Pages

Sabtu, 10 Oktober 2015

Hukum Dakwah, dan Problematika Umat







HUKUM, DAN SETRATEGI DAKWAH MERESPON
PROBLEMATIKA UMAT KONTEMPORER

Oleh: H. Muh. Shaleh Suratmin,*

ABSTRAK

Mendakwakan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap berbagai permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpanggil untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dan yang akan dihadapi oleh umat.
Dengan menggunakan strategi dakwah yang profesional, diyakini dapat menjawab tantangan zaman, yang meliputi; peningkatan Sumber Daya Muballigh (SDM), pemanfaatan teknologi modern sebagai media dakwah, penerapan metode dakwah fardhiyah, dan penggunaan pendekatan dakwah structural dan cultural, monitoring dan evaluasi dakwah serta penyusunan peta dakwah.

PENDAHULUAN
Karakteristik atau ciri kesempurnaan Islam dideskripsikan secara tekstual maupun kontekstual dalam al-Qur’an dan hadis, termasuk konteks dakwah dari aspek hukum, tujuan dan metodenya. Agama Islam adalah agama dakwah baik secara teoritis maupun secara praktis.1 Sebagai agama dakwah kedudukan Islam menurut Ismail Raji al Faruqi, bahwa Islam melebihi agama-agama dakwah yang lain. Hal ini disebabkan oleh klaim Islam sendiri bahwa Islam merupakan agama wahyu terakhir dan merupakan agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya terutama agama Yahudi dan Nasrani.2 Al Faruqi menegaskan dengan mengutip ayat al Qur’an antara lain, QS. asy-Syuura: 15, sebagai berikut:
šÏ9ºs%Î#sù äí÷Š$$sù ( öNÉ)tFó$#ur !$yJŸ2 |NöÏBé& ( Ÿwur ôìÎ7®Ks? öNèduä!#uq÷dr& ( ...ÇÊÎÈ
Terjemahnya: Maka Karena itu Serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka (QS. Asy-Syuura: 15).3
Berdasarkan ayat tersebut di atas, maka al-Qur’an sebagai sumber pertama rujukan pelaksanaan dakwah Islam telah memuat gagasan-gagasan brilian untuk mengubah wajah kehidupan manusia. Namun ajaran yang komprehensip itu mampu dirumuskan secara sistematis dan canggih menurut bahasa bumi dan masih banyak dibiarkan menjadi bahasa langit. Disinilah dapat dielaborasi bahwa Islam adalah agama wahyu yang selalu berhadapan dengan zaman yang terus berubah. Untuk itu, umat Islam selalu ditantang bagaimanamensi ntesakan keabadian wahyu dengan kesementaraan zaman.4
Mendakwakan Islam berarti memberikan jawaban jawaban Islam terhadap berbagai permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpanggil untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dan yang akan dihadapi oleh umat. Bertolak dari permasalahan tersebut berdakwah dalam pandangan Islam hukumnya wajib, baik dalam pemahaman pendekatan fardhu a’in (kewajiban individu) maupun fardhu kifayah (kewajiban kolletif). 
Meskipun missi dakwah sejak perode klasik sampai masa komtemporer dewasa ini tetap sama yaitu mengajak umat manusia ke dalam system Islam, namun tantangan dakwah berupa problematika umat senantiasa berubah dari waktu ke waktu.
Permasalahan yang dihadapi oleh umat selalu berbeda baik secara kualitatif maupun kuantitatif, namun demikian permasalahan-permasalahan umat tersebut perlu diidentifikasi dan dicarikan solusi pemecahannya yang relevan dan strategis melalui pendekatan-pendekatan dakwah yang sistematis dan porfesional.
Untuk itu, gerakan dakwah harus mampu mempertahankan dan membentengi jamaah dari upaya penyelenggaraan yang dilakukan oleh pihak tertentu. Karenanya kita harus menyiapkan perangkat yang mutakhir guna menenggulangi kerusakan yang lebih dahsyat, yaitu dengan cara memperkuat kulitas juru dakwah atau dai, muatan dakwah yang disampaikan lebih berkualitas dan memiliki wawasan  ke depan serta memiliki akses jaringan  yang lebih luas dan lebih cepat.
1.   Hukum, Tujuan dan Sasaran Dakwah
a.    Hukum Dakwah
            Para ulama berbeda pendapat dalam hal menetapkan hukum dakwah atau menyampaikan dakwah Islam. Sebagian ulama berpendapat berdakwah hukumnya fardhu kifayah, sedangkan sebagian lagi berpendapat hukumnya  fardhu ‘ain, mereka sama-sama berdasar pada QS. ‘Ali Imra>n :104:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Terjemahnya:  Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS. ‘Ali Imra>n: 104).5
            Kata “minkum” dalam ayat ini oleh sebagian ulama dipandang mengandung arti tab’id (sebagian), atas dasar itu berdakwah hukumnya fardlu kifayah (kewajiban kollektif). Sebagian ulama pula berpandangan berdakwah hukumnya fardhu ‘ain (kewajiban individu) karena kata “minkum” mengandung arti za’idah (tambahan).
            Menurut Muhammad Natsir dalam “Fiqhud Dakwah” menyatakan, bahwa Islam adalah agama risalah dan dakwah yang merupakan kewajiban yang harus dipikul oleh individu Muslim dan Muslimah (fardhu ‘ain) dan tidak hanya menyerahkannya kepada orang-orang tertentu yang dipandang menguasainya. Beliau merujuk pada dalil al-Qur’an dan hadis sebagai berikut:
