Pages

Jumat, 29 Januari 2016

Pernikahan adat Luwu

ACARA MAPPACCI MENURUT ADAT LUWU

Sebelum dijelaskan apa yang kita saksikan dalam acara Mappacci ini, maka terlebih dahulu kita kemukakan beberapa falsafah hidup masyarakat Luwu pada masa kerajaan, yang sekaligus merupakan acuan dalam hidup bermasyarakat yang dikemukakan oleh salah seorang pembantu p-ajung Luwu “TENRI RAWE” Raja yang ke XIV yang bernama “LA MENGGU TOMENNANG” yang mendapatkan gelar “MACCAE RI LUWU MAKKADANGNGE TAHAN RI WARE” yang mengatakan sebagai berikut : Naiyya ri asengnge ade mappunnaiwi lima passaleng ia naritu :

1. Malebu tenna ri pue,
2. Si tinaja ri tuppe,
3. Silasa ri warie,
4. Silempu ri rapangnge,
5. Namasse ri jancie. Arti bebasnya :

1. Suatu bundaran yang tidak boleh dipecah pecah ia harus tetap bulat dan utuh.
2. Sudah layak pada tempatnya.
3. Sudah sejalan dengan aturan.
4. Sesuai dengan aliran zaman.
5. Tegas dalam putusan dalam permufakatan bersama.

Kemudian “MACCAE RI LUWU MAKKADANGNGE TANAH RI RAWE” selanjutnya memberikan petunjuk bahwa : “Narekko tangngakko ada, immeggi nagau” :

1. Pattuppui ri adeE,
2. MupasanrEi ri SyaraE,
3. Muattanganga ri rappangngE,
4. Mualai peppE gau ri pobiasangngE,
5. Muarola ri wettuE, Arti bebasnya :

1. Sendikan pada adat,
2. Sandarkan pada agama,
3. Sesuaikan dengan keadaan masyarakat,
4. Tempatakan sesuatu itu pada tempatnya,
5. Ikuti aliran zaman .

Selanjutnya dalam pelaksanaannya, apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan maka berpeganglah kepada prinsip :
1. Malilu si pakainge,
2. Marebba si patokkong,
3. Mali’ si pareppe,
4. Si wata’ menrE tessi wata’ no’,
5. Si tangeng deceng tessi tangeng ja’.

Arti bebasnya :
1. Bilamana saling khilaf saling menyadarkan,
2. Bilamana sedang tumbang saling menegakkan,
3. Bilamana sedang hanyut saling mendamparkan,
4. Saling menarik keatas dan tidak saling menekan kebawa,
5. Saling berusaha mencarikan kebaikan dan tidak saling mencarikan keburukan.

Mappacci adalah merupakan acara adat, dalam acara mappacci ini sebelum pelaksanaan didahului dengan acara “Malekke Pacci”. Sebelum dilaksanakan acara “Mappacci” oleh sanro menetapkan sebagai hari hari yang baik maka dilakukanlah acara Malakke Pacci. Acara ini dilakukan oleh sanro dengan di usung (Ri Sinrang) dengan di iringi parullu gau atau instrumen instrumen adat seperti : Gendang, LaE laE, Kanci, Curiga, Mongeng mongeng, Suci Kamma, Pappa sisia, dll. Pada malam harinya dimulailah acara Mappacci. Dalam acara ini calon mempelai didudukkan diatas pelaminan yang dilengkapi dengan dekorasi menurut adat, sambil meletakkan kedua telapak tangan diatas sebuah bantal yang diterangi lilin, lalu bergantianlah keluarga terdekat (Tomasiri’ na) dari calon mempelai mengambil sejumput pacci yang kemudian dengan hikmat diusapkan diatas telapak tangan calon mempelai. Hal ini melambangkan ikrar dari anggota keluarga tersebut. Bahwa dia dengan rela dan hati yang ikhlas didalam memberikan doa restu dalam perkawinan yang akan dilaksanakan sesudah acara Mappacci ini. Urutan urutan siapa yang melakukan Mappacci ini terserah pada kerelaan hati masing masing to masiri’na atau anggota keluarga dekat yang hadir. Acara Mappacci ini pada hakekatnya adalah tanda syukur kepada Dewata Se uwwaE Tuhan Yang Maha Kuasa dan sekaligus merupakan ucapan terima kasih dari orang tua dan seluruh rumpun keluarga yang terdekat calon mempelai yang telah berhasil menjaga diri dan martabat ornag tua serta seluruh rumpun keluarga (Toamasiri’na) semasa masih walempelang, sehingga acara Akad Nikah segera akan dilaksanakan dan dipestakan secara terhormat yang dapat disaksiskan oleh keluarga dan handai tolan. Setelah selesai acara Mappacci ini dilaksanakan maka kesalahpahaman yang mungkin terjadi selama ini, sejak proses Mabbalao cici, mammanu manu mapata duta, sampai saat selesainya acara Mappacci ini kesemuanya itu telah dianggap bersih sama sekali. Kemudian acara Mappacci ini terlihat ada beberapa alat dekorasi yang perlu mendapatkan perhatian serta penjelasan. Oleh sebab itu dalam kesempatan yang berbahagia ini akan dicoba memberikan penjelasan secara singkat mengenai atribut/alat Dekorasi yang kita saksikan bersama adalah : 1. SINGKERRU MULA JAJI (YANG ADA DI ATAS PELAMINAN) 2. WALA SUJI Di atas Lamming/Pelaminan dapat dilihat satu macam Dekorasi khusus yang namanya “SINGKERRU MULA JAJI”. Ini terbuat dari selembar kain putih dan selembar kain Patola sejenis kain klasik yang dianggap sakral yang berwarna merah. Dimana saling dikaitkan dengan cara yang khas yang cukup rumit, sehingga memerlukan waktu dan perhatian khusus untuk mengaitkan satu sama lainnya. Ke empat ujung kain itu dikaitkan pada ke empat sudut bagian atas dari Lamming/Pelaminan. Singkerru Mula Jaji berarti ikatan sejak lahir yang mengandung arti bahwa ikatan abadi yang tidak bisa dipisahkan antara Sang Pencipta dengan setiap ciptaaNya yang sering dihubungkan dengan nasib atau were seseorang yang telah digariskan oleh DEWATA SEUWAE ALLA SWT. SINGKERRU MULA JAJI ini didalamnya terdapat atribut atribut adalah :
1. Uso
2. Keteng ri mangke
3. Ula Minreli dan Lipan

