Pages

Minggu, 26 Juni 2016

Amalan wirid sesudah shalat fardhu

Mengucapkan Tasbih, Tahmid, Takbir Setelah Shalat Wajib Dr. Sa'id Al Qohtoni dalam kitab Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa terdapat enam cara yang bisa dilakukan dalam melafalkan dzikir-dzikir setelah shalat By Muhammad Rezki Hr, ST., M.Eng 7 July 2014 149 20858 9       Di antara aktifitas dzikir yang bisa dilakukan oleh seorang muslim setelah shalat fardhu adalah dengan bertasbih, bertahmid, dan bertakbir. Yang dimaksud dengan bertasbih adalah mengucapkan “subhanallah (سبحان الله)”, dan bertahmid adalah mengucapkan “alhamdulillah (الحمد لله)”, sedangkan bertakbir mengucapkan “Allahu-akbar (الله أكبر)”. Lalu, bagaimana caranya mengucapkan kalimat-kalimat dzikir tersebut? Berapa kali masing-masing harus diucapkan? Dr. Sa’id Al Qohtoni dalam catatannya untuk kitab Syarh Hishnul Muslim (145-146), menjelaskan bahwa terdapat enam cara yang bisa dilakukan dalam melafalkan dzikir-dzikir tersebut. Keenam cara tersebut merupakan cara yang sah diajarkan oleh Nabi karena berasal dari hadis-hadis yang sahih. Berikut keenam cara tersebut. Pertama Cara yang pertama adalah dengan membaca subhanallah sebanyak 33x, alhamdulillah sebanyak 33x, dan allahu-akbar sebanyak 33x, lalu ditutup dengan kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ /laa ilaha illallahu wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walalhul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai-in qodiir/ Cara pertama ini berdasarkan hadis yang diriwayatkatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah, dimana Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ “Barang siapa yang bertasbih sebanyak 33x, bertahmid sebanyak 33x, dan bertakbir sebanyak 33x setelah melaksanakan shalat fardhu sehingga berjumlah 99, kemudian menggenapkannya untuk yang keseratus dengan ucapan laa ilaha illallahu wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walalhul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai-in qodiir, maka kesalahannya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Muslim no. 597). Kedua Cara yang kedua adalah dengan membaca subhanallah sebanyak 33x, alhamdulillah sebanyak 33x, dan allahu-akbar sebanyak 34x. Cara ini berdasarakan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dimana Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, معقبات لا يخيب قائلهن أو فاعلهن دبر كل صلاة مكتوبة ثلاث وثلاثون تسبيحة وثلاث وثلاثون تحميدة وأربع وثلاثون تكبيرة “Ada beberapa amalan penyerta yang barangsiapa mengucapkannya atau melakukannya setelah usai shalat wajib maka dirinya tidak akan merugi, yaitu bertasbih sebanyak 33x, bertahmid sebanyak 33x, dan bertakbir sebanyak 34x.” (HR. Muslim no. 596). Ketiga Cara yang ketiga adalah dengan membaca kalimat “subhanallah, walhamdulillah, wallahu-akbar” sekaligus sebanyak 33x. Cara ketiga ini dilandaskan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang mengisahkan bagaimana Rasulullah menanggapi keluhan orang-orang miskin yang merasa kalah beramal dengan orang-orang kaya karena harta mereka. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, أفلا أعلمكم شيئا تدركون به من سبقكم وتسبقون به من بعدكم ولا يكون أحد أفضل منكم إلا من صنع مثل ما صنعتم قالوا بلى يا رسول الله قال تسبحون وتحمدون وتكبرون خلف كل صلاة ثلاثا وثلاثين “Maukah kalian aku ajarkan sesuatu yang dapat membuat kalian mengejar orang-orang yang mendahului kalian, dan yang dapat membuat kalian mendahului orang-orang yang sesudah kalian, serta tidak ada seorang pun yang lebih utama kecuali ia melakukan seperti yang kalian lakukan?” Mereka (para orang miskin) menjawab: “tentu, ya Rasulullah”. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam kemudian menjelaskan: “kalian bertsabih, dan bertahmid, dan bertakbir setiap selesai shalat sebanyak 33x.” (HR. Bukhari no. 843 dan HR. Muslim no. 595). Keempat Cara yang keempat adalah dengan mengucapkan subhanallah sebanyak 10x, alhamdulillah sebanyak 10x, dan allahu-akbar sebanyak 10x. Cara keempat ini dilandaskan pada hadis yang bercerita tentang kisah yang sama dengan hadis di atas, hanya saja diriwayatakan dengan kandungan dan jalur yang berbeda oleh Imam Bukhari. Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, أَفَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَمْرٍ تُدْرِكُونَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَتَسْبِقُونَ مَنْ جَاءَ بَعْدَكُمْ وَلَا يَأْتِي أَحَدٌ بِمِثْلِ مَا جِئْتُمْ بِهِ إِلَّا مَنْ جَاءَ بِمِثْلِهِ تُسَبِّحُونَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا وَتَحْمَدُونَ عَشْرًا وَتُكَبِّرُونَ عَشْرًا “Maukah kalian aku ajarkan sesuatu yang dapat membuat kalian mengejar orang-orang yang mendahului kalian, dan yang dapat membuat kalian mendahului orang-orang yang sesudah kalian, serta tidak ada seorang pun yang lebih utama kecuali ia melakukan seperti yang kalian lakukan? Yaitu kalian bertasbih sebanyak 10x, bertahmid sebanyak 10x, dan bertakbir sebanyak 10x.” (HR. Bukhari no. 6329). Kelima Cara kelima yaitu dengan membaca subhanallah sebanyak 11x, alhamdulillah sebanyak 11x, dan allahu-akbar sebanyak 11x. Hadis yang menjadi landasan cara kelima ini adalah hadis yang sama dengan hadis Muslim no. 595 di atas. Hanya saja pada akhir riwayat tersebut, terdapat tambahan keterangan dari salah seorang periwayatnya yang bernama Suhail. وزاد في الحديث يقول سهيل إحدى عشرة إحدى عشرة فجميع ذلك كله ثلاثة وثلاثون “Terdapat tambahan pada hadis tersebut, dimana Suhail berkata: masing-masing (tasbih, tahmid, dan takbir) berjumlah sebelas kali, sehingga total seluruhnya menjadi 33x.” (HR. Muslim no. 595). Keenam Cara keenam adalah dengan membaca kalimat “subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaaha illallah, wallahu-akbar” sekaligus sebanyak 25x. Cara keenam ini berdasarkan hadis yang mengisahkan tentang seorang sahabat Anshor yang bermimpi mengenai cara berdzikir yang kemudian disetujui oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Dalam mimpi tersebut ada yang berkata, سبحوا خمسا وعشرين واحمدوا خمسا وعشرين وكبروا خمسا وعشرين وهللوا خمسا وعشرين فتلك مائة “Bertasbihlah 25x, bertahmidlah 25x, bertakbirlah 25x, dan bertahlillah 25x, maka totalnya menjadi 100x.” Pada pagi harinya, sahabat tersebut mengabarkan tentang mimpinya kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun bersabda, افعلوا كما قال الأنصاري “Lakukanlah sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Anshor ini.” (HR. An Nasa-i no. 1351).