¨ŽóÇyèø9$#ur bÎ)Î  ÇÊÈ z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î ÇÌÈ
Terjemahnya: Demi masa,.. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (QS. al-Ashr :1-3).6
Selanjutnya hadis Nabi saw:
بلغوا عنى ولو أيه
Atinya: Sampaikanlah apa yang (kamu terima) dari padaku, walaupun hanya satu ayat  (HR. Tirmidzi>).
            Kemudian hadis tentang kewajiban beramar ma’ruf dan nahi mungkar.
من راى منكم منكرا فليغير بيده فان لم يستطع فبلسا نه  فان لم يستطع فبقلبه وذالك اضعاف الايمان
Artinya: Barang siapa melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu juga maka rubahlah dengan hatinya, dan yang demikian (hanya merubah dengan hati) merupakan selemah-lemahnya iman (HR. Imam Muslim)7.
b.   Tujuan Dakwah
            Tujuan umum dakwah adalah melakukan perubahan dari kondisi tertentu menuju kondisi yang lebih baik demi mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan akhirat yang diridhai Allah swt.
1)     Pembentukan Pribadi Muslim yang Kafah (utuh/sempurna)
            Dakwah bertujuan untuk membentuk pribadi muslim yang sempurna dan tangguh kepribadiannya, baik dari segi kejiwaan, pemikiran, sikap dan sigap, memiliki kepribadian dan watak keman-dirian dalam keyakinan. Dengan kepribadian semacam ini akan dapat melakukan hubungan yang baik dan benar terhadap Rabb-Nya, terhadap dirinya dan terghadap semua manusia yang beraneka ragam keyakinan, dengan tata hubungan dan tata pergaulan yang sesuai dengan manhaj Islam.
2)    Pembentukan Rumah Tangga Sakinah
            Rumah tangga ini harus ditegakkan di atas asasnya yang kuat dan kokoh; istri dan anak keturunan yang saleh dan salehah yang komitmen pada al-Dien. Rumah tangga yang dikendalikan dengan tata nilai dan akhlak islamiyah, masing-masing anggotanya hidup secara Islam dengan mengindahkan hukum halal dan haram, dinaungi oleh adab syari’at dan hukum Islam dengan masalah makanan, minuman, pakaian, perlengkapan rumah tangga, serta bergaul dengan sanak kerabat, sahabat, tetangga, karena rumah tangga ini merupakan persemaian masyarakat Islam.
3)    Pembentukan Masyarakat Marhamah (Damai)
            Tegaknya masyarakat muslim juga tergantung pada rumah tangga yang bernuansa muslim, karena unsur masyarakat adalah terdiri dari rumah tangga. Apabila kondisi rumah tangga muslim sebagaimana yang digambarkan diatas, maka masyarakat Islam merupakan himpunan rumah tangga muslim yang dikendalikan dengan adab dan akhlak Islam. Rumah tangga yang berpedoman pada hukum-hukum syari’at Islam dalam semua hubungannya, berlandaskan tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa, menyayangi yang kecil (muda) dan menghormati yang lebih tua, memiliki solidaritas yang tinggi, tolong-menolong, terikat persaudaraan karena Allah, senantiasa menutupi kebutuhan orang fakir, memelihara anak-anak yatim serta memberikan hak tetangga sesuai dengan syari’at Islam. Hubungan jalinan kehidupan mereka ibarat satu tubuh, satu sama lain saling menguatkan.
4)    Menggapai Negara yang Paripurna (Thayibah)
            Secara ringkas dapat dikatakan, jika mereka menunaikan kewajiban dalam setiap aspek kehidupan, maka sudah barang tentu yang terlibat dalam perundang-undanagan adalah mereka yang berperilaku islami, termausk dalam proses pembuatannya. Hal ini merupakan langkah pokok dalam mewujudkan hukumah islamiyah, karena insan hukum atau tokoh pembuat undang-undang dan peraturannya dalam rangka berdakwah di jalan Allah, atau mereka yang menerima seruan risalah dakwah. Demikian juga rumah tangga muslim, masyarakat Islam, ahli pikir dan para pakar, kesemuanya tergolong orang-orang yang memiliki ghirah dan kepedulian tergadap Islam.
c.     Sasaran Dakwah
            Pengkajian tentang sasaran dakwah, selalu mengacu pada konteks sejarah dakwah Rasulullah saw mulai fase awal-awal Islam di kota Mekkah yang dikenal dengan Assabiqu>n al-awalu>n, selanjutnya hijrah ke Yasrib (kota Medinah), dan akhirnya kembali menaklukan kota Mekkah, maka sasaran dakwah dapat dides-kripsikan sebagai berikut:
1)     Dakwah kepada diri sendiri
            Menurut Enjang AS dan Aliyudin, dakwah kepada diri sendiri disebut dakwah nafsiah[1], menurutnya sasaran dakwah yang utama adalah kepada diri sendiri. Adalah nihil dan mustahil dapat meyakinkan ornag lain, bila diri sendiri tidak mampu menjadi contoh atau teladan. Bagaimana kita memberikan kesan pertama yang positif (how to give the first positive impression) kalau kita tidak mampu menjadi profile exellence. Rasulullah saw memiliki daya tarik yang kuat, karena mampu menjadi teladan yang baik (uswah-hasanah), sebagaimana firman Allah:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
