KAJIAN DASAR
RUKUN IMAN
A.
BERIMAN KEPADA ALLAH SWT
Beriman
kepada Allah swt, sebagai “prima causa” telah diuraikan pada Bab sebelumnya,
bahwa pokok ajaran aqi-dah Islam adalah beriman dengan sebenar-benarnya kepa-da
Allah swt.[1]
Dalil nakli mentauhidkan Allah dalam (QS. Al-Ikhlas/-112
: 1-4):
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ
ª!$# ßyJ¢Á9$#
ÇËÈ
öNs9 ô$Î#t öNs9ur ôs9qã
ÇÌÈ
öNs9ur `ä3t
¼ã&©!
#·qàÿà2
7ymr& ÇÍÈ
(1) Katakanlah: Dia-lah Allah, yang Maha Esa;
(2) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu;
(3) Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan;
(4) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia.
Dalam
pembuktian tentang wujud Allah, Sayid
Sabiq menjelaskan tiga teori yang menjelaskan asal peristiwa alam semesta
yang mendukung keberadaan Allah, yaitu:
1.
Paham
yang berpandangan bahwa alam semesta itu ada dari yang tidak ada (areation ex-nihilo) atau ter-jadi
dengan sendirinya.
2.
Paham
yang berpandangan bahwa alam semesta ini berasal dari sel (jauhar) yang merupakan inti karena dari sanalah muncul segala
sesuatu yang terdapat di alam semesta.
3.
Paham
yang berpandangan bahwa alam semesta ada yang menciptakan, yaitu Allah swt Yang
Maha Pen-cipta.[2]
Dalam pembuktian tentang
adanya Allah, Ibn Rusyd menggunakan dua dalil, yaitu:
Pertama, dalil al-Inayah, intinya bahwa
kesempurnaan struktur susunan alam semesta menunjukkan adanya tu-juan tertentu
pada alam. Tidak mungkin alam semesta yang kita lihat terjadi secara kebetulan,
pasti telah ditentukan tujuannya. Alam adalah natijah, dari hikmah ketuhanan
yang sangat mendalam.
Kedua,
dalil Ikhtira’, intinya bahwa
yang ada (maujud) adalah makhluk (ciptaan), terutama pada makhluk hidup.[3]
Keutamaan Asmaul Husna
Asmaul Husnah, adalah
nama-nama Allah yang Maha Mulia atau indah. Bagi seorang muslim sangat
dianjurkan untuk mengamalkan Asmaul Husna untuk senantiasa menyebutnya
(zikrullah) dalam renungan dan menyakini keagungan asma Allah tersebut, dengan
demikian maka iman seseorang semakin tak tergoyahkan. Oleh karena itu, menurut
pandangan Islam disunnahkan dalam pemberian nama kepada setiap bayi yang baru
lahir dengan nilai-nilai Asmaul Husna.
Keagunagan
amalan Asmaul Husna disebutkan dalam firman Allah swt, (QS. Al-A’raf/7 : 180).
¬!ur âä!$oÿôF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# çnqãã÷$$sù $pkÍ5 (
(#râsur tûïÏ%©!$# crßÅsù=ã þÎû ¾ÏmÍ´¯»yJór& 4
tb÷rtôfãy $tB (#qçR%x. tbqè=yJ÷èt ÇÊÑÉÈ
Terjemahnya:
Dan hanya milik Allah Asmaul Husna, Maka
bermo-honlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyim-pang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Mereka
kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan .
Dalam
konteks hadis disebutkan “Allah itu mempunyai sembilan puluh sembilan nama.
Barang siapa yang meng-hafalnya, ia masuk surga. Sesungguhnya Allah itu Maha
Ganjil dan (Allah) amat cinta kepada yang ganjil” (HR. Jama’ah).
Menurut
Ibnu Qayyim Al-Jauziah, dengan mengetahui, memperyai, dan menetapkan hakikat
sifat-sifat Allah dalam hati, adalah langkah menuju Allah swt.[4]
Berdasar
uraian tersebut dapat dipahami, bahwa me-yakini keagungan Allah dengan segala
sifat-sifat-Nya ha-ruslah dengan suatu keyakinan yang kuat dalam hati.
B. BERIMAN KEPADA MALAIKAT-MALAIKAT ALLAH
Malaikat adalah makhluk
gaib yang diciptakan oleh Allah swt, asal kejadiannya diciptakan dari Nur
atau Cahaya yang memiliki kekuatan dengan wujud dan sifat tertentu dan
senantiasa mengabdi dan sangat taat kepada Allah swt para Malaikat tidak pernah
membantah perintah Allah.[5]
1. Hakikat Beriman Kepada Para Malaikat
Beriman
kepada Malaikat di dasarkan pada dalil Nakli (al-Qur’an), antara lain pada (QS.
Al-Baqarah/2 : 285):
z`tB#uä ãAqߧ9$# !$yJÎ/ tAÌRé& Ïmøs9Î) `ÏB ¾ÏmÎn/§ tbqãZÏB÷sßJø9$#ur 4 <@ä. z`tB#uä «!$$Î/ ¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur ¾ÏmÎ7çFä.ur ¾Ï&Î#ßâur w ä-ÌhxÿçR ú÷üt/ 7ymr& `ÏiB ¾Ï&Î#ß 4 (#qä9$s%ur $uZ÷èÏJy
$oY÷èsÛr&ur
(
y7tR#tøÿäî
$oY/u
øs9Î)ur çÅÁyJø9$#
ÇËÑÎÈ
Terjemahnya:
Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya
beriman kepada Allah, malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.
