan-ketentuan syari'ah yang selama ini merupakan tema utuma
dalam pengajian dan khutbah harus diimbangi dengan
uraian mengenai hakikat , subtansi dan pesan moral yang terkandung dalam ketentuan syari’ah dan fiqh tersebut.
Di era globalisasi, secara sosiologis akan terjadi
berbagai pergeseran dalam berbagai aspek kehidupan umat.
Ada gejala perubahan pola pemahaman dan perilaku
keagamaan dari yang bersifat ritual kearah orientasi yang lebih bersifat sosial. Salah satu diskursus yang lebih menarik dewasa ini
adalah isu tauhid sosial sebagai otokritik terhadap fenomena
tauhid yang bersifat vertikal dan individual yang dianut selama ini. Umat Islam
mulai beralih dari khilafiyah ibadah ritual kepada khilafiyah ibadah
sosial, yakni mulai memperbincangkan bagaimana idealnya model dan paket-paket
dakwah pada zaman kontemporer dewasa ini.
Seiring dengan pergeseran nilai di zaman kontemporer
dewasa ini, maka tema-tema dakwah pun yang muncuat ke
permukaan adalah masalah-masalah lingkungan hidup, polusi udara, perubahan iklin, pemanasan galobal, etika bisnis dan
kewiraswastaan,
bioteknologi dan cloning, Hak Asasi Manusia (HAM),
demokrasi, supermasi hukum, persoalan jender, etika politik,
kesenjangan sosial, ekonomi dan pemerataan hasil-hasil
pembangunan, budaya dan teknologi informasi dan tema-tema kontenporer lainnya.
Keharusan untuk mendesain ulang tema-tema dakwah ini
merupakan tuntutan modernisasi spiritualitas Islam yang
tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sebab problema dakwah yang muncuat di zaman
modern jauh lebih kompleks dan memerlukan respons yang lebih beragam
dan akomodatif.14 Disinilah lembaga dakwah harus secara sistimatis
memberikan respons-proaktif bukan reaktif yang seporadis. Sehingga dampaknya
dapat dirasakan oleh umat secara konkrit.
5. Monitoring dan Evaluasi (Monev) Dakwah
Aktivitas dakwah yang mencakup
segi-segi kehidupan yang amat luas hanya dapat berlangsung
dengan efektif dan efesien apabila sebelumnya telah dilakukan persiapan dan perencanaan yang matang.15 Untuk
melakukan persiapan dan perencanaan yang matang, maka
diperlukan monitoring dan evaluasi dakwah. Dari monitoring dan
evaluasi inilah dapat diperoleh informasi tentang permasalahan
umat, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam melakukan persiapan dan perencanaan dakwah. Pada aspek ini
sering kurang mendapatkan perhatian secara serius dan
professional oleh lembaga dakwah. Sehingga banyak program- program
dakwah yang terkadang tanpa termonitoring dan terevaluasi
secara baik, dan dibiarkan berjalan ala kadarnya.
Monitoring dan evaluasi dakwah ini sangat diperlukan untuk
mendapat informasi yang akurat mengenai tingkat keberhasilan dakwah. Dalam
evaluasi tersebut akan terlihat kelebihan dan
kekurangan dakwah yang telah dilaksanakan, tingkat relevansi
paket-paket dakwah yang ditawarkan dengan kebutuhan mad’u
(sasaran dakwah), dan sejauh mana aktivitas dakwah yang telah dilakukan dapat mentransformasikan cita ideal Islam ke dalam
realitas empirik umat.
Selanjutnya ada tiga tipe dasar pengawasan yang bisa
dipakai dalam pengawasan dakwah, yaitu pengawasan pendahuluan, pengawasan
concurrent, dan pengawasan umpan balik.16
Berikut adalah penjelasan singkat dari tipe pengawasan tersebut:
a. Pengawasan
pendahuluan (feed forward control). Pengawasan pendahuluan atau yang sering disebut sebagai steering control, dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah dakwah yang
dianggap menyimpang dari tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
b. Pengawasan yang dilakukan
bersamaan dengan pelaksanaan
kegiatan (Concurrent control). Pengawasan ini sering
disebut pengawasan “Ya, Tidak” atau berhenti-Terus”, dilakukan selama kegiatan
dakwah berlangsung.
c. Pengawasan umpan balik (feedback control), pengawasan
umpan balik juga dikenal sebagai past-action
control, yang dilakukan untuk mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan dakwah yang telah selesai dikerjakan.