Terjemahnya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah[2].
Menurut Imam Munawwir, seseorang akan tertarik untuk mengikuti, karena melihat kelakuan dan bukan sekedar pengakuan, juga kenyataan dan bukan sekedar pernyataan, juga amalan dan bukan sekedar omelan. Karena itu di samping seorang da’i itu memiliki personal exellence (penampilan yang terbaik), juga diperlukan the best attitude  (sikap yang terbaik)[3].
2)     Dakwah kepada keluarga terdekat
            Keluarga terdekat merupakan lambang kepercayaan terhadap dunia luar, sebelum jauh mengayuh atau mengayunkan langkah dan menentukan arah. Pertahanan pertama yang harus dibangun terlebih dahulu. Ia harus kokoh kuat laksana bangunan beton, bukan ibarat rumah karton, mudah roboh bila diterjang angin kencang. Nampak dari luar seakan bersanding, akan tetapi ternyata hatinya bertanding. Rasulullah saw juga diperingatkan, agar sebelum melangkah ke luar, keluarga diri harus ditegakkan terlebih dahulu, sebagaimana firman Allah:
öÉRr&ur y7s?uŽÏ±tã šúüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ
Terjemahnya: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
            Perintah di atas dilaksanakan secara konsekuen oleh baginda Rasulullah ketika mengumpulkan keluarga dengan jalan melakukan jamuan makan bersama. Tetapi sebelum menyampaikan risalah dakwah, tiba-tiba Abu Lahab berdiri, dengan kata-kata lantang menentang apa yang hendak dilakukan oleh Rasulullah saw, seakan-akan apa yang dilakukan olehnya akan menjerumuskan keluarga ke arah jalan yang sesat. Sikap Abu Lahab tersebut tidak ditanggapi oleh Rasul, karena menanggapi orang yang sedang marah, tak ada gunanya, lantaran tak ada kontak batin, tak ada jembatan rasa (mawaddah fi’l qurba). Barulah pada pertemuan yang dilakukan di hari berikutnya, Rasulullah angkat bicara, karena saat itulah mmentum yang paling tepat (selengkapnya, Bijak Dakwah).
            Bila kehidupan rumah tangga dan keluarga ditegakkan terlebih dahulu, maka ibarat bahtera, dimana antara pengemudi dan penumpang terjadi persamaan arah dan langkah yang lebih bergairah, menuju ke depan dalam suasana kehidupan yang lebih mapan.
3)     Dakwah kepada lingkungan terdekat
            Lingkungan adalah situasi dan kondisi yang menunjukkan ancaman, juga memberi ruang, dan peluang untuk berjuang. Lingkungan terdekat mudah akan diprediksi (predictable), sedangkan lingkungan jauh sulit dan rumit untuk diprediksi (unpredictable) karena belum mengenal kondisi geografis, analisis sosiologis, psikologis, kultural, bahasa, perubahan situasi dan kondisi apakah cepat atau lambat serta masalah-masalah lain-lainnya. Padahal, mudah atau tidaknya menerima suatu ide atau gagasan adalah berdasarkan berbagai pertimbangan semacam itu. Tergesa-gesa melakukan tindakan, hanyalah memakan energi, karena tidak memiliki strategi serta hanya mengandalkan semangat yang tinggi. Memprioritaskan lingkungan yang jauh, akan lebih berbahaya ketimbang memprioritaskan lingkungan terdekat.
            Dakwah yang dilakukan Rasulullah saw pun demikian pula, setelah memprio-ritaskan keluarga, dilanjutkan lingkungan terdekat, yakni disekitar kota Mekkah. Meski kurang mendapat dukungan dan lebih banyak ancaman, namun sudah bisa menemu-kan mana lawan dan mana kawan, mana penghambat dan mana pendukung, sehingga mampu menakar dan mengukur kekuatan. Paling tidak sudah mampu melakukan kristalisasi.
            Meskipun pendukung Rasulullah saw saat itu sedikit, akan tetapi amat potensial. Sayyidati Hadijah sebagai isteri Rasulullah misalnya, melalui potensi sumber dana atau kekayaan yang dicurahkan untuk kepentingan dakwah. Abu Bakar dengan kesetiaan dan sekaligus kekayaan Ali bin Abi Thalib menguasai generasi muda, Bilal mewakili budak atau kaum tertindas (mustadl’afien). Umar Ibn al Khattab berwibawa terhadap kelom-pok arogan. Meski hanya sedikit, kesemuanya memilik porsi dan posisi yang amat strategi. Ibarat pengembang lahan pertanian, maka menguasai bendungan akan lebih berpengaruh dari pada menguasai sekian ribu hektar sawah.
4)     Dakwah kepada masyarakat luas
Perintah berdakwah kepada masyarakat luas, seperti dalam firman Allah:
ôs)s9ur $oYö[4];tFŸ2 Îû Íqç/¨9$# .`ÏB Ï÷èt/ ̍ø.Ïe%!$# žcr& uÚöF{$# $ygèO̍tƒ yÏŠ$t6Ïã šcqßsÎ=»¢Á9$# ÇÊÉÎÈ
Terjemahnya: Dan sungguh Telah kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh[5].
            Pengertian orang-orang saleh adalah orang yang mampu melakukan berbagai perubahan, karya yang nyata dan terpuji (mahmudah) berperan sebagai khalifah fi’ al-ardi, bermanfaat untuk kepentingan umat dan masyarakat, bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri.