(mereka mengatakan): "Kami tidak mem-beda-bedakan antara seseorangpun
(dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan:
"Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya
Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."
2. Nama-nama Malaikat dan Tugasnya
Hakikat
jumlah Malaikat hanya Allah yang
menge-tahui, namun berdarkan petunjuk dalil Nakli dalam al-Qur’an dan
hadis, ada sepuluh Malaikat yang hartus diketahui oleh setiap muslim, yaitu:
1.
Malaikat JIBRIL, atau disebut Ruhul Amin dan Ruhul
Qudus, bertugas menyampaikan wahyu Allah kepada para Nabi dan Rasul.
2.
Malaikat MIKAIL, bertugas mengatur dan menyam-paikan
rezki kepada seluruh makhluk-Nya, termasuk mengatur hujan, angin dan binatang.
3.
Malaikat ISRAFIL, bertugas meniup sangkakala pada
saat manusia dibangkitkan dari kubur.
4.
Malaikat IZRAIL, bertugas untuk mencabut cawa selu-ruh
makhluk, termasuk Malaikat, manusia, jin, dan mencabut nyawanya sendiri.
5.
Malaikat RAQIB, bertugas mencatat amal manusia sejak
akil balig selama hidupnya.
6.
Malaikat ATID, bertugas mencatat amal kejahatan
ma-nusia selama hidupnya.
7.
Malaikat MUNKAR, bertugas menjaga alam kubur dan
memberi pertanyaan bersama malaikat NAKIR.
8.
Malaikat NAKIR, bertugas menjaga alam kubur dan memberi
beberapa pertanyaan, tentang Tuhan, agama, Nabi, Kitab Suci, qiblat, dan
sahabatnya.
9.
Malaikat MALIK, bertugas menjaga pintu neraka
tem-pat manusia disiksa karena kedurhakaannya.
10. Malaikat RIDWAN, bertugas
menjaga pintu syurga tempat para hamba Allah menerima balasannya.[6]
Malaikat sebagai makhluk
Allah yang ghoib mempu-nyai beragam bentuk dan sifat-sifat antara lain:
a.
Malaikat itu tidak berjenis kelamin laki-laki atau
pe-rempuan.
b.
Malaikat tidak memiliki hawa nafsu, tidak makan,
tidak minum dan tidak tidur.
c.
Malaikat tidak mati sebelum datangnya kiamat.[7]
d.
Malaikat dapat menjelma atau berubah bentuk, antara
lain menyerupai manusia, dan selalu bersujud kepada Allah swt serta senantiasa
memohonkan ampunan untuk orang-orang beriman.[8]
e.
Malaikat diciptakan dari Nur atau cahaya.[9]
Selain
makhluk halus Malaikat, Allah juga menciptakan makhluk halus yang lain, yaitu jin,
setan dan iblis. Ketiga makhluk tersebut merupakan makhluk halus
yang dicip-takan Allah yang diberi sifat tersendiri sehingga dapat berubah
wujud dengan bentuk yang bermacam-macam.
Ketiga
makhluk tersebut dapat menampakkan diri dalam bentuk binatang, memiliki
pemahaman dan kemam-puan melakukan hal-hal yang sulit, berbeda dengan ma-nusia.
Sebagian ulama berpandangan, bahwa jin dan setan adalah makhluk yang berasal
dari api yang halus. Jin diciptakan dari api, ada yang beriman dan ada yang
kafir sebagaimana manusia, ada yang masuk surga dan yang masuk neraka, ada
laki-laki dan perempuan. Jumlah jin dapat bertambah dan dapat berkurang, sebab
jin bisa mati sebelum datang hari Kiamat, Jin juga membutuhkan makan dan minum
serta bentuknya dapat berubah-ubah[10]
Selain
jin, ada pula setan dan iblis. Makhluk iblis di-kenal sebagai musuh Allah swt.
Dalam kamus Al-Misbah Al-Munir disebutkan ablasa min rahmatillah,
yaitu putus asa dari rahmat Allah swt sehingga diberi nama iblis, pe-kerjaan
iblis adalah menyesatkan manusia ke dalam jalan maksiat dan dosa. Bentuk iblis
atau setan sangat halus se-hingga tidak adapat dilihat dengan pancaindra
manusia. Ada sebagian ulama menyatakan, bahwa setiap nafsu buruk yang mengajak
kepada kemungkaran dinamakan setan (iblis).[11]
Menurut Ibnu
Aqil sebagaimana dikutif Asy-Syibli dalam bukunya Akam al-Marjan fi Akhkam
al-Jann, bahwa jin menurut bahasa artinya tersembunyi, terhalang, ter-tutup.
Disebut jin, karena karena mkhluk ini terhalang tidak dapat dilihat dengan
kasat mata manusia.
Dapat
disimpulkan, bahwa jin yang ingkar kepada Allah dinamakan setan, makhluk yang
pertama kali disebut setan adalah iblis, dengan kata lain, iblis itu makhluknya
sedangkan setan adalah sifatnya.
