Pages

Rabu, 25 Mei 2016

Hukum kebiri bagi manusia

dasar dan pertimbangan yang jelas. Islam memang mengizinkan penerapan hukum tertentu apabila telah mendapatkan kesepakatan dari para ulama yang ada. "Harus ada persetujuan dari para ulama, apa yang menjadi dasar dan pertimbangan," kata Aceng kepada Republika.co.id, Jumat (20/5). Aceng menegaskan, hukum kebiri tidak pernah disebutkan dan diterapkan dalam Islam sehingga tidak dapat diterapkan di Indonesia karena akan bertentangan. Ia menekankan, dasar dan pertimbangan tersebut harus benar-benar mendesak dan benar-benar disepakati oleh para ulama di sebuah negara. Terkait kesepakatan itu, ia yakin ulama tidak akan menyetujui usulan penerapan hukum kebiri untuk diterapkan di Indonesia. Sebab, ulama wajib menjadikan Alquran dan hadis sebagai pegangan sebelum berpendapat. Meski begitu, ia mengaku setuju dengan pemberian hukuman berat kepada para pelaku kejahatan seksual, terutama kejahatan dengan pemaksaan seperti pemerkosaan. Terlebih, belakangan masyarakat Indonesia seakan ditampar dengan sejumlah kasus kejahatan seksual yang terbilang keji.

Sembilan hakikat Ramadhan

1. Syahrul ‘Ibadah (Bulan Ibadah) Penamaan ini bukan berarti bulan yang lain bukan bulan ibadah. Dinamakan demikian kuantitas ibadah umat Islam pada bulan Ramadhan berlipat kali banyaknya dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Jadikan bulan ini untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan memperbanyak ibadah. Jangan lewatkan detik-detik Ramadhan tanpa nilai ibadah. Jika pada bulan-bulan lain kita masih jarang melaksanakan ibadah sunnah, di bulan ini kerjakan semuanya. Jika sebelumnya kita sudah biasa mengerjakan amalan sunnah, tambahkan. 2. Syahrul Qur’an (Bulan Al-Qur’an) Disebut demikian karena Al-Qur’an diturunkan pertama kali pada bulan Ramadhan. Firman Allah : (Al-Baqarah : 185) Dan pada bulan ini umat islam dianjurkan membaca Al-Qur’an lebih banyak daripada biasanya, sebagimana dilakukan Rasulullah. Pada bulan Ramadhan, setiap malam Rasulullah tadarus Qur’an dengan dibimbing malaikat Jibril. 3. Syahrur Rahmah (Bulan Rahmat) Pada bulan ini Allah menurunkan banyak rahmat. Siapa yang tidak mendapat rahmat pada bulan Ramadhan maka orang itu termasuk orang yang celaka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Allah meliputi kalian di dalam bulan tersebut, rahmat diturunkan, dosa-dosa dihapuskan, dan doa-doa dikabulkan. Allah melihat kalian semua berlomba-lomba di dalam bulan ini, maka Dia merasa bangga terhadap kalian dan para malaikat. Maka perlihatkanlah segala macam kebaikan diri kalian di hadapan Allah. Sebab orang yang celaka adalah orang yang terhalang mendapatkan rahmat Allah pada bulan tersebut.” (Riwayat Ath-Thabrani) 4. Syahrul Mubarak (Bulan Keberkahan) Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa seseungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Ketika datang bulan Ramadhan : Sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah, diwajibkan atas kamu untuk puasa, dalam bulan ini pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu.” (HR. Ahmad, Nasai, dan Baihaqy) 5. Syahrul Maghfirah (Bulan Ampunan) Allah sangat senang memberikan pengampunan kepada orang yang berpuasa, sebagaimana firman-Nya : (Al Ahzab : 35) Rasulullah bersabda : “Barangsiapa puasa Ramadhan karena beriman dan penuh harap (pahal), maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang sekarang.” (HR. Bukhari & Muslim) 6. Syahrut Tarbiyah (Bulan Pendidikan) Disebut demikian karena pada bulan ini kaum beriman melakukan pendidikan terhadap seluruh dimensi kehidupannya, mulai dari nafsu, hati, fisik, ibadah, keluarga, masyarakat, ilmu, dan lain-lain. Di samping itu juga karena Al-Qur’an diturunkan di bulan ini, dan ayat yang pertama adalah iqra, yang menyuruh kita banyak membaca dan belajar. 7. Syahrul Jihad wal Falaah (Bulan Jihad dan Kemenangan) Ini karena di bulan Ramadhan kita harus bermujahadah untuk melawan musuh yang paling berat yaitu hawa nafsu. Di samping itu juga karena dalam sejarah tercatat, kaum Muslimin banyak melakukan peperangan di bulan Ramadhan dan memperoleh kemenangan. Misalnya perang Badar dan penaklukan kota Makkah. 8. Syahrush Sabar (Bulan Kesabaran) Rasululullah SAW bersabda : “Puasa itu separuh dari kesabaran.” (HR. Tirmidzi). Rasulullah juga bersabda : “Puasa itu perisai. Maka jika orang sedang berpuasa, janganlah berkata keji dan ribut-ribut. Kalau ada orang lain yang mencaci-maki dan mengajak berkelahi, maka katakanlah kepadanya, ‘Aku sedang berpuasa’.” (HR. Bukhari & Muslim) 9. Syahrul-Judd (Bulan Kemurahan) Setiap muslim dianjurkan memperbanyak bersedekah pada bulan Ramadhan, sebagaimana dianjurkan dan dilakukan Rasulullah. Anas ra. Menyampaikan, ditanyakan kepada Rasulullah, “Sedekah manakah yang paling utama?” Jawab Rasulullah, “Sedekah di bulan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi). (Sumber : majalah Hidayatullah edisi Oktober 2005)