            Menghadapi masyarakat luas, harus memiliki gambaran secara sosiologis, psikologis, mana yang menolak dan selalu mengelak dan mana yang terbuka untuk menerima kebenaran. Menurut pandangan Sun Tzu dalam “War and Management” bahwa bila medan sudah diketahui di mana letak kelemahan dan kelengahan, sedangkan lawan tidak mengetahui kekuatan kita, maka kemungkinan untuk menang dalam pertempuran adalah jauh lebih besar.
            Nabi Muhammad saw memutuskan untuk hijrah ke Madinah lantaran beliau mengetahui kekuatan, seberapa banyak para pendukungnya yang sudah berada di sana, bila dibanding dengan ancaman, boikot caci maki yang terus menerus dalam kondisi yang tidak seimbang. Tentu saja, ibarat orang menanam, dari pada dilakukan di tempat yang tandus dan kering, akan lebih baik pada tempat yang subur. Hijrah adalah satu-satunya jalan.
IDENTIFIKASI PROBLEMATIKA UMAT
Dinamisasi kehidupan global yang semakin tinggi dan kompetitif telah menggiring umat manusia senantiasa memandang persoalan hidup secara pragmatis, logis, serba instant, dan bahkan matematis. Keadaan demikian ini di samping membawa manfaat berupa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin mempermudah aktivitas manusia, juga dapat berimplikasi negatif berupa lemahnya semangat transcendental dan memudarnya hubungan-hubungan sosial. Implikasi ini berlangsung demikian lama, sehingga dewasa ini telah melahirkan berbagai kenyataan sosial yang cukup parados dengan cita-cita ideal Islam.
Jika dideskripkan, bahwa peta umat Islam komtemporer dapat diklasifikasi ke dalam tiga kelompok yaitu; Pertama, kelompok Islam yang berjuang untuk menegakkan khilafah (pemerintahan) Islam; Kedua, kelompok Islam yang mengagungkan Kebudayaan Barat dan menentang gerakan untuk mewujudkan nilai-nilai Islam dalam Negara; dan ketiga, Kelompok Islam yang tidak memiliki kepedulian terhadap permasalahan umat Islam secara keseluruhan (kaffah)8.
Realitas sosial di atas, ada yang tidak sesuai dengan cita-cita ideal Islam, karenanya harus diubah melalui dakwah Islam. Mengingat kenyataan-kenyataan sosial tersebut banyak dijumpai dalam beberapa komunitas Islam dengan permasalahan yang berbeda-beda, maka diperlukan model dan atau beragam paradikma dalam melakukan dakwah Islam dengan mempertimbangkan jenis dan kualitas permasalahan yang dihadapi oleh umat. Mengelaborasi permasalahan tersebut, maka institusi-institusi dan atau lembaga- lembaga dakwah dituntut dapat melakukan usaha-usaha dakwah secara sistematis dan profesional melalui langkah-langkah yang strategis,sebagaimana diisyaratkan dalam al-Qur’an (QS. al-Taubah: 105):
È@è%ur (#qè=yJôã$# uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcrŠuŽäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
Terjemahnya: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan    Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melilwt pekerjaamnu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahni akan yang ghoib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan (QS. al-Taubah: 105)9.
Kegiatan dakwah merupakan sebagai aktivitas yang bernilai ibadah disisi Allah swt dan merupakan tugas besar kaum muslimin yang mesti ditunaikan. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa untuk menyampaikan dan memperjuangkan semangat Islam yang terus membara dalam jiwa kaum muslimin. Bahkan cita-cita seorang muslim yaitu membawa manusia ke dalam suatu kehidupan di mana Islam menjadi agama Allah yang benar semua aspeknya, baik teologi, hukum, akhlak dan institusi-institusi Islam dapat diterima dan menjadi agama (system hidup) seluruh umat manusia.10
Strategi Dakwah Merespon Problematika Umat
Untuk memecahkan berbagai persoalan umat yang semakin kompleks dan cebderung krusial, institusi dan atau lembaga dakwah tidak cukup hanya dengan melakukan program dakwah yang kompensional, sporadis, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis, dan proaktif. Menghadapi sasaran dakwah (mad’u) yang semakin kritis dan tatangan dunia global yang semakin kompleks di zaman kontemporer ini, maka diperlukan strategi dakwah yang multi dimensional, sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan dapat bersaing secara positif di tengah bursa informasi yang semakin kompetitif.
Ada beberapa rancanagan kerja dakwah yang dapat dilakukan untuk menjawab permasalahan umat di zaman kontemporer dewasa ini antara lain:
1.            Memfokuskan aktivitas dakwah untuk mengentaskan kemiskinan umat.