Tentang penciptaan jin firman Allah dalam (QS.
Al_Hijr/15 : 27).
¨b!$pgø:$#ur çm»uZø)n=yz `ÏB ã@ö6s% `ÏB Í$¯R ÏQqßJ¡¡9$# ÇËÐÈ
Terjemahnya:
Dan
Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) da-ri api yang sangat panas.
Setan adalah musuh yang nyata bagi manusia, hal itu terdapat
pada (QS. al-Baqarah/2 :168)
$ygr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ wur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ
Terjemahnya:
Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena Sesung-guhnya setan itu
adalah musuh yang nyata bagimu.
C. BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
Beriman kepada kitab-kitab Allah, berarti
beriktikad atau menyakini tanpa keraguan bahwa sesungguhnya Allah telah
menurunkan kitab sucinya kepada para Nabi dan Rasul-Nya.[12]
Kitab-kitab
yang Allah turunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya yang wajib diketahui oleh
setiap muslim, adalah sebagai berikut:
1.
Kitab Taurat, diturunkan kepada
Nabi Musa as, wila-yah Israil dan Mesir sekitar abad 12 sM.
2.
Kitab Zabur, diturunkan kepada
Nabi Daud as, di wi-layah Israil sekitar abad 10 sM.
3.
Kitab Injil, diturunkan kepada
Nabi Isa as, di wilayah Yerusalem sekitar permulaan abad I.
4.
Kitab al-Qur’an, diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw di wilayah Mekkah-Medinah pada abad ke-6 M.
Keempat
kitab suci itu, disebut kitab-kitab langit (al-kutub al-samawiyah) karena
kitab-kitab tersebut diyakini oleh umat Islam sebagai firman Allah swt yang
diwahyu-kan kepada para Nabi dan Rasul. Namun, kitab-kitab se-belum al-Qur’an
tersebut telah terkontaminasi oleh “ta-ngan-tangan kotor” manusia sebagaimana
dijelaskan da-lam beberapa ayat dalam al-Qur’an.[13]
Selain
Kitab-kitab yang Allah turunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya, Allah juga
mewahyukan Shuhuf –Shuhuf (wahyu yang di tulis dalam lembaran-lembaran),
sebagai berikut:
1.
Allah mewahyukan 10 Shuhuf
kepada Nabi Adam as.
2.
Allah mewahyukan 50 Shuhuf
kepada Nabi Syits as.
3.
Allah mewahyukan 30 Shuhuf
kepada Nabi Idris as.
4.
Allah mewahyukan 10 Shuhuf
kepada Nabi Ibrahim as.
5.
Allah mewahyukan 10 Shuhuf
kepada Nabi Musa as.[14]
1. Ajaran Pokok Kitab Taurat.
Sepuluh
firman (hukum) yang diturunkan Allah swt kapada nabi Musa as di bukit
Thurisina, sebagai berikut:
1) Keharusan
mengakui keesaan Allah swt;
2) Larangan
menyembah patung dan berhala, karena Allah tidak dapat diserupakan dengan
makhluk-Nya baik yang ada di langit, bumi maupun air;
3) Larangan
menyebut Allah dengan sia-sia;
4)
Memuliakan hari Sabtu;
5)
Menghormati ayah ibu;
6)
Larangan membunuh sesama
manusia;
7)
Larangan berbuat zina;
8)
Larangan mencuri;
9)
Larangan menjadi saksi palsu;
10) Larangan
berkeinginan memiliki atau menguasai hak orang lain dengan cara yang tidak
halal.[15]
Demikian
telah disebutkan intisari isi Taurat yang se-sungguhnya (asli). Namun kitab
Taurat yang sekarang di kalangan Yahudi, merupakan karangan Yahudi pada masa
dan waktu yang berbeda.[16]
Menurut
Sayid Sabiq, bahwa kitab Taurat yang bere-dar sekarang sudah tidak murni lagi
dan terkontaminasi karena sudah terdapat
sejumlah penambahan dan pengu-rangan dari para pengikutnya.[17]
2. Ajaran Pokok Kitab Zabur.
Ajaran
pokok kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi daud as, antara lain dalam
rangkuman berikut:
“Besarkan
olehmu akan Allah, Wahai Jiwaku pujilah Allah. Maka aku akan memuji Allah
seumur hidupku dan aku akan menyajikan puji-pujian kepada tuhanku selama aku
ada. Jangalah kamu kepada raja-raja atau anak-anak Adam yang tiada mempunyai
pertolongan. Maka putuslah nyawanya dan kembalilah pada tanah asalnya dan pada
hari itu hilanglah segala daya upayanya. Maka berbahagia orang yang memperoleh
Ya’kub sebagai penolongnya dan yang menaruh harapan kepada Tuhan Allah yang
menja-dikan langit, bumi, dan laut serta segala isinya, dan mena-ruh setia
sampai selamanya. Yang membela orang terani-aya dan memberi makan orang yang
lapar. Bahwa Allah membuka rantai orang yang terpenjara. Dan Allah mem-bukakan mata orang buta, Allah
menegakkan orang yang tertunduk dan Allah mengasihi orang yang benar. Maka
Allah memelihara orang dagang serta ditetapkannya anak yatim dan perempuan bujang,
seperti jalan orang jahat itu dibalikkannya. Allah akan berkerajaan kelak
sampai sela-ma-lamanya dan Tuhanmu, wahai Zion! Zaman berza-man. Berdasarkan
Allah olehmu.[18]