Minggu, 19 Juni 2016

Bentakan lebih sakit dari melahirkan

“IBU, masakin air bu. Aku mau mandi pakai air hangat,” seorang anak meminta ibunya menyiapkan air hangat untuk mandinya. Sang ibu dengan ikhlas melaksanakan apa yang diperintah oleh sang anak. Dengan suara lembut ibunya menyahut, “Iya, tunggu sebentar ya, sayang!” “Jangan terlalu lama ya Bu! Soalnya saya ada janji sama tema,.” ujar sang anak. Tidak lama kemudian sang ibu telah usai menyiapkan air hangat untuk buah hatinya. “Nak, air hangatnya sudah siap,” ibu itu memberi tahu. “Lama sekali sih, Bu…” sang anak sedikit membentak. Setelah selesai mandi dan berpakaian rapi, sang anak berpamitan kepada ibunya, “Bu, saya keluar dulu ya, mau jalan-jalan sama teman.” “Mau kemana nak?” tanya sang ibu. “Kan sudah aku bilang, saya mau keluar jalan-jalan sama teman,” kata sang anak sambil mengerutkan dahi. Malam harinya, sang anak pulang dari jalan-jalan, sesampainya di rumah ia merasa kesal karena ibunya tidak ada di rumah. Padahal perutnya sangat lapar, di meja makan tidak ada makanan apa pun. Beberapa saat kemudian, ibunya datang sambil mengucapkan salam, “Assalamu’ alaik­­um.. Nak, kamu sudah pulang? Sudah dari tadi?” sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22.4px; margin: 0px; padding: 0px; text-align: justify;">“Hah, ibu dari mana saja. Saya ini lapar, mau makan tidak ada makanan di meja makan. Seharusnya kalau ibu mau keluar itu masak dulu…” kata si anak dengan suara sangat lantang. Sang ibu mencoba menjelaskan sambil memegang tangan anaknya, “Begini sayang, kamu jangan marah dulu. Ibu tadi keluar bukan untuk urusan yang tidak penting, kamu belum tahukan kalau istrinya Pak Rahman meninggal?” “Meninggal? Padahal tidak sakit apa- apa kan, Bu?” sang anak sedikit kaget, nada suaranya juga tidak tinggi lagi. “Dia meninggal waktu Maghrib tadi. Dia meninggal saat melahirkan anaknya. Kamu juga harus tahu nak, seorang ibu itu bertaruh nyawa saat melahirkan anaknya,” ibu memberikan penjelasan. Hati sang anak mulai terketuk, dengan suara lirih ia bertanya pada ibunya, “Itu artinya, ibu saat melahirkanku juga begitu? Ibu juga merasakan sakit yang luar biasa juga?” “Iya anakku. Saat itu ibu harus berjuang menahan rasa sakit yang luar biasa. Namun, ada yang lebih sakit daripada sekadar melahirkanmu, nak,” sang ibu menjawab. “Apa itu, Bu?” sang anak ingin mengerti apa yang melebihi rasa sakit ibunya saat melahirkan dia. Sang ibu tak mampu menahan air mata yang mengalir dari setiap sudut matanya seraya berkata, “Rasa sakit saat ibu melahirkanmu itu tak seberapa, bila dibandingkan dengan rasa sakit yang ibu rasakan saat dirimu membentak ibu dengan suara lantang, saat kau menyakiti hati ibu, Nak.” Si anak langsung menangis dan memohon ampun atas apa yang telah diperbuat selama ini pada ibunya. Masih beranikah kamu membentak ibumu yang telah mempertaruhkan hidup matinya melahirkan kamu? Silahkan Sebarkanlah cerita ini kepada semua temanmu.