2.            Menyiapkan elit strategis muslim untuk disuplai ke berbagai jalur kepemimpinan bangsa sesuai dengan bidang keahliannya masing- masing.
3.            Membuat peta sosial umat sebagai  informasi  awal bagi  pengem- bangan dakwah.
4.            Mengintegrasikan wawasan etika, estetika, logika dan budaya dalam berbagai perencanaan dakwah.
5.            Mendirikan pusat-pusat studi dan informasi umat secara lebih  professional.
dan berorientasi pada kemajuan iptek.
6.            Menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan Ibadah dan kegiatan ekonomi.
kesehatan dan kebudayaan umat Islam.11  Sehubungan dengan hal tersebut, maka sistem manajemen kemasjidan perlu ditingkatkan.
7.            Menjadikan Islam sebagai pelopor yang profetis, humanis dan transpormatif.
Karenanya perlu dirumuskan pendekatan-pendekatan dakwah yang progresif dan inklusif. Dakwah Islam tidak boleh hanya dijadikan sebagai obyek dan alat legitimasi bagi pembangunan yang semata-mata bersifat
ekonomis pragmatis berdasarkan kepentingan sesaat oleh para penguasa.12
Untuk merancang strategi dakwah yang multi strategis, maka diperlukan pembenahan secara internal terhadap beberapa unsur yang terlibat dalam proses dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah; dai atau muballigh (aktivis dakwah), materi dakwah, metode dakwah, dan instrumen atau media dakwah. Pembenahan strategis terhadap unsur-unsur tersebut dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Peningkatan Sumber Daya Muballigh (SDM)
Untuk mencapai tujuan dakwah secara maksimal, maka perlu didukung oleh para muballigh yang handal. Kehandalan tersebut meliputi kualitas yang seharusnya dimiliki oleh seorang juru dakwah yang sesuai dengan tuntutan umat kontemporer dewasa ini. Aktivitas dakwah dipandang sebagai kegiatan yang memerlukan keahlian. Mengingat suatu keahlian memerlukan penguasaan pengetahuan, maka para aktivis dakwah (dai atau muballigh) harus memiliki kualifikasi dan persyaratan akademik dan empirik dalam melaksanakan kewajiban dakwah.13
Dalam konteks ini, Dewan dakwah Islamiyah Indonesia telah mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID), dan banyak perguruan tinggi Islam yang tersebar di seluruh wilayah Republik ini, membuka jurusan atau Fakultas Dakwah yang membina dan mengkader para dai atau muballigh yang bertujuan untuk menyiapkan kader dai yang memiliki kapasitas dan kemampuan serta skill yang mempuni dalam menghadapi tantatangan dakwah yang semakin kompleks.
2.   Pemanfaatan Teknologi Modern Sebagai Media Dakwah
Salah satu sarana yang efektif untuk menyebarluaskan ajaran Islam adalah alat-alat teknologi modern di bidang informasi dan komunikasi. Kemajuan di bidang informasi dan telekomunikasi harus dimanfaatkan oleh para aktivis dakwah sebagai media dalam menggencarkan dakwah Islam, sebab dengan cara demikian ajaran Islam dapat diterima dalam waktu yang relatif singkat oleh sasaran dakwah dalam skala massif.
Dalam hal ini disadari, bahwa lembaga-lembaga dakwah masih banyak yang belum dapat dimanfaatkan akses teknologi informasi secara maksimal, begitu juga dalam penyediaan media dakwah modern, seperti penyiaran televisi dan internet yang hingga kini di kebanyakan negara masih menjadi impian belaka. Oleh karena itu, lembaga dakwah perlu membangun sinergis antar negara guna merealisasikannya dalam rangka mengimbangi laju informasi dan meredam program-program penyiaran TV yang tidak mendidik dan cenderung merusak tatanan masyarakat.
3.  Pengembangan Metode Dakwah Fardhiyah
Untuk menjawab tantangan dakwah global, maka perlu dikembang- kan metode dakwah fardhiyah, yaitu metode dakwah yang menjadikan pribadi dan keluarga sebagai sendi utama dalam aktivitas dakwah. Dalam usaha membentuk masyarakat yang dicirikan oleh Islam harus berawal dari pembinaan pribadi dan keluarga yang Islami, sebab lingkungan keluarga merupakan elemen sosial yang amat strategis dan member corak paling dominan bagi penegembangan masyarakat secara luas.
Pembinaan pribadi dan keluarga yang Islami ini dapat ditempuh melalui dua cara yaitu; Pertama, peningkatan fungsi orang tua (Ibu dan bapak) sebagai tauladan dalam rumah tangga; Kedua perlunya dibentuk lembaga konsultan keluarga sakinah (KKS) dan kelinik rohani Islam (KRI) dalam setiap komunitas muslim. Untuk pelaksanaan konsultasi keluarga sakina dan klinik rohani Islam ini diperlukan tenaga penyuluh dan konselor Islam yang handal baik secara teoritis maupun secara praktis.
Disinilah peran lembaga dakwah untuk membina dan mendorong anggotanya agar mengembangkan dakwah fardhiyah, sehingga masing- masing keluarga dapat memantau dan terkendali, sekaligus menjadi benteng kontrol sosial.