3. Ajaran Pokok Kitab Injil.
Kitab
Injil adalah kitab yang diturunkan Allah
kepada Nabi Isa as, pada permulaan abad I di Yerusalem dan ha-nya disyariatkan
kepada umat Nabi Isa as, yaitu kaum Nasrani. Oleh karena itu, masa pensyariatan
Injil dibatasi oleh waktu, yaitu sampai saat datang dan diutusnya Nabi Muhammad
saw.[19]
Injil berasal dari bahasa
Ibrani yang artinya “kabar gembira”, maksudnya berita akan datangnya utusan
Allah swt, yakni Nabi Muhammad saw untuk seluruh alam.[20]
Dalam kitab Injil yang original (asli) terdapat
karangan yang benar dan yang nyata, yaitu perintah Allah swt ke-pada umat
manusia untuk memahasucikan Allah serta melarang menyekutukan-Nya dengan benda
atau mak-hluk lainnya. Injil asli masih memuat keterangan bahwa pada akhir
zaman akan datang seorang nabi terakhir (Nabi Muhammad). Injil yang sekarang
beredar dikenal dengan Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil
Yohanes. Dari keempat Injil tersebut banyak terdapat perbedaan pendapat dan
bertentangan satu sama lain. Menurut para ahli, Injil tersebut memuat tulisan
dan catatan tentang kehidupan Nabi Isa as dan kepercayaan yang ada di dalamnya
merupakan hasil pemikiran Paulus, bukan pendapat orang-orang Hawari (para
pengikut Nabi Isa as).[21]
Dalam
Ensiklopei Islam, yang dikutip oleh Dasuki, Al-Maududi berkata, “Kaum Nasrani
mengakui bahwa mereka tidak lagi memiliki kitab yang asli dan hanya memiliki kitab
terjemahannya.[22]
4. Ajaran Pokok Kitab al-Qur’an.
Pokok-pokok kandungan isi
al-Qur’an, dapat di pilah sebagai berikut:
a.
Ajaran aqidah;
b.
Ajaran akhlak;[23]
c.
Ajaran dorongan dan bimbingan akan hikmah-hik-mah
alam;
d.
Ajaran kisah-kisah umat terdahulu;
e.
Ajaran janji dan ancaman buruk yang datangnya dari
Allah swt.
f.
Ajaran hukum-hukum ibadah dan muamalah.[24]
Nama-nama
al-Qur’an yang Masyhur
1.
Al-Qrur’an, artinya Dibaca (selalu dibaca);
2.
Al-Kitab, artinya Mushaf (bentuk buku);
3.
Al-Dzikr, artinya Peringatan (dakwah);
4.
Al-Furqan, artinya Pemisah, (haq dan batil);
Hakikat
Iman kepada Kitab (al-Qur’an), yaitu:
a. Menyakini dengan
sungguh-sungguh dan sebenar-banarnya, bahwa al-Qur’an datangnya dari Allah.
b.
Menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk atau pedo-man
hidup.
c. Memahami pokok-pokok kandungan
isi al-Qur’an.
d. Mengamalkan
ajaran al-Qur’an sesuai denagn petun-juk syar’i.
Kedudukan al-Qur’an terhadap
Kitab-kitab sebelum-nya antara lain
dijelaskan dalam (QS. Al-Maidah/5 :48).
!!!$uZø9tRr&ur
y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$#
Èd,ysø9$$Î/
$]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 ú÷üt/ Ïm÷yt z`ÏB É=»tGÅ6ø9$#
$·YÏJøygãBur
Ïmøn=tã (… ÇÍÑÈ
Terjemahnya:
Dan
Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an de-ngan membawa kebenaran, membenarkan
apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan se-belumnya) dan batu
ujian…
D. BERIMAN KEPADA RASUL-RASUL ALLAH
Nama-nama 25 Nabi dan Rasul
yang wajib diketahui,
disebutkan dalam al_Qur’an, yaitu:
1.
Nabi
Adam as.
2.
Nabi
Idris as.
3.
Nabi
Nuh as.
4.
Nabi
Hud as.
5.
Nabi
Shalih as.
6.
Nabi
Ibrahim as.
7.
Nabi
Luth as.
8.
Nabi
Ismail as.
9.
Nabi
Ishaq as.
10.
Nabi
Yakub as.
11.
Nabi
Yusuf as.
12.
Nabi
ayub as.
13.
Nabi
Syu’aib as.
14.
Nabi
Musa as.
15.
Nabi
Harun as.
16.
Nabi
Zulkifli as.
17.
Nabi
Daud as.
18.
Nabi
Sulaiman as.
19.
Nabi
Ilyas as.
20.
Nabi
Ilyasa as.
21.
Nabi
Yunus as.
22.
Nabi
Zakaria as.
23.
Nabi
Yahya as.
24.
Nabi
Isa as.
25.
Nabi
Muhammad saw.
Dari ke 25 Nabi dan Rasul tersebut, 5 di
antaranya mendapat gelar atau julukan Ulul
Azmi [25]
yaitu:
1.
Nabi Nuh as.
2.
Nabi
Ibrahim as.
3.
Nabi
Masa as.
4.