Pengawasan ini bersifat historis,
yaitu pengukuran berhasil tidaknya suatu kegiatan dakwah dilakukan setelah kegiatan dakwah.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami
bahwa di samping berhubungan dengan komponen peningkatan
kualitas dakwah, juga berhubungan dengan aspek penilaian,
pembinaan, dan pengembangan komponen-komponen dakwah.
6. Membuat Pemetaan Identifikasi Dakwah (Peta
Dakwah)
Salah satu usaha untuk mengkonstruksi dan
mengidentifikasi materi dan metode dakwah yang dibutuhkan
oleh kelompok masyarakat tertentu adalah melalui penyusunan atau konstruksi
peta dakwah. Peta dakwah adalah gambaran atau deskripsi
menyeluruh tentang berbagai komponen yang terlibat dalam
proses dakwah.17
Ada dua komponen pokok yang akan dimuat dalam peta dakwah,
yaitu: pertama, komponen yang berkaitan dengan keadaan
umat Islam sebagai sasaran dakwah; kedua, komponen yang berkaitan dengan proses
pelaksanaan dakwah.18 Komponen yang terkait
dengan keadaan umat Islam, seperti: Tingkat sosial, ekonomi,
tingkat pendidian, pekerjaan pokok dan sampingan, religiusitas/keberagamaan,
integrasi sosial, mobilitas sosial, dan lain sebagainya.
Komponen yang terkait dengan proses
pelaksaan dakwah, seperti aktivitas lembaga-lembaga dakwah,
keadaan muballigh/aktivis dakwah, metode dakwah yang
digunakan, materi dakwah yang disajikan, prasarana dan media dakwah yang tersedia dan lain sebagainya.
KESIMPULAN
Dakwah pada hakikatnya adalah segala
aktivitas dan kegiatan mengajak orang untuk berubah
dari satu situasi yang mengandung nilai kehidupan yang tidak Islami kepada nilai kehidupan yang Islami. Aktivitas dan kegiatan tersebut dilakukan dengan mengajak, mendorong, menyeru, tanpa tekanan, paksaan, tetapi betul-betul dari hati nurani ikhlas semata-mata karena
Allah swt.
Perubahan atau dinamisasi kehidupan
masyarakat sebagai sasaran dakwah di zaman kontemporer dewasa ini,
semakin kompleks dan menuntut perlunya perubahan paradikma
strategi dakwah Islam. Dengan menggunakan strategi dakwah yang profesional, yang diyakini dapat menjawab tantangan zaman tersebut, yang meliputi; peningkatan Sumber Daya Muballigh (SDM), pemanfaatan teknologi modern sebagai media dakwah, penerapan metode dakwah fardhiyah, dan penggunaan pendekatan dakwah structural dan cultural, monitoring dan evaluasi dakwah serta penyusunan peta dakwah, untuk memperkaya informasi awal sebelum muballigh melaksanakan dakwah di tengah-tengah masyarakat
dan masyarakat dunia.
Pemanfaatan teknologi modern sebagai media dakwah menjadi
salah satu sarana yang paling efektif untuk
menyebarluaskan ajaran Islam. Teknologi modern tersebut
yakni teknologi di bidang informasi dan komunikasi terutama televise dan
internet. Kemajuan di bidang informasi dan telekomunikasi
harus dimanfaatkan oleh aktivis dakwa dalam menyiarkan
Islam, sehingga ajaran Islam dapat diterima secara signifikan oleh sasaran dakwah atau mad’u.
CACATAN AKHIR
BAB IV
DR. Drs. H. Muh. Shaleh Suratmin, SH.,MHi*, Pendidikan: S3 (Doktor) Hukum Islam, S2 (Magister)
Hukum Islam, S1 (Sarjana) Ushuluddin Jurusan Dakwah, S1 (Sarjana) Ilmu Hukum).