4.  Penerapan Dakwah Kultural

Dakwah cultural adalah dakwah Islam dengan pendekatan cultural, yaitu; Pertama, dakwah yang bersifat akomodatif terhadap nilai budaya tertentu Kedua; menekankan pentingnya kearifan dalam memahami kebudayaan komunitas tertentu sebagai sasaran dakwah. Jadi dakwah cultural dakwah yang bersifat button up dengan melakukan pemberdayaan kehidupan beragama berdasarkan nilai-nilai spesifik yang dmiliki oleh sasaran dakwah. Lawan dari dakwah cultural adalah dakwah structural, yaitu dakwah yang menjadikan kekuasaan, birokrasi, kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam. Karenanya dakwah structural lebih bersifat top down arti nya dari atas ke bawah.
Secara sunnatullah, setiap komunitas manusia, etnis, dan daerah memiliki kekhasan dalam budaya. Masing-masing memiliki corak tersendiri dan menjadi kebanggaan komunitas bersangkutan. Dalam melakukan dakwah Islam, corak budaya yang dimiliki oleh komunitas tertentu dapat di jadikan sebagai media dakwah yang ampuh dengan mengambil nilai kebaikannya dan menolak kemungkaran yang terkandung di dalamnya.
Perbedaan penghayatan dan pengamalan agama selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti; karakteristik individu, usia, lingkungan sosial, dan lingkungan alam, kelahiran mazhab dalam Islam pun turut dipengaruhi oleh faktor alam dan geografis. Karena itu, akan selalu ada perbedaan cara beragama antara orang desa dan kota, petani dengan nelayan, masyarakat agraris dan masyarakat industry dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan itu perlu dipahami oleh para dai atau muballigh, supaya dakwah Islam yang di lakukan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi obyektif manusia yang di hadapi dan kecenderungan dinamika kehidupan mutakhir.
Dalam melakukan dakwah cultural, para aktivis dakwah harus menawarkan pemikiran dan aplikasi syariat Islam yang kaffah dan kreatif. Materi-materi dakwah perlu disistematisasikan dalam suatu rancangan sillabi dakwah berdasarkan kecenderungan dan kebutuhan sasaran atau mad’u.
Dai atau Muballigh tidak boleh langsung menghakimi jamaah berdasarkan persepsinya sendiri, tanpa mempertimbangkan kondisi nyata apa sesungguhnya yang sedang mereka alami. Karena itu materi dakwah cultural tidak semata-mata bersifat fiqh sentries, melainkan juga materi-materi dakwah yang aktual dan bernilai praktis bagi kehidupan umat kontemporer dewasa ini. Kaidah formal ketentuan-ketentuan syari'ah yang selama ini merupakan tema utuma dalam pengajian dan khutbah harus diimbangi dengan uraian mengenai hakikat , subtansi dan pesan moral yang terkandung dalam ketentuan syari’ah dan fiqh tersebut.
Di era globalisasi, secara sosiologis akan terjadi berbagai pergeseran dalam berbagai aspek kehidupan umat. Ada gejala perubahan pola pemahaman dan perilaku keagamaan dari yang bersifat ritual kearah orientasi yang lebih bersifat sosial. Salah satu diskursus yang lebih menarik dewasa ini adalah isu tauhid sosial sebagai otokritik terhadap fenomena tauhid yang bersifat vertikal dan individual yang dianut selama ini. Umat Islam mulai beralih dari khilafiyah ibadah ritual kepada khilafiyah ibadah sosial, yakni mulai memperbincangkan bagaimana idealnya model dan paket-paket dakwah pada zaman kontemporer dewasa ini.
Seiring dengan pergeseran nilai di zaman kontemporer dewasa ini, maka tema-tema dakwah pun yang muncuat ke permukaan adalah masalah-masalah lingkungan hidup, polusi udara, perubahan iklin, pemanasan galobal, etika bisnis dan kewiraswastaan, bioteknologi dan cloning, Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, supermasi hukum, persoalan jender, etika politik, kesenjangan sosial, ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan, budaya dan teknologi informasi dan tema-tema kontenporer lainnya.
Keharusan untuk mendesain ulang tema-tema dakwah ini merupakan tuntutan modernisasi spiritualitas Islam yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sebab problema dakwah yang muncuat di zaman modern jauh lebih kompleks dan memerlukan respons yang lebih beragam dan akomodatif.14 Disinilah lembaga dakwah harus secara sistimatis memberikan respons-proaktif bukan reaktif yang seporadis. Sehingga dampaknya dapat dirasakan oleh umat secara konkrit.
5.  Monitoring dan Evaluasi (Monev) Dakwah
Aktivitas dakwah yang mencakup segi-segi kehidupan yang amat luas hanya dapat berlangsung dengan efektif dan efesien apabila sebelumnya telah dilakukan persiapan dan perencanaan yang matang.15 Untuk melakukan persiapan dan perencanaan yang matang, maka diperlukan monitoring dan evaluasi dakwah. Dari monitoring dan evaluasi inilah dapat diperoleh informasi tentang permasalahan umat, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam melakukan persiapan dan perencanaan dakwah. Pada aspek ini sering kurang mendapatkan perhatian secara serius dan professional oleh lembaga dakwah. Sehingga banyak program- program dakwah yang terkadang tanpa termonitoring dan terevaluasi secara baik, dan dibiarkan berjalan ala kadarnya.
Monitoring dan evaluasi dakwah ini sangat diperlukan untuk mendapat informasi yang akurat mengenai tingkat keberhasilan dakwah. Dalam evaluasi tersebut akan terlihat kelebihan dan kekurangan dakwah yang telah dilaksanakan, tingkat relevansi paket-paket dakwah yang ditawarkan dengan kebutuhan mad’u (sasaran dakwah), dan sejauh mana aktivitas dakwah yang telah dilakukan dapat mentransformasikan cita ideal Islam ke dalam realitas empirik umat.
Selanjutnya ada tiga tipe dasar pengawasan yang bisa dipakai dalam pengawasan dakwah, yaitu pengawasan pendahuluan, pengawasan concurrent, dan pengawasan umpan balik.16 Berikut adalah penjelasan singkat dari tipe pengawasan tersebut:
a.    Pengawasan pendahuluan (feed forward control). Pengawasan pendahuluan atau yang sering disebut sebagai steering control,   dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah dakwah yang dianggap menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
b.   Pengawasan yang   dilakukan   bersamaan   dengan   pelaksanaan   kegiatan (Concurrent control). Pengawasan ini sering disebut pengawasan  “Ya, Tidak” atau berhenti-Terus”, dilakukan selama kegiatan dakwah berlangsung.
c.    Pengawasan umpan balik (feedback control), pengawasan umpan balik juga dikenal sebagai past-action control, yang dilakukan untuk mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan dakwah yang telah selesai dikerjakan. Pengawasan ini bersifat historis, yaitu pengukuran berhasil tidaknya suatu kegiatan dakwah dilakukan setelah kegiatan dakwah.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa di samping berhubungan dengan komponen peningkatan kualitas  dakwah, juga berhubungan  dengan aspek penilaian, pembinaan, dan pengembangan komponen-komponen dakwah.
6.  Membuat Pemetaan Identifikasi Dakwah (Peta Dakwah)
Salah satu usaha untuk mengkonstruksi dan mengidentifikasi materi dan metode dakwah yang dibutuhkan oleh kelompok masyarakat tertentu adalah melalui penyusunan atau konstruksi peta dakwah. Peta dakwah adalah gambaran atau deskripsi menyeluruh tentang berbagai komponen yang terlibat dalam proses dakwah.17
Ada dua komponen pokok yang akan dimuat dalam peta dakwah, yaitu: pertama, komponen yang berkaitan dengan keadaan umat Islam sebagai sasaran dakwah; kedua, komponen yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dakwah.18 Komponen yang terkait dengan keadaan umat Islam, seperti: Tingkat sosial, ekonomi, tingkat pendidian, pekerjaan pokok dan sampingan, religiusitas/keberagamaan, integrasi sosial, mobilitas sosial, dan lain sebagainya.
Komponen yang terkait dengan proses pelaksaan dakwah, seperti aktivitas lembaga-lembaga dakwah, keadaan muballigh/aktivis dakwah, metode dakwah yang digunakan, materi dakwah yang disajikan, prasarana dan media dakwah yang tersedia dan lain sebagainya.