Ad. 1. Uso, yang merupakan perlambangan/simbol bahwa kehidupan manusia itu ditentukan oleh berfungsi tidaknya jantung itu. Oleh sebab itu jantung ini perlu mendapat perhatian dalam menunjang kesehatan seseorang tentunya merupakan sumber kebahagiaan jasmani/rohani.

Ad. 2. Keteng ri mangke atau cermin yang merupakan simbol kesadaran. Ada sebagian paham dari masyarakat Luwu tradisional terdapat ungkapan secara bebas mengatakan bahwa, bilamana berusaha untuk mengetahui hakekat yang tediri dari alam raya ini, maka janganlah mencarinya diluar dirimu, akan tetapi carilah dalam jiwa dan kesadaranmu sendiri, karena sesungguhnya jiwa itu dan kesadaran merupakan ALANG LOMPO ata MAKRO COSMOS yang meliputi seluruh Alam Baiccu atau Alam Nyata (Mikro Cosmos)

Ad. 3. Ula Minreli dan Lipan yang terbuat dari empat berkas benang yang masing masing berwarna merah, putih, hitam dan kuning yang mengandung makna : a. Bahwa di dalam mengarungi bahtera hidup dan kehidupan di dunia ini sudah barang tentu dibujuk dan dirayu oleh syaitan dan iblis. Oleh sebab itu selalu kita waspada. b. Adalah merupakan simbol dari ke empat unsur dalam tubuh manusia yakni : api, tanah, air dan udara yang terjalin menjadi satu sistem atau satu kesatuan yang tak terpisahakan. c. Daung pacekke dan daung tabang. Daung pacekke atau daun pendingin mengandung arti bahwa di dalam setiap menghadapi hidup dan kehidupan di jagad raya ini pasti penuh dengan berbagai macam tantangan oleh karenanya harus dihadapi dengan penuh kesabaran. d. Selain dari tersebut diatas ada pula atribut yang merupakan kelengkapan dari Singkerru Mula Jaji yaitu Lola, Bakkang, Camppa Nikka dan Lellung Rape yang kesemuanya ini mengandung makna tersendiri. Ad. 4. Wala Suji atau Batas Suci yang terbuat dari kepingan bambu yang disilangkan sehingga membuat belah ketupat berbentuk “SA” dalam aksara Bugis. Dari huruf SA ini muncul kata “SEUWWA” atau “SEDDI” yang berarti tunggal atau “ESA” dengan simbol Wala Suji ini dimaksudkan bahwa eksistensi kita dalam Cosmos ini berada dalam satu totaliteit dari ke Esaan Yang Maha Esa yang meliputi segala galanya . Sebagai penutup dari penjelasan singkat ini kami mengajak untuk mengingat peringatan Rasulullah SAW yang menganjurkan agar ummatnya senantiasa ber prasangka yang baik atau husnuddan. Dalam haditsnya dikatakan : “Janganlah salah seorang kamu mati sebelum kamu berprasangka baik kepada Allah. Yang sebersih bersihnya dan sebaik baiknya jalan menuju kepada Allah”.

0 komentar:

Posting Komentar