Nabi
Isa as.
5.
Nabi
Muhammad saw.
Menurut Imam
Al-Jazairi, beriman kepada para Nabi dan Rasul Allah, adalah percaya bahwa sesungguhnya Allah swt mempunyai
utusan yang diutus karena belah kasih Allah swt dan keutamaan yang mana para
utusan membawa kabar bahagia berupa pahala bagi orang-orang yang berbuat
kebaikan, dan kabar buruk berupa siksa bagi orang yang berbuat keburukan
(maksiat) dan menerangkan kepada manusia tentang sesuatu yang dibutuhkan dari
beberapa kenikmatan agama dan dunia, dan memberikan manfaat kepada mereka
tentang apa yang disampaikan para utusan dengan pangkat yang mulia, dan Allah
swt telah memberikan kekuasaan kepa-da mereka berupa ayat-ayat (tanda) yang
tampak, dan mukjizat-mukjizat yang jelas bahwa Nabi Adam as se-bagai Nabi
pertama dan Muhammad saw sebagai Nabi penutup.[26]
Beberapa sifat-sifat agung Rasulullah saw dan para Rasul
Allah, sebagai berikut:
1.
Shiddiq, artinya jujur. Benar dalam segala
ucapan-nya, mustahil bersifat kidzib atau dusta. Pasti benar dalam pengakuannya
sebagai utusan Allah serta be-nar pula dalam segala yang disampaikannya.
2.
Amanah, artinya terpercaya, mustahil bersifat
hianat, karena sifat rasul itu “maksum” yakni terjaga dari perbuatan maksiat
dan dosa, serta terjaga dari ke-mungkaran lahir batin.
3.
Tabligh, artinya bersifat amanah dalam
menyampai-kan segala yang datangnya dari Allah swt.
4.
Fathanah, artinya cerdas. Seorang Rasul itu
memliki keagungan dan kecerdasan nalar dan qalbunya yang luar biasa.[27]
Gambar: 5
DESKRIPSI SIFAT-SIFAT
RASULULLAH
Nabi dan Rasul Muhammad saw mempunyai
perbe-daan yang sangat prinsip atau mendasar dengan para Nabi dan Rasul yang
lain. Menurut Imam Al-Jazairi, tiga perbedaan prinsip tersebut, adalah:
1.
Risalah
atau kerasulan Nabi Muhammad saw itu di- peruntukkan bagi seluruh umat manusia,
sedangkan para nabi dan Rasul sebelumnya, diutus hanya untuk bangsa atau umat
tertentu. Hal itu sesuai dengan firman Allah (QS. Saba’/34 : 28):
( !$tBur y7»oYù=yör& wÎ) Zp©ù!$2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #Zϱo0 #\ÉtRur £`Å3»s9u usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w cqßJn=ôèt ÇËÑÈ
Terjemahnya:
Dan
Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi ke-banyakan
manusia tiada mengetahui.
2.
Risalah Nabi Muhammad saw bersifat
universal, ka-rena risalah kenabian yang dibawa oleh junjungan Nabi Muhammad saw berupa agama Islam dinyata-kan
telah sempuna, sehingga tidak perlu adanya ri-salah yang baru. Hal sesuai
dengan firman Allah swt (QS. Al-Maidah/5 :3):
ô4 tPöquø9$#
àMù=yJø.r&
öNä3s9
öNä3oYÏ
àMôJoÿøCr&ur
öNä3øn=tæ
ÓÉLyJ÷èÏR
àMÅÊuur
ãNä3s9
zN»n=óM}$#
$YYÏ
4
ÇÌÈ
Terjemahnya:
…pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan
kepadamu nik-mat Aku, dan telah Aku ridhai Islam itu Jadi agama bagimu…
3.
Nabi
Muhammad saw adalah penutup para Nabi dan Rasul. Hal itu sesuai dengan firman
Allah (QS. Al-Ahzab/33 :40):
$¨B tb%x.
î£JptèC !$t/r& 7tnr& `ÏiB öNä3Ï9%y`Íh `Å3»s9ur tAqߧ
«!$# zOs?$yzur
z`¿ÍhÎ;¨Y9$#
3
tb%x.ur
ª!$# Èe@ä3Î/
>äóÓx« $VJÎ=tã ÇÍÉÈ
Terjemahnya:
Muhammad
itu sekali-kali bukanlah bapak dari se-orang laki-laki di antara kamu., tetapi
Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui
segala sesuatu.
Berdasarkan
uraian di atas, maka bagi seorang mus-lim tidak ada keraguan bahwa Rasulullah
saw sebagai Uswah al-Hasanah (teladan terbaik), dan sebagai Nabi dan
Rasul yang terakhir (penutup), tidak lagi Rasul sesu-dahnya, untuk itu Nabi Muhammad Rasulullah saw men-jadi Rahmatan
li al-Alamin, yakni Rahmat bagi Semesta Alam. Hal itu sesuai dengan firman
Allah (QS. Al-Anbi-ya’/21 :107):
!$tBur »oYù=yör& wÎ) ZptHôqy úüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
Terjemahnya:
Dan
Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan un-tuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.