KESIMPULAN
Dakwah pada hakikatnya adalah segala aktivitas dan kegiatan mengajak orang untuk berubah dari satu situasi yang mengandung nilai kehidupan yang tidak Islami kepada nilai kehidupan yang Islami. Aktivitas dan kegiatan tersebut dilakukan dengan mengajak, mendorong, menyeru, tanpa tekanan, paksaan, tetapi betul-betul dari hati nurani ikhlas semata-mata karena Allah swt.
Perubahan atau dinamisasi kehidupan masyarakat sebagai sasaran dakwah di zaman kontemporer dewasa ini, semakin kompleks dan menuntut perlunya perubahan paradikma strategi dakwah Islam. Dengan menggunakan strategi dakwah yang profesional, yang diyakini dapat menjawab tantangan zaman tersebut, yang meliputi; peningkatan Sumber Daya Muballigh (SDM), pemanfaatan teknologi modern sebagai media dakwah, penerapan metode dakwah fardhiyah, dan penggunaan pendekatan dakwah structural dan cultural, monitoring dan evaluasi dakwah serta penyusunan peta dakwah, untuk memperkaya informasi awal sebelum muballigh melaksanakan dakwah di tengah-tengah masyarakat dan masyarakat dunia.
Pemanfaatan teknologi modern sebagai media dakwah menjadi salah satu sarana yang paling efektif untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Teknologi modern tersebut yakni teknologi di bidang informasi dan komunikasi terutama televise dan internet. Kemajuan di bidang informasi dan telekomunikasi harus dimanfaatkan oleh aktivis dakwa dalam menyiarkan Islam, sehingga ajaran Islam dapat diterima secara signifikan oleh sasaran dakwah atau mad’u.