Selasa, 14 Juni 2016

Agama dan kehidupan manusia



AGAMA DAN KEHIDUPAN MANUSIA
 






1.        Pengertian Agama
Di Indonesia, kata agama mula-mula lebih dipopu-lerkan oleh sebagaian penulis, bahwa agama berasal dari bahasa Sansekerta yakni, a berarti tidak, dan gama berarti kacau. Argumentasi itu mengisaratkan, bahwa agama dapat menghindarkan manusia dari kekacauan serta mengantar manusia dalam kehidupan yang tertib dan teratur. Pandangan lain, agama berasal dari bahasa Indo Germania, yang darinya lahir kata go dalam bahasa Inggris, gaan dalam dalam bahasa Belanda, dan gein dalam bahasa Jerman, yang kesemuanya mengacu kemakna jalan. Pengkajian huruf a pada awal kata agama menjadikannya sebagai kata benda, sehingga “agama” adalah jalan yang mengantar manusia menuju kebahagiaan duniawi dan ukhrawi (M. Quraisy Shihab, 2005:21).
Lebih lanjut Prof. Dr. M. Quraisy Shihab mengu-raikan, di Bali dikenal istilah agama, igama dan ugama. Agama menurut istilah ini mencerminkan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan penguasa, igama adalah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan dan/atau dewa-dewa mereka, sedang ugama adalah ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya.
Menurut Prof. KH. Ali Yafie, kata agama sejalan dengan bahasa Arab Hadramaut Selatan Jazirah Arabia, diucapkan agama yang maknanya adalah menetap.  Agama itu “menetap”. Beragama Islam berarti menetap di dalam Islam. Kalau hanya sekali-sekali melaksanakan tuntunan Islam, maka berarti yang bersangkutan tidak dapat dinamai beragama Islam.
Kata din dalam bahasa al-Quran, seringkali diper-samakan dengan kata agama. Kata tersebut terdiri dari 3 huruf hijaiyah yaitu, dal, ya dan nun. Bagaimanapun kita membacanya, maknanya selalu mendeskripsikan hubungan antara dua pihak, yang satu lebih tinggi dari yang lain.  Seperti dain yang berarti hutang, atau din yang berarti balasan dan kepatuhan. Maka din adalah hubungan antara manusia dengan Allah swt.
Filosof Inggris John Locke (1632-1704M) memberi kementar, bahwa menentukan definisi agama pun tidak mudah kalau enggan berkata “mustahil” bagi ilmu yang ingin memberi batasan yang tepat, “agama bersifat khusus, pribadi, sumbernya adalah jiwaku dan mustahil bagi selainku, memberi aku petunjuk itu”.
Sementara Seneque (2-66M)  menggambarkan, bahwa agama adalah “pengetahuan tentang Tuhan dan upaya meneladaninya”. Agama pengabdian kemanusiaan, kata Agust Comte (1798-1557). Ber-agama adalah menjadikan semuanya sebagai kewajiban kita, berarti perintah-perintah Tuhan yang suci harus dilaksanakan, demikian menurut Immanuel Kant (1724-1804).
Para pakar muslim umumnya berpandangan bahwa agama adalah sekumpulan petunjuk Ilahi yang disampaikan melalui Nabi dan Rasul untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia dan mengantar mereka meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pada akhirnya kita dapat berkata bahwa agama adalah hubungan yang dirasakan antara jiwa manusia dan satu kekuatan yang Maha Dahsyat dengan sifat-sifat-Nya, yang amat indah dan sempurna mendorong jiwa itu mengabdi dan mendekatkan diri kepada-Nya, baik karena takut maupun karena dorongan kagum dan cinta.
Menurut Prof. Dr. M. Quraisy Shihab, 2005;23), untuk dapat dinamai beragama, paling tidak tiga hal harus dipenuhi, yaitu:
Pertama: Merasakan dalam jiwa tentang kehadiran satu kekuatan yang Maha Agung, yang menciptakan dan mengatur alam raya. Dalam bahasa agama Islam, ini adalah keyakinan tentang wujud Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua: Lahirnya dorongan dalam hati untuk melakukan hubungan dengan itu, hubungan yang nampak ketaatan melaksanakan apa yang diyakini sebagai perintah atau kehendak-Nya. Ini adalah ibadah.
Ketiga: Meyakini bahwa yang Maha Agung itu Maha  Adil, sehingga pasti akan memberi balasan dan ganjaran sempurna pada satu waktu yang ditentukan-Nya. Dengan kata lain, kepercayaan tentang adanya hari Kemudian.
Gambar: 1
DESKRIPSI CIRI-CIRI ORANG BERAGAMA
Menurut Prof. Dr. M. Quraisy Shihab

2.   Fungsi Agama Bagi Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, dari beberapa pemahaman tentang makna agama, telah tergambar betapa pentingnya peran agama terhadap kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia sehari-hari terdapat beraneka ragam corak kebutuhannya, sesuai dengan tingkat kehidupan, lingkungan dan rasa kepuasan masing-masing. Kebutuhan tersebut dapat disimpulkan dalam dua aspek, yaitu  kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani.
Walaupun beraneraka ragam corak kebutuhannya, akan tetapi dapat dirasakan ada kebutuhan yang harus ada pada setiap manusia seperti rasa ingin disayang, rasa aman, harga diri, ingin tahu, rasa ingin sukses ini semua adalah kebutuhan primer. Kebutuhan primer lain adalah mempercayai adanya zat Tuhan Yang Maha Esa.
Mempercayai adanya zat Tuhan Yang Maha Esa merupakan fitrah atau naluri yang ada pada manusia sejak lahirnya, berupa pembawaan anugrah Tuhan kepada setiap manusia. Firman Allah QS. al-A’ra>f:172 
Terjemahnya:
 “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kamlakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan Tuhan)".