E. BERIMAN KEPADA HARI KIAMAT
Penyebutan
hari Kiamat, kadang disebut sebagai al-Yaum
al-Akhir atau hari akhir, sekaligus
merupakan ke-hidupan pertama pada kehidupan
yang kedua, dan mem-punyai makna kebinasaan alam semesta dan terhentinya
kehidupan seluruh makhluk-Nya secara total, dan meru-pakan tanda berakhirnya
kehidupan dunia menuju kehi-dupan kekal di akhirat.[28]
Dalam berbagai kajian tentang hari kiamat
mempu-nyai banyak nama, terdapat lebih 20 nama yang masyhur dalam al-Qur’an,
Imam Al-Ghazali dan Al-Qurthubi menyebut 50 nama, di antaranya, sebagai
berikut:
1.
Yaum al-Qiyamah, atau
Hari Qiamat, seperti dalam (QS. An-Nisa’/4 : 97).
2.
Al-Yaum al-Akhir, atau Hari Akhir, seperti dalam (QS.
Al-Baqarah/2 :77).
3.
Yaum al_Ba’ats, atau Hari Kebangkitan), seperti dalam
(QS. Ar-Rum/30 :56).
4.
Yaum ad-Din
atau Hari Pengadilan, seperti dalam (QS. al-Mursalat/77 :38).
5.
Yaum al-Hayr, atau Hari Dikumpulkan), seperti dalam
(QS. Maryam/19 :39).
6.
Yaum al-Hisab atau Hari Perhitungan, seperti dalam (QS. Shad/ :26).
7.
Yam al-Azifah atau Hari Penggoncangan Jiwa), se-perti
dalam (QS. Ghafir/64 :18).
Macam, dan nama-nama Surga,[29]
yaitu:
a. Surga Firdaus.
b. Surga And.
c. Surga Na’im.
d. Surga Ma’wa.
e. Surga Darussalam.
f.
Surga Darul Muqamah.
g. Surga Al-Maqam al-Amin
Nama-nama Neraka, menurut al-Qur’an,[30]
yaitu:
a.
Neraka Jahanna.
b.
Neraka al-Jahannam.
c.
Neraka al-Jahim.
d.
Neraka al-Hawiyah.
e.
Neraka Wail
f.
Neraka Lazha.
g.
Neraka Sa’ir.
h.
Neraka Saqar.
i.
Neraka al-Huthamah.
Hikmah Iman kepada Hari Akhir
Di antara hikmah kepada hari Akhir, dapat diurai-kan sebagai berikut:
1.
Meneguhkan tujuan hidup seorang muslim
untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
2.
Menjadi sumber inspirasi untuk
melahirkan etos beramal saleh dengan sebaik-baiknya. Karena me-nyadari hidup di
dunia ini sangat singkat, kesem-patan, waktu, tenaga, pikiran, dan peluang yang
ter-batas tersebut harus dijadikan modal yang amat baik untuk meraih kepuasan,
kelezatan, dan kenikmatan di akhirat.
3.
Sumber generator yang senantiasa
membangkitkan kekuatan moral dalam penegakkan keadilan dan ke-benaran.[31]
F. BERIMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR
Secara etimologi, qadha’, artinya antara
lain, memu-tuskan, menunaikan, membayar,
mencegah. Secara termi-nology qadha dapat diartikan sebagai pengetahuan
Allah tentang segala sesuatu yang sedang dan akan terjadi. Se-dangkan qadar
menurut etimologi berarti, mengukur memberi kadar/ukuran. Jika anda
berkata, “Allah menak-dirkan”, seharusnya dipahami, bahwa Allah memberi
ka-dar/ukuran/batas tertentu dalam diri/sifat dan kemam-puan maksimal
mahkluk-Nya.[32]
Hubungan qadha’ dan qadar
sangat erat. Qadha’ adalah rencana, ketentuan atau hokum Allah sejak zaman
azali, sedangkan qadar adalah pelaksanaan dari hokum atau ketentuan Allah. Jadi
hubungan ini ibarat hubungan antara rencana dan pelaksanaan, atau qadar itu
merupakan perwujudan dari qadha’.[33]
Hubungan antara qadha’ dan
qadar dengan ikhtiar, para ulama membagi qadar dalam dua macam, yaitu: qadar
mubram dan qadar mu’allaq.
1.
Qadar
Mubram
Qadar mubram adalah sesuatu yang sudah
ditetap-kan sejak zaman azali dan tidak dapat diusahakan atau diubah oleh
manusia. Ketetapan azali ini akan sesuai de-ngan
apa yang terjadi. Inilah yang dimaksud dengan ung-kapan “wa tammat
kalimatu rabbika” QS. Al-An’am/6 : 115.[34]
Contoh, qadar mubram adalah, kematian. Setiap orang pasti mati, dan tidak ada
satu makhluk hidup yang bisa terhindar dari kematian. Sebagaimana pada (QS.
An-Nisa’/4 ;78).
$yJoY÷r& (#qçRqä3s? ãN3.Íôã ÝVöqyJø9$# öqs9ur ÷LäêZä. Îû 8lrãç/ ;oy§t±B 3 ... ÇÐÑÈ
Terjamahnya:
Di mana saja
kamu berada, kematian akan menda-patkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng
yang Tinggi lagi kokoh,…
2. Qadar Mu’allaq
Qadar mu’allaq adalah ketentuan Allah
bergantung pada ikhtiar dan doa seseorang, sebagaimana dalam (QS. Ar-Ra’d/13
:11):
cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sÎ)ur y#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß xsù ¨ttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrß `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ
Terjemahnya:
Sesungguhnya
Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah meng-hendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.