CACATAN AKHIR BAB IV
DR. Drs. H. Muh. Shaleh Suratmin, SH.,MHi*, Pendidikan: S3 (Doktor) Hukum Islam, S2 (Magister) Hukum Islam, S1 (Sarjana) Ushuluddin Jurusan Dakwah, S1 (Sarjana) Ilmu Hukum). Dosen Tetap Yayasan Wakaf UMI Makassar Indonesia. Jabatan: Kepala Pusat Kajian dan Dakwah Program Pascasarna Universitas Muslim Indonesia Makassar Indonesia. 
1.        Agama dakwah adalah agama yang mengharuskan kepada para pemeluknya untuk menyampaikan kebenaran agama tersebut kepada orang lain, bahkan kepada seluruh umat manusia di dunia, pembagian agama ke dalam agama dakwah dan non dakwah dikemukakan untuk pertama kali oleh Prof. Max Muller. Agama Yahudi, Brahma dan Zoroaster digolongkan ke dalam agama non dakwah, sementara agama Budha, Keristen dan Islam digolongkan sebagai agama dakwah. Lihat, W. Arnold, Thomas (1995), The Preaching Of Islam, a History of The Propagation of The Muslim Faith. Delhi: Low Price Publication. Dan lihat pula Poston Larry (1992) . Islamic Da’wah in the west: Muslim Missionary Activity and the Dinamic of Comvrtion to Islam, New York Oxfor University Press, h. 3. Demikian juga Muhammad Ali ‘Abd. Halimn (1969). Ada’wah al Islamiyah, Da’wah Alamiyah, Qairo: Majlis al A’la li Syu’un al Islamiyah, h. 34.
2.        al Faruqi, Ismail Raji and al Faruqi, Louis Lamya (1986). Hie Cultural Atlas of Islam, New York. Macmillan Publishing Company. H. 188.
3.        Departemen agama RI,  Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penerjemah Penafsir al-Qur’an, PT. Bumi Restu, 1983. h. 15.
4.        Nanih Mahenrawaty dan Agus Ahmad Syafei, Pengembangan Masyarakat Islam, Dari Ideologis Strategis, samapai Tradisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, h. 79.
5.        Departemen agama RI,  Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penerjemah Penafsir al-Qur’an, PT. Bumi Restu, 1983. h. 79.
6.        Departemen Agama RI, op.cit.,  h. 913.
7.        Hadis Riwayat Imam Muslim dari Abi Said al-Khudri ra. dalam Shahih Muslim, No. 45 lihat juga dalam Sunan al-Tirmidzi, hadis 2173.  .
8.        Abdurrahman Al-Bagdadi, Dakwah Islam Dan Masa Depan Umat, Jakarta: Al-Izzah, 1997, h. 21.
9.       Departemen Agama RI, op.cit., h. 298.
10.  Lihat,   Kuntowijoyo,   Dinamika   Sejarah   Umat Islam  Indonesia,  Yoyakarta: Shalahuddin Press, 1985. h. 120. Dan SyahrinHarahap, Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Yoyakarta Tiara Wacana, 1999. h. 143-145.
11.  M. Azhar, Beberapa Catatan Tentang Problematika Dakwah, Yogyakarta:   Majalah Suara Aisyiah, No. 2 Pebruari, 2003M/Dzulhijjah 1423H. h. 12-13.
12.  Asep Muhyiddin, Dakwah dalam Perspektif Al Qur’an: Studi Kritis atas Visi, Misi dan Wacana, Bandung: Pustaka Setia, 2002. h. 34.
13.   Abdul Munir Mulkham, Ideologisasi Gerakan Dakzuah, Episode   Kehidupan M. Natsir dan Azhar Basyir, Yogyakarta:Sipress, 1996, h. 237.
14.  Asymardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia, Pengamalan Islam, Jakarta: Paramadina, 1999, h. 15.
15.   Anwar Masy’ari, Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiyah, Surabaya: Bina Ilmu, 1992, h. 49.
16.  Amrullah Ahmad,   Seluk  Beluk Peta  Dakwah,  Makalah  Dalam Pelatihan, Penegelolaan Laboratorium Dakwah, di Makassar, tanggal 23-27 Juni 1997, h. 19
17.   Buku Panduan Worshop Komputasi Peta Dakwah, Yogyakarta: Laboratorium Dakwah Yayasan Shalahuddin, 1996, h. 7.


[1]Lihat Enjang AS dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, Pendekatan Filosofis & Praktis, Widya Pajajaran , Bandung, 2009, h. 73.

[3]Lihat Imam Munawwir, op cit., h. 244.

[5]QS al-Anbiya> (21):105

0 komentar:

Posting Komentar