Minggu, 22 Mei 2016

Agama dan kehidupan manusia





AGAMA DAN KEHIDUPAN MANUSIA
 






1.        Pengertian Agama
Di Indonesia, kata agama mula-mula lebih dipopu-lerkan oleh sebagaian penulis, bahwa agama berasal dari bahasa Sansekerta yakni, a berarti tidak, dan gama berarti kacau. Argumentasi itu mengisaratkan, bahwa agama dapat menghindarkan manusia dari kekacauan serta mengantar manusia dalam kehidupan yang tertib dan teratur. Pandangan lain, agama berasal dari bahasa Indo Germania, yang darinya lahir kata go dalam bahasa Inggris, gaan dalam dalam bahasa Belanda, dan gein dalam bahasa Jerman, yang kesemuanya mengacu kemakna jalan. Pengkajian huruf a pada awal kata agama menjadikannya sebagai kata benda, sehingga “agama” adalah jalan yang mengantar manusia menuju kebahagiaan duniawi dan ukhrawi (M. Quraisy Shihab, 2005:21).
Lebih lanjut Prof. Dr. M. Quraisy Shihab mengu-raikan, di Bali dikenal istilah agama, igama dan ugama. Agama menurut istilah ini mencerminkan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan penguasa, igama adalah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan dan/atau dewa-dewa mereka, sedang ugama adalah ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya.
Menurut Prof. KH. Ali Yafie, kata agama sejalan dengan bahasa Arab Hadramaut Selatan Jazirah Arabia, diucapkan agama yang maknanya adalah menetap.  Agama itu “menetap”. Beragama Islam berarti menetap di dalam Islam. Kalau hanya sekali-sekali melaksanakan tuntunan Islam, maka berarti yang bersangkutan tidak dapat dinamai beragama Islam.
Kata din dalam bahasa al-Quran, seringkali diper-samakan dengan kata agama. Kata tersebut terdiri dari 3 huruf hijaiyah yaitu, dal, ya dan nun. Bagaimanapun kita membacanya, maknanya selalu mendeskripsikan hubungan antara dua pihak, yang satu lebih tinggi dari yang lain.  Seperti dain yang berarti hutang, atau din yang berarti balasan dan kepatuhan. Maka din adalah hubungan antara manusia dengan Allah swt.
Filosof Inggris John Locke (1632-1704M) memberi kementar, bahwa menentukan definisi agama pun tidak mudah kalau enggan berkata “mustahil” bagi ilmu yang ingin memberi batasan yang tepat, “agama bersifat khusus, pribadi, sumbernya adalah jiwaku dan mustahil bagi selainku, memberi aku petunjuk itu”.
Sementara Seneque (2-66M)  menggambarkan, bahwa agama adalah “pengetahuan tentang Tuhan dan upaya meneladaninya”. Agama pengabdian kemanusiaan, kata Agust Comte (1798-1557). Ber-agama adalah menjadikan semuanya sebagai kewajiban kita, berarti perintah-perintah Tuhan yang suci harus dilaksanakan, demikian menurut Immanuel Kant (1724-1804).
Para pakar muslim umumnya berpandangan bahwa agama adalah sekumpulan petunjuk Ilahi yang disampaikan melalui Nabi dan Rasul untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia dan mengantar mereka meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pada akhirnya kita dapat berkata bahwa agama adalah hubungan yang dirasakan antara jiwa manusia dan satu kekuatan yang Maha Dahsyat dengan sifat-sifat-Nya, yang amat indah dan sempurna mendorong jiwa itu mengabdi dan mendekatkan diri kepada-Nya, baik karena takut maupun karena dorongan kagum dan cinta.
Menurut Prof. Dr. M. Quraisy Shihab, 2005;23), untuk dapat dinamai beragama, paling tidak tiga hal harus dipenuhi, yaitu:
Pertama: Merasakan dalam jiwa tentang kehadiran satu kekuatan yang Maha Agung, yang menciptakan dan mengatur alam raya. Dalam bahasa agama Islam, ini adalah keyakinan tentang wujud Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua: Lahirnya dorongan dalam hati untuk melakukan hubungan dengan itu, hubungan yang nampak ketaatan melaksanakan apa yang diyakini sebagai perintah atau kehendak-Nya. Ini adalah ibadah.
Ketiga: Meyakini bahwa yang Maha Agung itu Maha  Adil, sehingga pasti akan memberi balasan dan ganjaran sempurna pada satu waktu yang ditentukan-Nya. Dengan kata lain, kepercayaan tentang adanya hari Kemudian.
Gambar: 1
DESKRIPSI CIRI-CIRI ORANG BERAGAMA
Menurut Prof. Dr. M. Quraisy Shihab
 