Berdasar
uraian di atas, dapat dipahami bahwa pada hakikatnya qadar atau takdir mu’allaq itu bisa berubah karena
ikhtiar (melakukan amalan yang terpuji) dan doa yang ijabah. Karena hakikatnya manusia tidak tahu apa yang mungkin
akan terjadi atau yang mungkin akan menimpa dirinya, oleh karena itu, manusia
wajib untuk senantiasa berbuat kebajikan dan berdoa kepada Allah dengan
mengharapkan rahmat-Nya.
Contoh,
boleh jadi di suatu rencana perjalanan si pulan, ia dihadang oleh seorang
perampok, namun men-jelang keberangkatan si pulan tadi, si pulan telah sepe-nuhnya
berdoa kepada Allah agar dalam perjalanannya diberi keselamtan, walhasil karena
doa si pulan makbul, maka ketika si pulan lewat di tempat penghadangan,
ternyata perampoknya tertidur pulas, dan baru terba-ngun setelah si pulan tadi jauh
melewati tempat peng-hadangan tersebut, maka selamatlah si pulan dari bahaya
perampokan.
Gambar: 6
DESKRIPSI MACAM-MACAM TAQDIR
Pengaruh
Keimanan Terhadap Takdir
Menurut Umar Sulaiman Abdullah al-Asyqar, iman kepada qadha’ dan qadar atau
takd ir mempunyai penga-ruh dalam kehidupan seorang mukmin, sebagai berikut:
1.
Giat berjuang dan berikhtiar. Apabila
perjuangan dan usaha dilakukan dalam bentuknya yang benar niscaya manusia akan
giat berjuang dan berusaha, sebab tanpa perjuangan dan usaha yang berpijak pada
sunnatullah niscaya perjuangan dan usaha itu tidak sampai pada tujuan yang
diinginkan.
Dengan
memahami takdir dalam bentuknya yang te-pat, manusia akan terhindar dari sikap
fatalis yang akan menjerumuskannya pada bencana dan keseng-saraan. Oleh karena
itu setiap mukmin harus beri-badah, bertindak, berjuang dan berusaha dengan
berpijak pada yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
2.
Terhindar dari kemusrikan. Ketauhidupan
dicapai dengan keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan
makhluk. Allah satu-satunya yang mengatur semua makhluk.
3.
Teguh bersikap dalam keadaan segala
keadaan, baik ketika senang maupun susah. Menjadikan seseorang menghadapi
persoalan hidupnya dengan keteguhan. Tidak terbuai ketika memperoleh kenikmatan
dan tidak putus asa ketika memperoleh
kesusahan. Meya-kini, bahwa kenikmatan atau musibah datangnya dari Allah
swt.
4.
Senantiasa dalam kondisi waspada. Seorang
mukmin akan senantiasa waspada agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan dan
agar kehidupannya di dunia berakhir secara buruk.
5.
Menghadapi kesulitan dengan hati yang
mantap. Hal ini disebabkan bahwa kesulitan yang sudah dihadapi sudah ditetapkan
Allah. Seorang mukmin akan tetap menghadapi kesulitan hidupnya dengan hati yang
mantap, bukan dengan perasaan putus asa.[35]
Dari uraian tersebut memberi pemahaman,
bahwa dengan beriman kepada qadha’ dan qadar atau takdir secara benar, maka akan
mebjadikan seorang mukmin semakin optimis untuk senantiasa berusaha dan berdoa dengan
penuh harap dan keyakinan, bahwa Allah akan senantiasa melimpahkan sifat
rahim-Nya. Hal itu dida-sarkan pada dalil nakli (QS. Ar-Ra’d/13 :11), bahwa se-sungguhnya
Allah tidak merubah nasib suatu kaum, ke-cuali kaum itu sendiri yang berusaha
merubahnya.
[1]
Beriman kepada Allah adalah “prima causa”, artinya apabila seseorang
telah beriman secara istiqamah kepada Allah, maka niscaya akan ber-iman pula
kepada rukun-rukun iman berikutnya.
[2] Sayid
Sabiq, Aqidah Islam; Pola Hidup Manusia Beriman, terj. Moh. Abdai Rathomy, Bandung: Diponegoro,
1999, hlm. 61.
[3]
A. zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, hlm. 65.
[4] Lihat Muhammad Chirzin dan Sulaiman Yusuf, 40 Hiasan Muk-min; Jalan Mudah Menjadi Mukmin Sejati, Bandung: Mizan Pustaka,
2008, hlm. 26-27.
[5]
Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim Aqidah, Ban-dung: Remaja Posdakarya, 1993 hlm, 31.
[6]
M. Quraish Shihab,Yang Tersembunyi,
hlm. 268, dan lihat pula A. Zainuddin dan Jamhari, al-Islam I, hlm. 106.
[7]
Lihat uraian M. Quraish Shihab, Yang
Tersembunyi, hlm. 257, Ahmad Daudy, Kuliah
Aqidah Islam, hlm. 94-101.
[8] Lihat
penjelasan (QS. Maryam/19 :16-17, Hud/11 :69, dan Al-Hijr/15 : 30, Al-Mukmin/40
:7).