Ayat di atas secara tegas menyebutkan bahwa setiap jiwa manusia  ditanya tentang kepercayaannya terhadap eksistensi Tuhan: Alastu Birabbikum (bukankah Aku ini Tuhanmu?), yang dijawab dengan tegas pula Bala Syahidna (betul kami menyaksikan itu), inilah yang dimaksud fitrah.  Firman Allah QS. Ar-Ru>m:30
Terjemahnya:
 “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Maksud fitrah dalam ayat tersebut ialah bahwa manusia diciptakan Allah mempunyuai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia yang tidak beragama tauhid atau monoteisme, maka inilah akibat pengaruh lingkungan.
Kebutuhan manusia terhadap Tuhan yang Maha Esa dengan segala peraturannya, dapat ditinjau dari aspek psikologi dan aspek sosiologi.
Secara psikologis orang dengan akalnya yang sehat, akan dapat pada kesimpulan mengetahui zat Tuhan Yang Maha Esa. Dengan memperhatikan alam dan lingkungannya timbul perasaan bahwa alam ini ada yang mengatur, yaitu zat Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi akal manusia tidak dapat menjelaskan “apa, siapa dan bagaimana Zat Tuhan Yang Maha Esa itu”. Hal ini harus dijelaskan oleh Nabi atau Rasul kepada manusia itu.
Dari aspek sosiologis, maka manusia itu pada dasarnya makhluk hidup yang selalu ingin bergaul dan/atau bermasyarakat. Keadaan masyarakat yang teratur dan penuh kedamaian akan terwujud bila ada ketentuan-ketentuan atau peraturan yang mengatur pergaulan hidup manusia itu, dalam hal ini yang tepat adalah agama.
Di sisi lain, kita ketahui bahwa manusia lahir dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, dan selanjutnya manusia dalam kehidupannya pasti berhadapan dengan berbagai tantangan dan ujian. Problem kehidupan individu, rumah tangga, dan masyarakat, semua itu memerlukan metode atau solusi untuk pemecahannya.
Problem yang dihadapi manusia itulah yang terkadang membuat rasa tidak tenang dan kegelisahan, sementara manusia dalam hidupnya akan senantiasa mengharapkan ketenangan dan kebahagiaan.
Ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki tidak mungkin dapat dicapai, kecuali dengan melalui petunjuk agama, karena ia adalah kalam Ilahi, dimana dengan agama itu bisa melahirkan keimanan atau keyakinan adanya sang Khaliq (pencipta) alam semesta, yang diimani atau yakini dengan “Haqqul Yakin”, bahwa segalanya hanya ada pada keMaha Kekuasaannya, untuk itu manusia wajib mengabdi (beribadah-menyembah) kepada-Nya serta senantiasa berdoa agar kita dapat terhindar dari berbagai macam kedzoliman, dan memohon agar Allah akan memberikan limpahan Rahmat dan Ridho­-Nya. Disini besar sekali peran potensi iman seseorang, dan hal itu akan bisa diwujudkan dengan baik, apabila manusia beragama dengan baik pula.
Orang yang beriman akan senantiasa bertawakkal kepada Allah, berharap dan berserah diri dengan jalan memperbanyak ibadah dan berdoa tanpa ada keraguan, senantiasa syukur terhadap nikmat Allah, dan bersabar menghadapi segala musibah yang datang, dan apabila menemukan kegagalan, maka selalu diambil hikmahnya, bahwa dibalik kegagalan ada rahasia Allah yang lebih baik. Sifat yang demikian akan membuat kita senantiasa hidup tentram, tidak berburuk sangka kepada sesama manusia, terlebih kepada Allah swt.  
                         Gambar:  2
DESKRIPSI KEBUTUHAN HIDUP MANUSIA

AGAMA ISLAM
1. Arti dan Ruang Lingkup Agama Islam
Apabila dicari dari asal katanya, Islam berasal dari kata aslama yang merupakan turunan dari kata assalmu, assalamu, assalamatu yang artinya bersih dan selamat dari kekacauan lahir batin. Dari asal kata ini dapat diartikan bahwa dalam Islam terkandung makna suci, bersih tanpa cacat atau sempurna.
Kata Islam juga dapat diambil dari kata assilmu dan assalmu yang berarti perdamaian dan keamanan. Dari asal kata ini Islam mengandung makna perdamaian dan keselamatan, karena itu kata assalamu ‘alaikum merupakan tanda kecintaan seorang muslim kepada orang lain, karena itu selalu menebarkan doa dan kedamaian kepada sesama. Dan dari kata assalamu, assalmu dan assilmu yang berarti menyerahkan diri, tunduk dan taat. Semua asal kata di atas berasal dari tiga huruf, yaitu sin, lam dan mim (dibaca salima) yang berarti sejahtera, tidak tercela dan selamat.
Berdasar pengertian sebagaimana diungkapkan di atas dapat disimpulkan, Islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak Allah. Kepatuhan dan ketundukan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian kepada sesama manusia dan lingkung-annya.
Pengertian Islam secara terminologis diungkapkan Ahmad Abdullah Almasdoosi (1962) bahwa Islam adalah kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia digelarkan ke muka bumi, dan terbina dalam bentuknya yang terarkhir dan sempurna dalam al-Quran yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi-Nya yang terakhir, yakni Nabi Muhammad Bin Abdullah, satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia, baik spiritual maupun material.
Bertolak dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta. Agama diturunkan ke muka bumi sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw adalah agama Islam. Firman Allah QS. Ali> Imra>n, 3:19
Terjemahnya:
”Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam”.
Hemat penulis, uraian di atas mempertegas bahwa semua agama wahyu sejak dari Nabi Adam as sampai kepada Nabi Muhammad saw adalah ”Islam”, baik dalam pendekatan bahasa (yaitu kata Islam) maupun pemaknaan terminologi berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an. Atas dasar itu maka lahirlah kelompok atau pembagian agama yakni, agama samawi dan agama ardhi, dan/atau agama wahyu dan agama budaya. Agama wahyu sumbernya dari Tuhan, sedangkan agama ardhi/budaya sumbernya dari manusia.
Gambar: 3
DESKRIPSI KLASIFIKASI AGAMA MENT. SUMBERNYA