2.   Fungsi Agama Bagi Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, dari beberapa pemahaman tentang makna agama, telah tergambar betapa pentingnya peran agama terhadap kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia sehari-hari terdapat beraneka ragam corak kebutuhannya, sesuai dengan tingkat kehidupan, lingkungan dan rasa kepuasan masing-masing. Kebutuhan tersebut dapat disimpulkan dalam dua aspek, yaitu  kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani.
Walaupun beraneraka ragam corak kebutuhannya, akan tetapi dapat dirasakan ada kebutuhan yang harus ada pada setiap manusia seperti rasa ingin disayang, rasa aman, harga diri, ingin tahu, rasa ingin sukses ini semua adalah kebutuhan primer. Kebutuhan primer lain adalah mempercayai adanya zat Tuhan Yang Maha Esa.
Mempercayai adanya zat Tuhan Yang Maha Esa merupakan fitrah atau naluri yang ada pada manusia sejak lahirnya, berupa pembawaan anugrah Tuhan kepada setiap manusia. Firman Allah QS. al-A’ra>f:172 
Terjemahnya:
 “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kamlakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan Tuhan)".

Ayat di atas secara tegas menyebutkan bahwa setiap jiwa manusia  ditanya tentang kepercayaannya terhadap eksistensi Tuhan: Alastu Birabbikum (bukankah Aku ini Tuhanmu?), yang dijawab dengan tegas pula Bala Syahidna (betul kami menyaksikan itu), inilah yang dimaksud fitrah.  Firman Allah QS. Ar-Ru>m:30
Terjemahnya:
 “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Maksud fitrah dalam ayat tersebut ialah bahwa manusia diciptakan Allah mempunyuai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia yang tidak beragama tauhid atau monoteisme, maka inilah akibat pengaruh lingkungan.
Kebutuhan manusia terhadap Tuhan yang Maha Esa dengan segala peraturannya, dapat ditinjau dari aspek psikologi dan aspek sosiologi.
Secara psikologis orang dengan akalnya yang sehat, akan dapat pada kesimpulan mengetahui zat Tuhan Yang Maha Esa. Dengan memperhatikan alam dan lingkungannya timbul perasaan bahwa alam ini ada yang mengatur, yaitu zat Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi akal manusia tidak dapat menjelaskan “apa, siapa dan bagaimana Zat Tuhan Yang Maha Esa itu”. Hal ini harus dijelaskan oleh Nabi atau Rasul kepada manusia itu.
Dari aspek sosiologis, maka manusia itu pada dasarnya makhluk hidup yang selalu ingin bergaul dan/atau bermasyarakat. Keadaan masyarakat yang teratur dan penuh kedamaian akan terwujud bila ada ketentuan-ketentuan atau peraturan yang mengatur pergaulan hidup manusia itu, dalam hal ini yang tepat adalah agama.
Di sisi lain, kita ketahui bahwa manusia lahir dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, dan selanjutnya manusia dalam kehidupannya pasti berhadapan dengan berbagai tantangan dan ujian. Problem kehidupan individu, rumah tangga, dan masyarakat, semua itu memerlukan metode atau solusi untuk pemecahannya.
Problem yang dihadapi manusia itulah yang terkadang membuat rasa tidak tenang dan kegelisahan, sementara manusia dalam hidupnya akan senantiasa mengharapkan ketenangan dan kebahagiaan.
Ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki tidak mungkin dapat dicapai, kecuali dengan melalui petunjuk agama, karena ia adalah kalam Ilahi, dimana dengan agama itu bisa melahirkan keimanan atau keyakinan adanya sang Khaliq (pencipta) alam semesta, yang diimani atau yakini dengan “Haqqul Yakin”, bahwa segalanya hanya ada pada keMaha Kekuasaannya, untuk itu manusia wajib mengabdi (beribadah-menyembah) kepada-Nya serta senantiasa berdoa agar kita dapat terhindar dari berbagai macam kedzoliman, dan memohon agar Allah akan memberikan limpahan Rahmat dan Ridho­-Nya. Disini besar sekali peran potensi iman seseorang, dan hal itu akan bisa diwujudkan dengan baik, apabila manusia beragama dengan baik pula.
Orang yang beriman akan senantiasa bertawakkal kepada Allah, berharap dan berserah diri dengan jalan memperbanyak ibadah dan berdoa tanpa ada keraguan, senantiasa syukur terhadap nikmat Allah, dan bersabar menghadapi segala musibah yang datang, dan apabila menemukan kegagalan, maka selalu diambil hikmahnya, bahwa dibalik kegagalan ada rahasia Allah yang lebih baik. Sifat yang demikian akan membuat kita senantiasa hidup tentram, tidak berburuk sangka kepada sesama manusia, terlebih kepada Allah swt.  
                         Gambar:  2
DESKRIPSI KEBUTUHAN HIDUP MANUSIA

 









AGAMA ISLAM
1. Arti dan Ruang Lingkup Agama Islam
Apabila dicari dari asal katanya, Islam berasal dari kata aslama yang merupakan turunan dari kata assalmu, assalamu, assalamatu yang artinya bersih dan selamat dari kekacauan lahir batin. Dari asal kata ini dapat diartikan bahwa dalam Islam terkandung makna suci, bersih tanpa cacat atau sempurna.
Kata Islam juga dapat diambil dari kata assilmu dan assalmu yang berarti perdamaian dan keamanan. Dari asal kata ini Islam mengandung makna perdamaian dan keselamatan, karena itu kata assalamu ‘alaikum merupakan tanda kecintaan seorang muslim kepada orang lain, karena itu selalu menebarkan doa dan kedamaian kepada sesama. Dan dari kata assalamu, assalmu dan assilmu yang berarti menyerahkan diri, tunduk dan taat. Semua asal kata di atas berasal dari tiga huruf, yaitu sin, lam dan mim (dibaca salima) yang berarti sejahtera, tidak tercela dan selamat.
Berdasar pengertian sebagaimana diungkapkan di atas dapat disimpulkan, Islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak Allah. Kepatuhan dan ketundukan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian kepada sesama manusia dan lingkung-annya.
Pengertian Islam secara terminologis diungkapkan Ahmad Abdullah Almasdoosi (1962) bahwa Islam adalah kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia digelarkan ke muka bumi, dan terbina dalam bentuknya yang terarkhir dan sempurna dalam al-Quran yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi-Nya yang terakhir, yakni Nabi Muhammad Bin Abdullah, satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia, baik spiritual maupun material.
Bertolak dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta. Agama diturunkan ke muka bumi sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw adalah agama Islam. Firman Allah QS. Ali> Imra>n, 3:19
Terjemahnya:
”Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam”.
Hemat penulis, uraian di atas mempertegas bahwa semua agama wahyu sejak dari Nabi Adam as sampai kepada Nabi Muhammad saw adalah ”Islam”, baik dalam pendekatan bahasa (yaitu kata Islam) maupun pemaknaan terminologi berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an. Atas dasar itu maka lahirlah kelompok atau pembagian agama yakni, agama samawi dan agama ardhi, dan/atau agama wahyu dan agama budaya. Agama wahyu sumbernya dari Tuhan, sedangkan agama ardhi/budaya sumbernya dari manusia.
Gambar: 3
DESKRIPSI KLASIFIKASI AGAMA MENT. SUMBERNYA