Dosen Tetap Yayasan Wakaf UMI Makassar Indonesia. Jabatan: Kepala Pusat Kajian
dan Dakwah Program Pascasarna Universitas Muslim Indonesia Makassar Indonesia.
1.
Agama
dakwah adalah agama yang mengharuskan kepada para pemeluknya untuk menyampaikan
kebenaran agama tersebut kepada orang lain, bahkan kepada seluruh umat manusia
di dunia, pembagian agama ke dalam agama dakwah dan non dakwah dikemukakan
untuk pertama kali oleh Prof. Max Muller. Agama Yahudi, Brahma dan Zoroaster
digolongkan ke dalam agama non dakwah, sementara agama Budha, Keristen dan
Islam digolongkan sebagai agama dakwah. Lihat, W. Arnold, Thomas (1995), The
Preaching Of Islam, a History of The Propagation of The Muslim Faith. Delhi:
Low Price Publication. Dan lihat pula Poston Larry (1992) . Islamic Da’wah
in the west: Muslim Missionary Activity and the Dinamic of Comvrtion to Islam, New
York Oxfor University Press,
h. 3. Demikian juga Muhammad Ali ‘Abd. Halimn (1969). Ada’wah al Islamiyah,
Da’wah Alamiyah, Qairo: Majlis al A’la li Syu’un al Islamiyah, h. 34.
2.
al
Faruqi, Ismail Raji and al Faruqi, Louis Lamya (1986). Hie Cultural Atlas of
Islam, New York. Macmillan Publishing Company. H. 188.
3.
Departemen
agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:
Yayasan Penerjemah Penafsir al-Qur’an, PT. Bumi Restu, 1983. h. 15.
4.
Nanih
Mahenrawaty dan Agus Ahmad Syafei, Pengembangan Masyarakat Islam, Dari
Ideologis Strategis, samapai Tradisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, h.
79.
5.
Departemen
agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:
Yayasan Penerjemah Penafsir al-Qur’an, PT. Bumi Restu, 1983. h. 79.
6.
Departemen
Agama RI, op.cit., h. 913.
7.
Hadis Riwayat Imam
Muslim dari Abi Said al-Khudri ra. dalam Shahih Muslim, No. 45
lihat juga dalam Sunan al-Tirmidzi, hadis 2173. .
8.
Abdurrahman
Al-Bagdadi, Dakwah Islam Dan Masa Depan Umat, Jakarta: Al-Izzah, 1997,
h. 21.
9. Departemen Agama RI, op.cit., h. 298.
10. Lihat,
Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah
Umat Islam Indonesia, Yoyakarta: Shalahuddin Press, 1985. h.
120. Dan SyahrinHarahap, Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Yoyakarta
Tiara Wacana, 1999. h. 143-145.
11. M. Azhar, Beberapa Catatan Tentang
Problematika Dakwah, Yogyakarta: Majalah
Suara Aisyiah, No. 2 Pebruari, 2003M/Dzulhijjah
1423H. h. 12-13.
12. Asep Muhyiddin, Dakwah dalam Perspektif Al
Qur’an: Studi Kritis atas Visi, Misi dan Wacana, Bandung: Pustaka Setia,
2002. h. 34.
13.
Abdul
Munir Mulkham, Ideologisasi Gerakan Dakzuah, Episode Kehidupan M. Natsir dan Azhar Basyir,
Yogyakarta:Sipress, 1996, h. 237.
14. Asymardi Azra, Konteks Berteologi di
Indonesia, Pengamalan Islam, Jakarta: Paramadina, 1999, h. 15.
15. Anwar Masy’ari, Butir-Butir
Problematika Dakwah Islamiyah, Surabaya: Bina Ilmu, 1992, h. 49.
16. Amrullah Ahmad, Seluk
Beluk Peta Dakwah, Makalah
Dalam Pelatihan, Penegelolaan Laboratorium Dakwah, di Makassar, tanggal
23-27 Juni 1997, h. 19
17. Buku
Panduan Worshop Komputasi Peta Dakwah, Yogyakarta:
Laboratorium Dakwah Yayasan Shalahuddin, 1996, h. 7.
0 komentar:
Posting Komentar