Menurut  al-Qur’an semua Rasul Allah swt mengajarkan keesaan Allah (tauhid) sebagai dasar keyakinan bagi umatnya. Sedangkan aturan-aturan pengalamannya disesuaikan dengan tingkat perkembangan budaya manusia pada zamannya. Karena itu di antara para rasul itu terdapat perbedaan dalam syariat.
Setelah rasul-rasul yang membawanya wafat, agama Islam yang dianut oleh para pengikutnya itu mengalami perkembangan dan perubahan baik nama maupun isi ajarannya. Akhirnya Islam menjadi nama bagi satu-satunya agama, yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw sebagai penutup Nabi dan Rasul.
Agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah Islam yang terakhir diturunkan Allah kepada manusia. Karena itu tidak akan ada lagi Rasul yang diutus ke muka bumi. Kesempurnaan ajaran Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sesuai dengan tingkat budaya manusia yang telah mencapai puncaknya, sehingga Islam akan sesuai dengan budaya manusia sampai sejarah manusia berakhir pada hari kiamat kelak.
Agama Islam berisi ajaran yang komprehensip menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai hamba Allah, individu, anggota masyarakat, maupun sebagai makhluk dunia.
4.  Kerangka Dasar Ajaran Islam
Secara garis besar, kerangka dasar dan/atau lingkup agama Islam menyangkut tiga hal pokok, yaitu:
1.      Aspek keyakinan yang disebut aqidah, yaitu aspek credial atau keimanan terhadap Allah dan semua yang difirmankan-Nya untuk diyakini.
2.      Aspek norma atau hukum yang disebut syariah, yaitu aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, dan dengan alam semesta.
3.      Aspek perilaku yang disebut akhlak, yaitu sikap-sikap atau perilaku yang nampak dari pelaksanaan aqidah dan syariah. Ketiga aspek tersebut tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi menyatu membentuk kepribadian yang utuh pada diri seseorang muslim. Firman Allah QS. al-Baqarah, :208
Terjemahnya:
 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kese-luruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.


Gambar: 4
DESKRIPSI KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM

Antara aqidah, syariah dan akhlak masing-masing saling berkaitan. Aqidah atau iman merupakan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk melaksanakan syariah. Apabila syariah telah dilaksanakan berdasarkan aqidah akan lahir akhlak. Oleh karena itu, iman tidak hanya ada di dalam hati, tetapi ditampilkan dalam bentuk perbuatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aqidah merupakan landasan bagi tegak berdirinya syariah dan akhlak adalah perilaku nyata pelaksanaan syariah.



Gambar: 5
DESKRIPSI KEANGKA DAN PERAN
AQIDAH ISLAM







Uraian di atas menggambarkan bahwa aqidah mempu-nyai peran yang sangat penting dalam kehidupan beragama. Ibarat sebuah bangunan, aqidah merupakan pondasi dan/atau tiang pancang yang mesti kokoh untuk menopang seluruh badan bangunan agar tidak mudah roboh. Aqidah yang kokoh akan mampu melaksanakan syariah atau hukum-hukum al-Qur’an dan hadis, yang kemudian berimplikasi melahirkan akhlakulkarimah.