[9] Malaikat-Malaikat
itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan
dari apa yang telah dite-rangkan kepadamu semua,..(H. Riwayat Muslim).
[10] Lihat
Muhamad Ali Ali Hamadussayyadabi, Haqiqat
Al-Jinn wa Al-Syayathin fi Al-Qur’an wa Al-Sunnah, Sudan Khurtum: Dar
Al-Harits, 1987/1407H, hlm. 9-10. Lihat (QS. Al-Jin/72 :27).
[11] Abdul Zakiy Al-Kaaf dan Mannan Abdul Djaliel,
Mutiara Ilmu Tauhid, hlm. 110-111.
[12] Lihat
lebih lengkap,(QS. An-Nisa’/4:136), ayat ini mengingatkan bahwa seorang yang
beriman kepada Allah swt atau orng muk-min itu, wajib menyakini kebenaran
al-Qur’an, dan kitab-kitab sebelumnya.
[13] Lihat lebih lengkap, Muhammad Daud Ali,Pendidikan
Agama Islam, h. 214-215, bahwa perubahan ayat-ayat dalam kitab suci sebelum al-Qur’an, ada yang dilakukan
dengan sengaja, ada yang tidak disengaja. Ketidaksengajaan terjadi, akibat
terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain.
[14] Hasbi
Ash-Shiddieqi, Al-Islam I, Bandung:
Pustaka Rizki Putera, 2001, h. 272. Lihat pula Zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I, Ban-dung: Pustaka Setia,
1999, hlm. 125-126.
[15] Zainuddin
dan Jamhari, Al-Islam I, h. 126-127.
[16] Al-Kaaf dan Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, h. 116.
[17] Sayid Sabiq,Aqidah
Islam Pola hidup Manusia Beriman,Ban- dung: Diponegoro, 1999, h.
268. Lihat lebih lengkap, perubahan keaslian ajaran Taurat dalam (QS.
Al-Baqarah/2 : 75) dan (QS. An-Nisa’/4 :46).
[18] Zainuddin
dan Jamhari, Al-Islam I, hlm.
127-128.
[19] Hakim
dan Mubarak, Metodologi Studi Islam,
hlm. 119.
[20]
Zainuddin dan Jamhari, Al-Islam I,
hlm. 128
[21] Lihat
(QS. Al-Maidah/5 : 13-15), lihat pula Dasuki,
Ensiklopedi Islam, hlm.224.
[22] Lihat Dasuki, Ensiklopedi Islam, hlm. 224.
[23] Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan Me-dia Uta-ma, 2013, hlm.
57.
[25] Ulul Azmi, terdiri dari dua kata, Ulul dan Azmi, Ulul, artinya yang
empunya (jamak), Azmi dari kata Azmi
mengandung arti rasul-rasul Allah yang mempunyai keteguhan hati, tabah dan
sabar yang luar biasa dalam mendakwahkan agama Allah swt.
[26] Thahir
bin Shalih Al-Jazairi, Jawahir Kalamiyah.
Terjemah Moh. Thahir bin Abd. Rahman, Surabaya: Hidayah, tt., hlm. 32.
[27] Atang
Abd. Hakim dan jaih Mubarak, Metodologi
Studi Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004, hlm. 122.
[28] Lihat
Muhammad Ibn Jabir Al-Thabari, Jami’ Al-Bayan, Jilid 21, ed. Mahmud Muhammad
Syakir, Kairo Dar Al-Kutub, t.t., hlm. 9. Menurut Al-Thabari, bahwa kehidupan
akhirat itu kehidup-an kekal abadi tidak kematian di dalamnya serta tidak tipu
daya sebagimana kehidupan duniawi.
[29] Lihat (a) QS. al-Kahf/18 :107-108, (b) QS.
al_Kahf/18 :30-31, (c) QS. Luqman/31 :8-9, (d) QS. As-Sajdah/32 :19, (e) QS.
Yunus/10 :25, (f) QS. Fatir/35 :34-35, (g) QS. Ad-Dukhan/44 :51.
[30] Lihat (a) QS. At-Taubah/9 :63; (b) QS.
Ad-Dukhan/44 :56; (c) QS. Qariah/ 101 :8-11; (d) QS. Mutaffifin/83 :1-3; (e)
QS. Al-Maa’-arij/70 :15-18; (f) QS. Al-Mulk/67 :5; (g) QS. Al-Muddassir/74
:26-30; (h) QS. Huzamah/104 :4-9;
[31] Team
Tafsir Tematik, Keniscayaan Hari Akhir,
hlm. 24.
[32] Lihat Umar Sualiman Abdullah Al-Asyqar, al-Qadha’ wa al-Qa-dar, Beirut:
Dar Al-Nafa’is, 2005, hlm. 22.
[33] Chirzin,
Konsep dan Hikmah Aqidah Islam, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997, hlm. 105.
[34] Lihat
Jamaluddin Al-Qasimi, Mahasin Al-Ta’wil, Jilid 4, Beirut: Dar Al-Kutub, 1418H,
hlm. 473.
[35] Lihat Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Al-Qadha’ wa Al-Qadar, 109,
lihat pula Afif Muhammad, et.al., Tauhid, Bandung: Dunia Ilmu, 1986, hlm.
68.
0 komentar:
Posting Komentar