Menurut  al-Qur’an semua Rasul Allah swt mengajarkan keesaan Allah (tauhid) sebagai dasar keyakinan bagi umatnya. Sedangkan aturan-aturan pengalamannya disesuaikan dengan tingkat perkembangan budaya manusia pada zamannya. Karena itu di antara para rasul itu terdapat perbedaan dalam syariat.
Setelah rasul-rasul yang membawanya wafat, agama Islam yang dianut oleh para pengikutnya itu mengalami perkembangan dan perubahan baik nama maupun isi ajarannya. Akhirnya Islam menjadi nama bagi satu-satunya agama, yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw sebagai penutup Nabi dan Rasul.
Agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah Islam yang terakhir diturunkan Allah kepada manusia. Karena itu tidak akan ada lagi Rasul yang diutus ke muka bumi. Kesempurnaan ajaran Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sesuai dengan tingkat budaya manusia yang telah mencapai puncaknya, sehingga Islam akan sesuai dengan budaya manusia sampai sejarah manusia berakhir pada hari kiamat kelak.
Agama Islam berisi ajaran yang komprehensip menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai hamba Allah, individu, anggota masyarakat, maupun sebagai makhluk dunia.
4.  Kerangka Dasar Ajaran Islam
Secara garis besar, kerangka dasar dan/atau lingkup agama Islam menyangkut tiga hal pokok, yaitu:
1.      Aspek keyakinan yang disebut aqidah, yaitu aspek credial atau keimanan terhadap Allah dan semua yang difirmankan-Nya untuk diyakini.
2.      Aspek norma atau hukum yang disebut syariah, yaitu aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, dan dengan alam semesta.
3.      Aspek perilaku yang disebut akhlak, yaitu sikap-sikap atau perilaku yang nampak dari pelaksanaan aqidah dan syariah. Ketiga aspek tersebut tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi menyatu membentuk kepribadian yang utuh pada diri seseorang muslim. Firman Allah QS. al-Baqarah, :208
Terjemahnya:
 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kese-luruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.






Gambar: 4
DESKRIPSI KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM

 













Antara aqidah, syariah dan akhlak masing-masing saling berkaitan. Aqidah atau iman merupakan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk melaksanakan syariah. Apabila syariah telah dilaksanakan berdasarkan aqidah akan lahir akhlak. Oleh karena itu, iman tidak hanya ada di dalam hati, tetapi ditampilkan dalam bentuk perbuatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aqidah merupakan landasan bagi tegak berdirinya syariah dan akhlak adalah perilaku nyata pelaksanaan syariah.



Gambar: 5
DESKRIPSI KEANGKA DAN PERAN
AQIDAH ISLAM








Uraian di atas menggambarkan bahwa aqidah mempu-nyai peran yang sangat penting dalam kehidupan beragama. Ibarat sebuah bangunan, aqidah merupakan pondasi dan/atau tiang pancang yang mesti kokoh untuk menopang seluruh badan bangunan agar tidak mudah roboh. Aqidah yang kokoh akan mampu melaksanakan syariah atau hukum-hukum al-Qur’an dan hadis, yang kemudian berimplikasi melahirkan akhlakulkarimah.